38.

3.6K 193 25
                                    

"Mentang-mentang kamu itu calon tunangannya bukan berarti kamu harus tau semua tentang dia, Rav."
-May

💍

Ravelo melirik wajah Tabita dari pantulan cermin spion motor. Keduanya sama-sama bungkam selama perjalanan hingga tiba di depan gerbang rumah Tabita. Bertepatan dengan datangnya mobil silver yang Ravelo ketahui milik Gael. Tabita melepas helm lalu melemparnya pada Ravelo. Cowok itu hampir mengumpat jika saja tidak mengingat kalau sang pelaku adalah dia. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Tabita melengos masuk ke dalam rumah sambil mengusap kasar sudut matanya.

Gael keluar dari mobil, terheran melihat kelakukan aneh Tabita. "Ngapa lo?" tanyanya.

"Gak pa-pa," ketus Tabita melewati Gael begitu saja.

Gael menghampiri Ravelo yang tengah bersiap melajukan motornya. "Kenapa tuh, adek gue?" tanyanya. "Lo apain dia."

Ravelo menggeleng, sorot matanya masih menatap Tabita yang sudah menghilang dibalik pintu. "Bukan gue," sanggahnya.

"Lah, terus siapa? Setan pohon?" celetuk Gael.

Ravelo berdecak, ia menoleh pada Gael. "Bajingan itu muncul lagi, Bang," katanya penuh penekanan.

"Maksud lo?" tanya Gael mengernyit. Ia diam sejenak, mencoba menebak maksud ucapan Ravelo. Satu nama terlintas dalam benaknya. "Excel?"

Ravelo mengangguk samar. "Gue gak sengaja ketemu dia sama Tabita di kafe," ujarnya.

"Anjing. Kenapa bisa ketemu?" seru Gael.

Ravelo mengangkat bahu.

"Adek gue gak diapa-apain kan?" Gael nampak khawatir.

Ravelo menggeleng. "Untungnya, belum."

"Kalo gini caranya, gue harus temuin,tuh bocah. Gak mau tau pokoknya dia berurusan sama gue," ucap Gael menggebu-gebu.

"Biar gue yang nyari," tukas Ravelo.

Gael menaikkan sebelah alisnya. Kemudian mengangguk setuju. Yah, setidaknya ia tahu level bangsat Ravelo masih dibawah Excel. Gael cukup yakin Ravelo tidak akan mengulang kesalahan yang sama menyangkut adiknya.

"Oke. Tapi jangan lo habisin sendiri. Bawa dia ke gue hidup-hidup."

Ravelo mangut-mangut.

"Ya udah. Ngapa masih disini?" cetus Gael. Sebelah alis Ravelo terangkat. "Buruan. Katanya mau nyari," titahnya.

Ravelo baru paham. Ia ber-oh. Memakai helmnya kembali.

"Eh, bentar-bentar," cegah Gael menghentikan gerakan Ravelo. Ia berdehem singkat sebelum memberi petuah, "Gue cuma mau ngingetin sekali lagi. Semoga kesalahan lo dulu bisa jadi pelajaran untuk sekarang. Sejatinya cowok adalah dia yang berusaha buat enggak nyakitin hati perempuan."

Ravelo bungkam. Ravelo akui ia telah melakukan kesalahan lagi, seperti sebelumnya.

"Alasan kenapa gue dukung rencana perjodohan kalian karena gue tau, lo bukan cowok brengsek. Waktu itu lo cuma salah ambil keputusan. Tapi gue harap, untuk sekarang lo lebih tau mana yang terbaik. Tanpa harus menyakiti orang lain atau diri sendiri," tutur Gael menepuk pundak Ravelo.

"Makasih, Bang." Ravelo tersenyum tipis. "Tapi maaf penilaian lo tentang gue salah. Tiap cowok brengsek pada waktunya. Gue sendiri nggak tau kapan gue menjadi seperti itu," tanggap Ravelo.

"Ya, lo bener."

"Gue sadar, saat gue berusaha menjadi tameng adik lo. Gue justru makin nyakitin dia." Ravelo menghela nafas. "Gue gak janji, Bang. Tapi gue pasti berusaha cari jalan keluarnya. Gue sendiri yang akan batalin perjodohan itu," tekadnya.

Ravelo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang