Typo kasih tau, say:)
Happy reading. Enjoy!!"Urusanku adalah mencintaimu, tidak peduli jika kamu mencintainya."
-Maya💍
Sore ini cuaca mendung seakan menggambarkan suasana hati Ravelo. Cowok itu tengah bermain basket seorang diri di lapangan sekolah selagi menunggu Maya yang sedang mengikuti ekskul dance. Walaupun cewek itu kena skors, tapi berhubung akan diadakan lomba dance dalam waktu dekat, jadilah Maya datang ke sekolah menjelang sore demi mengikuti ekskul.
Ravelo mengusap peluh yang menetes membasahi kaos merah yang ia kenakan. Semburat senja mulai terlihat di langit mendung. Entah apa yang membuat Ravelo mau menunggu Maya sampai sekarang. Padahal jika Ravelo ingin, ia bisa pulang duluan. Tapi akhir-akhir ini sikap Ravelo pada Maya sedikit lembut. Ravelo berusaha menerima keadaan, bagaimanapun ia yang meminta Maya untuk menjadi pacarnya, dan Ravelo harus bertanggungjawab dengan keputusannya. Meskipun kenyataannya sulit untuk membohongi perasaan sendiri.
"Hei, maaf lama." Gadis dikucir kuda itu menghampiri Ravelo di tengah lapangan.
Ravelo mengangguk kecil sebagai balasan. Ia melempar bola basket asal. Lalu duduk dibawah pohon sambil mengusap peluh. Maya mengekor, duduk disebalah cowok itu. menyampirkan tas di sebelah bahu.
"Mau langsung pulang atau kemana?" tanya Maya melirik jaruk jam dipergelangan tangannya.
"Gue laper," kata Ravelo lalu meneguk air mineralnya.
"Sama, aku juga. Mau mampir ke kafe depan?" tawar Maya antusias.
Ravelo menoleh sambil mangut-mangut. "Asal bikin kenyang."
"Oke, habis dari kafe anterin aku ke tempat ibu ya?"
Ravelo berpikir sejenak. Kemudian mengangguk. "Boleh."
"Ih, tapi kamu ganti dulu sana. Bau." Maya mengibas-ibaskan tangannya di depan hidung, tangannya mendorong bahu Ravelo menjauh.
Ravelo mengendus-endus badannya sendiri untuk memastikan. Ia bergumam, "Wangi. Lo kali yang bau."
"Heyho, wangi gini dibilang bau. Kamu tuh, bau keringat," sanggah Maya.
Sepintas ide mampir di otak Ravelo. Ia melempar tatapan jahil kearah Maya.
"Bau ya?" Ravelo menarik tubuh Maya ke dalam rangkulannya. Tidak memberi Maya kesempatan untuk menjawab. Ia menjepit kepala Maya dibawah ketiaknya hingga cewek itu berontak dan menjerit-jerit histeris.
"RAVELO!" seru Maya
"Lepasin! Bau tau gak!" amuk Maya.
Ravelo terkekeh menikmati setiap teriakan yang lolos dari bibir Maya. Tak sampai lima menit, ia melepaskan mangsanya. Melihat wajah Maya memerah, entah marah karena ulah Ravelo, atau menahan bau badan Ravelo. Yang jelas Ravelo merasa puas mengerjai Maya.
"Gimana? Wangi kan?" tanya Ravelo pada Maya yang masih terbatuk-batuk akibat dekapan Ravelo.
"Iya, wangi. Kayak habis pakai parfum kembang tujuh rupa," cetus Maya jengkel.
Tawa Ravelo menyembur. Terlihat kontras dibawah langit jingga dengan angkuh menunjukkan keelokannya. Ciptaan Tuhan satu ini mampu menghipnotis Maya. Selama tawa itu berderai, dunia sekitar seakan berhenti mengorbit. Tak sadar, kedua sudut bibir Maya ikut berkedut.
Ravelo menghentikan tawanya. Mengusap air mata di sudut mata akibat tertawa cukup keras. "Gue mau mandi sekalian. Tunggu agak lama gak pa-pa?" ijinnya. Maya lantas mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...