Gael menghentikan laju mobilnya tepat di depan rumah berwarna coklat yang berdiri kokoh di pinggir jalan. Tabita mendongak menatap rumah berlantai dua dengan taman depan yang dipenuhi berbagai macam bunga. Terasa familiar.
Darwin dan Frida lebih dulu keluar dari mobil disambut hangat sepasang suami istri. Keempat orang itu saling berjabat tangan. Tabita mengenal wajah mereka. Ana dan Afton, yang tidak lain adalah kedua orang tua Ravelo.
"Berkunjung ke rumah mantan bukan hal yang buruk kan?" tutur Gael memutar badan ke belakang hingga menghadap Tabita.
Tabita memukul lengan Gael kesal. "Kenapa enggak bilang kalo mau ke sini?"
"Tadinya gue mau kasih tau lo. Tapi Papa bilang biar suprise. Jadi ya gue nurut aja."
"Suprise apaan kayak gini? Yang ada Papa sama Mama sengaja buka luka lama gue," cibir Tabita tidak terima.
"Ah elah, baperan banget jadi orang. Udah yuk, keluar!" ajak Gael.
"Enggak. Gue tunggu disini aja sampe urusan mereka selesai," tolak Tabita.
"Lo mau lumutan nunggu dalem mobil sedangkan gue, Papa, Mama bakal makan malam bersama mereka."
"Lebih baik gue lumutan disini daripada liat muka orang yang dinginnya ngelebihin es batu kulkas," gerutu Tabita menbayangkan wajah Ravelo dengan tampang datar dan gaya cool-nya.
"Ya gak usah di lihatlah. Buruan keluar!"
"Enggak." Tabita tetap keras kepala. Ia menyumpal kedua telinganya dengan earphone, mengabaikan kakaknya.
Gael menghembuskan nafas kasar. Mencoba sabar menghadapi Tabita dengan sifat keras kepala yang sering muncul di waktu yang tidak tepat. Perlu sedikit bujukan agar gadis itu mau menurut.
Gael turun dari mobil. Membuka pintu mobil bagian belakang. Memberi ruang pada Tabita untuk turun. Tapi adiknya itu tetap diam di tempat.
Tangan Gael melepas earphone dari kedua telinga Tabita. "Ayo, Ta! Ini enggak akan seburuk yang lo kira kok," bujuk Gael, menarik paksa tangan Tabita agar mau mengikutinya.
Akhirnya Tabita pasrah membiarkan Gael menarik paksa tangannya masuk ke dalam rumah kediaman keluarga Zeralda. Ia harus siap mental dan hati dari sekarang. Entah apa yang akan ia hadapi nanti.
💍
Gael membawa Tabita bergabung mengelilingi meja makan bersama Ana, Afton, Darwin, dan Frida. Gael dengan sok ramah menyapa Afton dan Ana dengan mencium punggung tangan keduanya. Diikuti Tabita yang terlihat canggung.
"Halo Tata, lama kita enggak ketemu," sapa Ana hangat. "Gimana kabar mu? Baik kan? Tambah cantik aja kamu. Pasti Rava makin jatuh cinta kalau liat kamu sekarang."
Ocehan bertubi-tubi dari Ana membuat Tabita gelagapan sendiri menjawabnya. "Aaaa...tante mah bisa aja."
Ana tersenyum, tangannya terulur mencubit kecil pipi cubby Tabita. Yang dicubit meringis lalu ikut tersenyum juga.
Gael menepuk-nepuk kursi disebelahnya, menyuruh adiknya duduk disitu. Tabita menurut saja, ia duduk menghadap kursi kosong. Sepertinya orang itu belum datang.
"Anakmu mana, Ton?" tanya Darwin pada Afton.
"Masih siap-siap mungkin. Maklum lah mau ketemu calon." Afton melempar tatapan penuh kode dibalas cekikikan istrinya, Darwin, dan Frida.
Setelah itu mereka terlibat dalam pembicaraan khusus orang dewasa yang tahu. Masalah bisnis yang tidak Gael apalagi Tabita pahami. Kedua kakak beradik itu memilih memainkan ponselnya masing-masing menghilangkan rasa bosan yang mulai melanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...