22.

4.5K 217 5
                                    

"Mana yang lebih penting. Pacar atau calon seseorang di masa depan?"
-Ravelo

💍

Ravelo diam, pikirannya berkeliaran potongan-potongan kejadian di sekolah antara Excel dan Tabita terus terngiang dibenaknya. Rasa khawatir juga masih menyelimuti diri Ravelo pasca mengantar Tabita pulang dengan wajah murung. Sepanjang perjalanan cewek berambut panjang yang biasanya suka mengomel berubah diam seribu bahasa, bahkan saat tiba didepan rumahnya, cewek itu langsung masuk ke dalam tanpa mengucapkan terima kasih. Ravelo terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadari dihadapannya saat ini ada seseorang yang sedang berusaha mencari perhatiannya.

"Ravelo," panggil Maya manja.

Maya tahu Ravelo pasti mengabaikannya. Maka ia memutuskan melanjutkan ucapannya. "Kok aku baru tau ada restoran enak sebelah sini. Kamu sering kesini?" tanyanya basa-basi, melahap suapan terakhir spagheti ke dalam mulutnya.

Ravelo masih diam tidak menjawab. Menatap cangkir kopi dimeja dengan alis cowok itu bertaut menandakan ia sedang menekuni alam pikiran.

"Rav," panggil Maya sekali lagi, kali ini sambil menyentuh lembut tangan Ravelo.

"Don't touch," sentak Ravelo terkejut. Ia menarik tangannya menjauh.

"Gitu banget sama pacar sendiri," cibir Maya, bibirnya mengerucut sebal.

"Spaghetinya enak banget, kamu gak mau? Nanti aku habisin lho," tawar Maya hendak menyodorkan sesendok penuh spagheti yang ia ambil dari piring Ravelo.

"Habisin aja," balas Ravelo menghindari suapan Maya.

Ia justru menyodorkan piring spaghetinya yang masih utuh. Maya makin kesal, tadinya ia ingin menggoda tapi tanggapan Ravelo nampaknya terlalu serius. Maya kembali diam, memandangi cowok itu sambil sesekali menyeruput es kopinya.

Melihat makanan dihadapannya, membuat Ravelo lagi-lagi memikirkan sosok Tabita. Cewek penyuka berbagai macam mie. Apa dia itu sudah makan? Bagaimana kondisinya saat ini?

Ravelo membuka aplikasi telfon diponselnya. Mencari nama kontak seseorang yang untungnya masih ia simpan selama ini. Tapi agaknya Ravelo ragu untuk menghubungi. Ia takut menganggu. Sudah cukup perbuatan Ravelo selama ini hanya menambah kadar kebencian Tabita padanya. Apalagi setelah kejadian Ravelo menarik tangan Tabita secara paksa dari hadapan Excel, Ravelo tahu hubungannya dengan Tabita akan semakin memburuk.

Ravelo menghela nafas berat. Menaruh kembali ponselnya diatas meja. Ia merasakan sesuatu yang aneh menelisik ke dalam dirinya. Apa ini yang disebut rindu? Lama Ravelo tidak merasakannya, dan kali ini sungguh, rasanya tidak keruan. Ditahan sesak, diungkapkan...entah akan berbalas atau tidak.

Maya memperhatikan tingkah laku Ravelo yang makin aneh, ia tidak bisa menahan lagi untuk tidak menegur.

"Kamu kenapa, sih. Lagi ada masalah? Kok bingung gitu," tegur Maya heran.

"Atau jangan-jangan lagi mikirin cewek kampungan itu?" tebak Maya. Ravelo diam pura-pura tidak mendengar. Membuat Maya kembali berucap. "Oh, jadi bener. Disaat kita lagi berdua gini kamu malah mikirin cewek kampungan yang gak tau diri itu?"

"Siapa yang lo bilang kampungan?" kata Ravelo memicing.

"Siapa lagi? Orang yang selama ini masih kamu harapin padahal dia udah milik orang lain." Maya mulai habis kesabaran. Ia bukan tipe orang penyabar dan tidak suka diabaikan.

Ravelo mendesah pelan. Menyandarkan punggungnya pada kursi restaurant. Tidak membalas perkataan Maya karena memang begitu kenyataanya.

"Rav, kemarin kamu bilang sayang sama aku, mau jadi pacar aku."

Ravelo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang