47.

3.1K 218 20
                                    

Dahulu kamu yang mengejar tetapi kamu memilih berhenti di tengah jalan dengan alasan aku tak lagi menjadi takdirmu. Aku pun berpikir demikian. Namun hati berkata lain. Hingga akhirnya aku memilih mengejarmu kembali.
- Rav

💍

Ravelo tidak tahu harus merasa senang atau sedih ketika mendapati amplop coklat di atas meja belajarnya. Setelah membaca sekilas isinya, ia berlari kecil menuruni tangga menghampiri kedua orang tuanya yang sedang sarapan.

“Udah kamu baca isinya, Rav?” tanya Afton. Laki-laki itu sudah siap dengan setelah jasnya untuk bekerja. Meski sesibuk apapun, ia selalu berusaha menyempatkan waktu untuk sarapan dan makan malam bersama keluarga kecilnya.

Ravelo mengangguk, rasa terkejutnya masih belum hilang.

“Selamat ya, kamu berhasil. Bunda bangga sama kamu." Ana menyambutkan dengan sebuah pelukan hangat.

“Ayo sarapan dulu!” ajak Afton.

Ravelo menarik kursi di sebelah kiri ayahnya. Mengambil sepotong sandwich tuna yang tersaji.

“Ravelo, Ayah masih enggak percaya kamu berhasil," ujae Afton. Raut wajahnya berbinar senang.

“Aku juga, Yah," balas Ravelo dengan senyum tipis.

“Ayah belum pernah sebangga ini," imbuh Afton menepuk pundak Ravelo dua kali.

“Tapi, Nak.” Ana menyela. “Kamu yakin mau ambil itu?” tanyanya serius.

“Bun, ini kan impian Rava sejak lama," sahut Afton sebelum Ravelo menjawab.

“Iya, Yah. Bunda tahu. Tapi melihat keadaan sekarang, Bunda jadi gak yakin.” Ana menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

“Gak yakin kalau anak kita mampu?”

“Bukan, Ayah. Bunda gak yakin Tata bisa terima keputusanmu, Rav," elak Ana.

“Lho, kenapa tidak? Dia kan yang minta rencana perjodohannya dibatalkan? Bisa jadi dengan ini dia justru senang bisa terbebas.” Afton mengangkat bahu.

Ravelo berhenti mengunyah. Ia memikirkan ucapan Afton yang bisa jadi benar.

“Mulai sekarang Ayah enggak akan maksa kamu lagi. Ayah lebih senang kalau kamu mau terima itu. Yah, siapa tau disana kamu dapat yang lebih baik," tutur Afton.

“Ayah,” peringat Ana. “Enggak gitu, Rav. Bunda sama Ayah akan selalu dukung keputusan kamu. Kamu bebas memilih apapun yang terbaik menurut kamu.” Ana tersenyum hangat, menggenggam tangan Ravelo.

Ravelo mengangguk kecil. Meneruskan sarapannya.

“Ya ya ya, terserah. Tapi Ayah minta kamu juga beritahu Tabita. Ayah harap sih dia menyesal karena kehabisan waktu," pungkas Afton mengakhiri pembicaraan di meja makan.

💍


“Ravelo! Ulala gue kangen banget sana lo.” Alvin berlari memeluk Ravelo setibanya ia di rumah Tabita.

Sore itu Ravelo, Alvan, Alvin, Wildan, Zafran, Fay, Aurel, dan Tabita berkumpul di halaman belakang rumah Tabita yang cukup luas. Ada Wildan, Naya—pacar Wildan, dan Alvan yang sibuk memasang tenda kecil. Alvin yang berdebat dengan Aurel, entah tentang masalah apa. Tapi Alvin terliha sangat bahagia ketika Aurel marah.

Di ayunan kayu, Zafran duduk memetik gitar bersama Fay yang bernyanyi. Suasana ramai, tapi Ravelo merasa ada yang kurang.

“Tata, mana?”

Ravelo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang