Gemericik air mengalir deras dari shower. Seorang cowok memejamkan mata menikmati tiap tetes air yang mengalir membasahi tubuhnya, rambut pekatnya basah berbaur dengan air yang menjelajah sempurna, mengalir hingga menuju hidung lalu menetes kebawah.
Alex mengusap wajahnya kasar. Bayangan dimana dia menjadi lemah dihadapan Eva terus bergentayangan dipikirannya. Kenapa hanya karena tidak mendapati gadis itu disampingnya membuat dia mengamuk seperti orang kesetanan?
Tangannya menonjok dinding kamar mandi kuat, menghasilkan denyutan nyeri pada tulangnya. Kejadian yang sama, dimana dia lemah karena seorang wanita, dimana dia gila karena kehilangan, dan dimana dirinya terus merasakan gundah dan gelisah tiada akhir.
Dia menghilang bagai ditelan bumi. Tak ada kabar dan tak ada yang tau dimana dia berada. Bahkan orang kepercayaan Alex yang sangat profesional pun tidak mampu membantunya. Tiada yang tau bagaimana Alex menjalani kehidupan dua tahun terakhir, yang berantakan karena kehilangan seseorang yang amat berarti dihidupnya. Mereka hanya mengetahui bahwa dirinya adalah cowok kejam, tak berperasaan, dan juga dingin. Tapi tidak melihat dari sisi lain, sisi gelapnya.
Kini orang berbeda datang dengan kehangatan yang sama dikehidupannya. Menerobos masuk kedalam hati yang sudah lama membeku. Hanya sebuah senyuman kecil dan tampang lugu, tapi entah kenapa membuat hatinya menghangat dalam hitungan detik.
Alex menyudahi kegiatan mandinya. Dia harus segera keluar untuk memastikan Eva masih berada disana. Karena dia tidak mau kehilangan untuk kedua kali. Eva miliknya, dia akan memastikan cewek itu tidak akan pernah bisa lari darinya.
Ketika membuka pintu kamar mandi hal pertama yang Alex lihat adalah ruang kamarnya yang sudah kembali bersih dan rapi, hasil karya saat dia mengamuk tadi sudah hilang tak tersisa sama sekali.
Matanya beralih menelusuri setiap sudut ruangan mencari keberadaan Eva lalu bernapas lega saat mendapati gadis itu masih berada disana, sedang membereskan buku dan memasukkannya kedalam tas milik Alex.
Eva membalikkan badan kala merasakan rambutnya dibelai lembut. Matanya membulat sempurna mendapati penglihatannya langsung terarah pada pemandangan yang sekali lagi ... mubazhir untuk dilewatkan.
Kenapa cowok bertubuh atletis itu suka sekali menambah dosanya? Sial!
"K-kamu mau ngapain?" Tanya Eva gugup mencoba memalingkan wajahnya dari enam roti sobek yang terekpos tepat didepan matanya kearah mata Alex.
"Mau peluk lo."
"Peluk? Tap---"
Belum sempat Eva melanjutkan kalimatnya Alex sudah terlebih dahulu mendekap tubuhnya dalam pelukan. Sumpah serapah terus dilontarkan Eva dalam hati. Dia sudah berusaha keras menghindari roti sobek itu, dari segi penglihatan ataupun meraba. Tapi kini tubuhnya malah menempel sempurna disana, bahkan pipinya merasakan hangat dari dada telanjang Alex.
Perlahan Alex melepaskan pelukannya dan menatap Eva dengan senyum tulus yang sudah lama tidak dia tunjukan. Sedangkan Eva sendiri merasa ingin lenyap saja dari bumi karena tatapan Alex yang berasa aneh baginya.
"Sepertinya itu akan menjadi rutinitas lo setiap pagi." Ucap Alex santai.
Eva mendongak menatap Alex yang lebih tinggi darinya, "Rutinitas apa?"
Alex mengambil seragam yang sudah ditaruh diatas kasur oleh Eva, lalu menarik tangan gadis itu dan mendaratkannya disana. "Rutinitas ngurusin gue dipagi hari dan---"
Eva mengerutkan kening menunggu kelanjutan kalimat Alex yang menggantung.
"Dan pelukan disetiap habis mandi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...