Jam pertama, mapel olahraga. Suasana sangat ramai ditengah lapangan. Hanya sebuah permainan basket memang, namun keseruannya membuat para siswa berteriak memberi arahan satu sama lain.
Eva dan kedua temannya duduk dipinggir taman. Menonton para siswa putra yang sedang bertanding. Sebelumnya siswi putri sudah melakukan permainan tersebut sesuai instruksi dari Pak Teguh, dan kini giliran pihak putra yang bermain.
Pandangan Eva terarah pada seorang cowok yang sedang mendribble bola. Gadis itu diam mengamati inci wajah Alex yang setiap hari terlihat mendapat luka baru. Entah apa yang terjadi dengan cowok itu, yang pasti Eva sudah tidak berhak mencampuri urusannya. Dia bukan siapa-siapa lagi sekarang.
Setelah kejadian Alex yang datang di rumahnya tanpa permisi, kondisi Eva jadi lebih membaik. Dia hanya kurang tidur karena terus terbayang wajah Almarhumah Renata-Mamanya. Namun Alex datang sebagai menawar, membuatnya sedikit memiliki tenaga untuk bangkit.
Ini adalah hari kelima Eva berangkat sekolah. Semuanya sudah hampir pulih seperti semula. Gadis itu sudah bisa tertawa karena lelucon teman-temannya, mengerjakan tugas dengan baik tanpa adanya kesalahan, dan mendapati perilaku Arvin yang kembali hangat padanya.
Hanya ada satu yang kurang bagi Eva, Alex. Cowok itu tak berubah, masih saja dingin. Bahkan dari sikapnya yang cenderung cuek menandakan bahwa dia melupakan kejadian di rumah Eva beberapa hari yang lalu.
"Eva?"
Gadis itu menoleh pada Indah yang ada disampingnya, "Ya?"
"Besok buat brownies yuk. Ditempat Lily."
Eva tersenyum tipis, mengangguk menyetujui. "Di rumah aku aja. Aku ada alatnya kok."
Indah dan Lily saling pandang, lalu kembali menatap Eva serius. "Beneran nih Va?" Kata Lily.
Dia mengangguk mengiyakan, "Nanti pulang sekolah kita beli bahannya."
Walaupun Eva sudah lumayan sembuh tapi kehilangan seorang ibu membuat sifatnya sedikit berubah. Jika biasanya gadis itu selalu manja dan cengeng, kini dia berubah menjadi gadis yang ramah dan pendiam.
Sebuah botol air mineral terarah didepan wajah Eva, membuat gadis itu mendongak keatas. Arvin tersenyum hangat, mengangkat dagunya seakan memberi isyarat agar Eva segera mengambil botol itu.
"Makasih Kak." Eva mengambil botol minuman itu, lalu menegaknya sedikit.
Arvin mengacak rambut Eva sebentar, "Ke kantin? Kita makan."
Mata gadis itu kembali terarah pada Alex. Entah kenapa seberapa kuatpun untuk tidak peduli dengannya, nyatanya dia tidak bisa. Eva ingin memastikan Alex baik-baik saja, walaupun dengan jarak jauh.
"Enggak Kak." Eva menggeleng.
"Punggung aku nganggur nih." Arvin memutar posisi, mempertontonkan punggungnya dihadapan Eva.
Seketika senyum lebar Eva muncul. Dia menoleh kearah Indah dan Lily yang sedari tadi hanya diam menonton pembicaraannya dengan Arvin.
"Indah, Lily. Aku ke kantin dulu ya."
Setelah mendapatkan anggukan dari keduanya, Eva langsung saja berdiri dan loncat dipunggung Arvin dengan selingan tawa. Dia sangat senang digendong oleh cowok itu, seperti mendapatkan hiburan tersendiri.
"Mau mie ayam yang pedes ya Kak." Kepala Eva dia miringkan agar bisa melihat Arvin.
"Iya." Jawab Arvin membuat gadis itu tersenyum girang.
"Sama es krim juga."
Cowok itu menoleh, "Gak nyambung Al."
Eva kembali mengeratkan pelukannya pada rahang Arvin, "Es krimnya dimakan sambil nungguin mie ayamnya dateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...