BAB 54: Dibalik gubuk tua

121K 9K 408
                                    

Eva membasuh muka untuk kesekian kalinya menggunakan air jernih yang ada dalam bak mandi kecil itu. Napasnya terengah-engah seakan sedang lari maraton dengan jarak puluhan kilometer.

Mata coklat itu memandang genangan air yang memperlihatkan pantulan wajahnya sendiri. Seharusnya dia senang karena Alex kembali dipertemukan dengan Mamanya, namun...

'Vano dibully sama tante-tante!'

Eva menyibakkan rambut panjangnya dengan mata yang masih mengarah pada pantulan dirinya di air.

'Eva, dia itu pelacurnya Papa Vano.'

Gadis itu memejamkan mata. Mengingat kembali pertemuannya dengan Arvin di sebuah supermarket dulu.

'Nyokap gue itu pelacur Al. Kalau malam begini waktunya dia bekerja.'

Lalu kembali membuka mata dan bersandar pada tembok papan yang ada di kamar mandi tersebut.

'Ibu yang disebut Mama oleh Alex bukanlah Mamanya.'

Sekarang giliran suara Herman-Papa Alex yang terniang, membuat Eva meremas telinganya sendiri karena bingung dengan apa yang terjadi.

'Tapi sehari sebelum Alex ulangtahun ke 14 Om melihat Mama tiri Alex selingkuh di pusat perbelanjaan saat Om ingin membelikan kado untuk anak itu. Bahkan Om mendengar menuturan mereka berdua yang akan merampas seluruh harta Om dengan cara membunuh Om serta Alex.'

Mata Eva terbuka sempurna. Dia ingat, dia ingat kalimat yang diucapkan oleh Herman kala itu. Sebelumnya dia tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh lelaki paruhbaya itu, apalagi Eva sudah pernah mengobrol dengan Mama Alex lewat via telepon dan Mama Alex terasa sangat ramah.

Namun saat ini Eva seperti ditampar oleh kenyataan. Didalam dunia yang luas masih ada banyak orang yang menghunakan topeng. Dalamnya baik luarnya jahat, diluar tersenyum didalam hati menangis, didepan membantu sedangkan dibelakang menikam.

Sama halnya dengan Mama Alex atau mungkin juga bisa disebut Bundanya Arvin. Eva yakin seratus persen bahwa dia adalah orang yang sama yang sudah beberapa kali dia temui. Wanita paruhbaya itu bukanlah orang baik, dia orang jahat yang berniat membunuh Alex dan Papanya.

Iya. Eva harus memberitahukan hal tersebut pada Alex. Dia tidak mau cowok itu terluka atau bahkan meninggalkannya untuk selamanya. Eva tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena dia sangat mencintai Alex.

Eva berjalan cepat meninggalkan kamar mandi kecil yang sempat dia singgahi tadi. Langkahnya berbelok beberapa kali mencari jalan keluar dari ruangan asing yang belum pernah dia kunjungi.

Tempat itu berupa gubuk kecil yang nampak tak begitu terawat. Bahkan jika dibanding dengan rumahnya atau lebih tepatnya rumah Inah, lebih besar rumah Inah.

Inilah yang diakui Mama Alex sebagai tempat tinggalnya selama dua tahun yang lalu.

Tentu saja Eva merasa aneh. Padahal sudah beberapa kali dia melihat wanita paruhbaya itu menggunakan pakaian glamor dan juga pehiasan mahal disebagian tubuhnya, belum lagi dengan mobil mewah yang selalu berbeda disetiap harinya. Namun sekarang beliau berkata selalu hidup dengan segala kekurangan selama dua tahun terakhir.

Langkah Eva terhenti saat melihat Alex tertawa bahagia dengan wanita paruhbaya itu disebuah bangku lusuh. Hatinya tiba-tiba terasa nyeri melihat betapa bahagianya Alex dengan semua kebohongan ini. Dia sekarang bisa merasakan apa yang dirasakan Herman kala itu, membiarkan putranya membencinya dari pada harus melihat seberapa menderitanya Alex menerima kenyataan.

"Eva, kenapa berdiri disana? Sini sayang." Ucap Mama alex lembut.

Gadis itu melangkah dengan ragu menuju tempat Alex dan Mamanya bersantai. Dia sangat gugup setelah tau kejahatan apa yang tersembunyi didalam paras cantik Mama Alex. Bahkan bulu kuduknya saat ini sudah meremang seperti sedang menghampiri kuntilanak saja.

"Apakah sebelumnya kita pernah bertemu?" Tanya Mama Alex dengan dahi berkerut.

Eva menggeleng lemah, "Mungkin pernah bersimpangan Tante. Tapi saya lupa."

Wanita paruhbaya itu tertawa kecil, "Mungkin."

Gadis itu sedikit bisa bernapas lega karena ternyata Mama Alex tidak ingat dengannya. Namun setelah tawa itu berhenti dan tergantikan dengan raut wajah serius, tubuh Eva menegang seketika.

"Lalu kenapa kamu setegang itu Eva?"

Deg.

"I-itu karena ... karena bertemu sama calon mertua." Ucap Eva sekenanya.

Gadis itu meringis menyadari betapa bodohnya dia memberi alasan. Karena lidah nakalnya itu kini Alex bangkit dari duduk dan langsung menerjangnya dengan pelukan. Hingga tubuh Eva terhayun kebelakang karena pelukan dadakan dari Alex.

"Alex! Lepasin pelukannya. Kasihan pacar kamu susah napas jadinya." Mama Alex mendorong kasar tubuh Alex dari Eva.

"Mama..." Rengek Alex tidak terima.

"Kamu nonton TV saja sana. Mama mau ajak Si Cantik ini masak di dapur."

*****

Bulu kuduk Eva terus saja meremang tanpa henti saat melihat Mama Alex mengiris cabai dengan pisau tajamnya. Dia jadi teringat lagi dengan perkataan Herman soal membunuh. Apakah wanita secantik ini bisa menghilangkan nyawa seseorang?

"Malah ngalamun lagi. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan sayang, hm?" Tanya Mama Alex lembut.

Eva menggeleng, "Masih gugup saja sama Tante."

"Apa Tante sangat menyeramkan sampai kamu gugup seperti itu?"

Gadis itu menggeleng, "Takut dipecat dari calon mantu idaman."

Wanita paruhbaya itu tertawa lepas. Entah Eva yang terlalu polos atau terlalu bego memberikan alasan, tapi yang jelas gadis itu sekarang sedang menahan malu karena ucapannya sendiri.

"Sebelumnya kamu sudah pernah bertemu sama Papanya Alex?"

Eva menoleh menatap Mama Alex yang masih fokus mengiris bawang. Wanita itu menampakkan raut wajah setenang mungkin saat menunggu jawaban dari Eva.

"Udah Tante. Beliau nyeremin, sama kayak Alex." Jawab Eva membuat wanita paruhbaya itu kembali terkekeh.

"Dia bicara apa saja sama kamu sayang?"

Eva bungkam. Kali ini kebohongan apalagi yang harus dia katakan dihadapan Mama Alex. Gadis itu jadi takut kalau pada akhirnya beliau tau kalau dia sedang berbohong lalu merencanakan hal jahat seperti yang dikatakan Herman dulu.

"Kami tidak pernah berbicara Tante. Saya hanya menyapanya lewat senyuman yang dibalas sama beliau dengan tatapan datar."

Wanita paruhbaya itu menggelengkan kepala, "Herman memang seperti itu dari dulu dan sekarang jadi menurun sama Alex."

Kemudian dia menghela napas, "Bahkan dia juga tidak punya perasaan sama seperti Alex. Mampu menyakiti siapapun yang ingin dia sakiti."

Eva kembali menoleh kearah Mama Alex.

"Kamu pernah disakiti Alex sayang?" Kini tatapan mereka berdua bertemu.

Mendapat tatapan dari Mama Alex membuat Eva kembali menunduk mengupas kulit bawang. Tanpa berniat menjawab pertanyaan itu.

"Maafin Alex ya. Itu sepenuhnya kesalahan Tante yang gagal membuat Alex tidak sekasar Papanya. Mungkin dia sering melihat Papanya berbuat kasar pada Tante jadi dia melampiaskan hal itu pada orang lain."

Raut wajah Mama Alex memelas, membuat Eva terenyuh sampai tak menyadari bahwa itu semua hanyalah bualan.

"Seperti halnya Alex, Papanya juga termasuk pria tak berperasaan. Menganggap Tante sebagai wanita penghasil anak dan setelah mendapatkannya dia membuang Tante tanpa perasaan."

Lalu siapa yang benar?







_____________

Bersambung...

Lu-Gu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang