Gadis berponi depan itu kembali memandang cermin, seakan tak pernah puas setelah berkali-kali bercermin di toilet sekolahan, jendela orang, sampai mobil entah milik siapa. Kini Eva kembali bercermin didalam kamarnya. Dengan tatapan kosong dan kantong mata yang mulai menghitam.
Gadis itu mencari kesalahan dalam dirinya sendiri. Apa yang salah dengan dirinya sampai Alex begitu membencinya? Dia sama sekali tidak memberikan waktu bagi Eva bicara guna meluruskan masalah.
Pipinya terasa basah, Eva kembali menangis. Biasanya saat malam seperti sekarang Alex akan menelponnya, dan tidak membiarkannya tidur sampai cowok itu yang ngantuk duluan. Eva sangat merindukan keegoisan itu.
Bukan keegoisan yang sekarang sedang terjadi.
Mata coklatnya melirik kearah ponsel yang tergeletak didepan cermin. Dengan sigap dia mengambil benda pipih itu dan membuka Aplikasi WhatsApp.
Dalam barisan teratas nama 'Sayang' muncul, dengan pesan terakhir centang dua berwarna abu-abu. Nama itu adalah sebutan lain untuk Alex yang dulu menamainya sendiri dalam ponsel milik Eva.
Gadis itu tidak menggantinya, karena pada kenyataannya Alex masih saja bersarang dalam hati. Bahkan foto profilnya pun masih sama, foto Alex yang merangkul dirinya dari belakang.
"Alex, udah malem. Jangan lupa makan terus belajar ya. Kurangin clubing dan mabuknya, itu gak baik untuk kesehatan kamu. Aku khawatir kalau kamu sakit."
Eva mengirim Voice Note kepada Alex. Berharap cowok itu membukanya. Walaupun pada kenyataannya pesan dari Eva tak pernah dibuka satu pun oleh cowok itu. Seakan-akan pesannya akan menyebarkan virus ketika dibuka.
"Alex, aku kangen."
Gadis itu membuka galeri ponsel. Melihat seberapa banyak foto yang berhasil dia ambil bersama Alex. Sebenarnya bukan dia yang mengambil gambar itu, melainkan Lily yang selalu baper dengan hubungannya sama Alex.
Satu notifikasi masuk kedalam ponsel miliknya. Buru-buru Eva membuka notifikasi tersebut dan berharap jika Alexlah yang mengirimkannya pesan. Namun bahunya merosot seketika saat menyadari bahwa orang itu bukanlah Alex, melainkan cowok yang sudah lama tidak dia kunjungi.
Vano
Cantik
Setelah sekian lama terpuruk dengan cinta buta, kini Eva kembali mengembangkan senyum akibat satu kata dari teman lamanya itu. Sudah lama dia tidak bermain bersama Vano, setelah tanggal jadiannya bersama Alex.
Bukannya membalas pesan dari Vano, Eva malah langsung menyentuh gambar telepon berwarna hijau untuk menghubungi cowok itu.
"Vano?"
"Hiii... suara Cantik muncul dari benda ini Bi!"
Eva terkekeh. Dia bisa mendengar suara wanita yang dia yakini adalah pelayan Vano sedang berbicara sebentar dengan anak majikannya itu.
Vano memang tidak begitu tau bagaimana menggunakan ponsel. Evalah yang memberikan kartu perdana itu pada Vano dulu, dan mengatakan agar dia sering menabung biar bisa membeli ponsel.
Dan siapa sangka nomor yang tidak pernah aktif itu tiba-tiba menghubungi Eva lewat Chat.
"Vano apa kabar?"
"Ini kayak boneka yang dipencet itu ya Bi? Bisa ngomong sendiri."
Eva kembali terkekeh, "Bukan Vano. Ini memang aku, temen kamu."
"Ini beneran Cantik?"
"Iya."
Terdengar kekehan kecil disebrang sana, "Kabar Vano baik. Cantik gimana didalam ponsel? Baik? Apa enggak sumpek sembunyi didalam ponsel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...