Chiko menapaki pijakan terakhir tangga dengan napas terengah-engah. Ditangannya sudah ada banyak snack dan minuman yang dia peluk erat-erat tanpa dikemas dengan kantong plastik.Cowok itu berjalan menghampiri keempat sahabatnya yang sedang asik nongkrong diatas rooftop, lalu melepas pelukannya hingga membuat semua snack dan minuman jatuh berceceran.
Dengan segera teman-temannya langsung berebutan makanan gratisan itu, dan seperti biasa Bagaslah yang mendapatkan banyak makanan.
"Nih Lex." Revan melempar satu snack dan minuman botol kearah Alex yang sedari tadi tidak ikut berebut makanan.
Dengan sigap Alex menangkap snack dan minuman yang dilempar Revan lalu menaruhnya disamping tubuh. Dia kembali menatap langit sambil sesekali memejamkan mata kala angin berhembus menyentuh wajahnya.
"Sial banget dah gue!" Chiko meninju udara geram.
"Kenapa lo?" Tanya Bagas sambil menyumpali mulutnya dengan snack.
"Kanapa apanya? Lo pasti udah tau sendiri kali gue kenapa Gas." Chiko memalingkan wajahnya dari Bagas.
Semua orang disana tertawa lepas, kecuali Alex. Cowok itu hanya menampilkan senyum miring kala menatap Chiko. Tentu saja mereka tau kenapa Chiko bisa semarah itu. Alasannya karena kalah taruhan main kartu remi. Padahal yang menentukan hukuman meneraktir snack bagi yang kalah adalah murni dari pikiran Chiko. Tapi kini malah dia sendiri yang kalah.
"Makanya punya mulut gak usah ceplas-ceplos." Ejek Tito.
"Anjing lo!" Chiko melempar satu minuman kaleng kearah Tito, "apes lagi saat tadi naik tangga tiba-tiba kantong kresek jebol gitu aja. Bah...! Gak usah ditanya gimana nasib gue."
"Udah kayak pemulung memunguti snack dari tangga paling bawah sampai paling atas."
Mereka kembali tertawa dan kali ini Alex juga ikut menertawakan Chiko. Cowok yang biasanya tidak pernah peka dengan guyonan teman-temannya kini tertawa mendengar kabar kesialan Chiko.
"Lo juga ikut ketawa Bos? Parah lo, parah banget!" Chiko memandang Alex tidak percaya. "Waktu gue lagi sukses aja gak pernah ikut bahagia, lah ini lagi menderita malah tertawa."
"Emang kapan lo sukses?" Tanya Alex dengan sisa tertawanya.
Chiko celingukan mencari jawaban. Tapi sepertinya dia tidak mendapatkannya. Alex sudah terlanjur men-skakmat dirinya, membuat dia menjadi orang bodoh sekarang.
"Gue seneng kok kalau lo sukses." Lanjut Alex membuat mata Chiko berbinar bahagia, "tapi seneng lagi kalau liat lo menderita."
"Sial lo!" Maki Chiko.
Alex kembali tertawa bersama teman-temannya, sedangkan Chiko menekuk wajahnya marah.
Ting...
Suara notifikasi dari ponsel Alex berhasil menghentikan kejailan yang sebenarnya ingin dia lanjutkan. Cowok itu merogoh kantong celana abu-abunya lalu membuka notifikasi tersebut.
Senyum dibibir Alex memudar. Rahangnya mengeras setelah membuka satu pesan dari nomor tidak dikenal.
"Brengsek!"
*****
Lily dan Indah saling pandang, lalu tatapan mereka beralih pada Eva yang sedang kesurupan.
Setelah mendapatkan chat dari gadis itu yang berkata dia menunggu mereka berdua di kantin, Indah dan Lily pun langsung saja bergegas. Beruntung jam pelajaran setelah istirahat kosong, gurunya tidak bisa datang karena ada leperluan mendadak.
Tapi sesampainya di kantin mereka dikejutkan dengan tingkah laku Eva yang tak seperti biasanya. Dia memakan banyak cemilan dengan rakus, bahkan bungkus-bungkusnya berserakan diatas lantai.
Jika sampai Alex tau, Eva pasti akan dimarahi habis-habisan.
"Va nyebut Va! Lo kenapa?!" Tanya Lily panik.
"Udah gak usah banyak bicara. Ayo pesan makanan!" Bentak Eva.
Karena perbuatan Eric perasaan Eva menjadi dongkol sekarang. Bisa-bisanya cowok itu mengerjainya. Bahkan saat dia mencarinya disegala arah, Eric tak juga menampakkan diri, ponselnya juga tidak aktif. Jadi jangan salahkan Eva kalau dia ingin mengamuk saat ini.
Indah mengangkat kedua bahunya kala Lily menatapnya penuh pertanyaan. Sebaiknya kali ini mereka mengambil jalan aman saja. Jangan coba-coba menolak perintah Eva. Orang yang selalu sabar pasti akan menakutkan kala mengamuk nantinya. Bisa saja dia akan membalikkan grobak bakso Mang Ujang.
"Mang bakso satu!" Teriak Indah.
"Mang saya mie ayam satu." Kini giliran Lily yang bersuara.
"Dua Mang, dua!" Ralat Eva.
Indah dan Lily menoleh menatap Eva. Tidak biasanya gadis itu memesan makanan yang kurang sehat seperti mie, tapi kali ini dia memesannya.
"Va. Lo bisa dimarahin Alex kalau ketahuan makan mie." Kata Indah memperingati.
"Tenang aja. Alex lagi kumpul sama temen-temennya di rooftop. Gak mungkin ketahuan. Ya kecuali kalian yang ngaduin."
"Eh itu tadi nyindir apa gimana ya? Gini-gini gue bukan tukang ngadu loh Va." Lily melipat kedua tangannya kesal.
"Aku gak nyindir kok. Ya cuma memperingati doang."
"Tapi lo tadi---"
"Mie ayam dua, bakso satu." Mang Ujang menyuguhkan dua mangkok mie ayam dan satu mangkok bakso diatas meja mereka.
"Makasih Mang." Ucap Indah ramah. "Nih dari pada kalian debat mendiangan makan makanan kalian sebelum jam pelajaran selanjutnya dimulai." Indah menyerahkan kedua mangkok mie ayam pada Eva dan Lily.
Dengan mengerucutkan bibir akhirnya Eva dan Lily menuruti saja apa yang dikatakan Indah. Walaupun begitu mereka masih saja saling lirik sambil menyenggol lengan satu sama lain.
"Apa lo liat-liat?!" Lily menaikkan dagunya tinggi-tinggi.
"Kamu yang ngapain liat-liat!"
"Ish! Udah dong. Gue mau makan nih, gak usah ribut bisa gak sih!"
"Jangan salahin aku dong Ndah. Lily tuh yang buat mood aku yang udah hancur malah dibuat berkeping-keping." Tukas Eva.
Dengan sebal Eva akhirnya mencampurkan saos dan kecap dalam mie ayamnya. Jika dipikir-pikir tak ada gunanya juga melanjutkan perdebatannya dengan Lily, yang ada dia akan berakhir kelaparan karena bertengkar sampai bel berbunyi tanpa menyentuh makanannya sama sekali.
"Mangkok sambalnya mana?" Eva celingukan mencari mangkok sambal yang ternyata tidak ada di meja mereka.
"Va jangan macem-macem. Alex bakal bener-bener marah kalau lihat lo seperti ini." Kata Indah memperingati.
"Ck! Alex gak bakal tau Ndah. Tenang deh." Kata Eva berlalu melangkah membawa mangkok mie ayamnya menghampiri bangku seberang untuk meminta sambal.
Belum sempat Eva sampai, seseorang terlebih dahulu menarik lengannya kasar hingga membuat gadis itu terhayun kebelakang dan mie ayam yang dibawanya jatuh dan mangkoknya pecah.
Eva menganga tidak percaya. Mie ayam yang sangat dia idam-idamkan kini bernasib mengenaskan diatas lantai. Dia mendongak menatap seseorang yang membuat makanannya hancur tak berbentuk. Ingin rasanya dia memaki orang didepannya. Tapi....
Plak...!
_______________
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...