BAB 36: Membenci orang yang salah.

148K 10.9K 172
                                    

Eva memandang ponselnya dengan tatapan kecewa. Waktu sudah menunjukkan pukul 18:00 tapi Alex belum juga pulang. Sedangkan Indah dan Lily sudah pulang kala waktu menunjukkan pukul lima sore tadi membuat gadis itu kini dilanda kebosanan.

Ketika waktu menunjukkan pukul 17:30 Papanya juga sudah menelpon agar Eva segera pulang. Inilah akibatnya memiliki Papa super protektif yang menganggap sang putri layaknya berlian. Bahkan pria parubaya itu marah-marah tidak jelas, sampai membawa nama Alex yang dihapus dari daftar calon mantu.

Sama persis seperti Inah.

Untuk menghilangkan kebosanan akhirnya Eva memutuskan berkeliling di rumah besar itu. Masa bodo jika dirinya kesasar. Dia bisa bertanya dengan pelayan yang sudah tersebar disepenjuru rumah nantinya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa rumah yang Alex tinggali memang sangat mewah. Disana terdapat pilar-pilar besar penyangga rumah, belum lagi guci ataupun vas bunga dan hiasan lainnya yang bisa diprediksi memiliki harga yang fantastis.

Disana juga terdapat ruangan khusus untuk olahraga, meskipun Eva yakin sudah lama Alex tidak menggunakannya tapi tetap saja ruangan itu terlihat terawat.

Hingga langkah Eva terhenti di balkon belakang rumah. Gadis itu melihat sesosok pria berperawakan tinggi dengan pakaian formal menatap kearah kolam renang dengan tatapan kosong. Dia adalah Herman, Papa Alex.

Eva meneguk ludahnya susah payah. Dia memang tidak pernah bertemu dengan sosok Papa Alex, tapi mendengar cerita Alex beberapa hari yang lalu membuat dirinya merasa segan berhadapan dengan pria paruhbaya itu.

Akhirnya Eva memilih melangkah mundur meninggalkan satu tempat itu. Sepertinya tidak baik mengganggu tuan rumah yang sedang melamun apalagi berdiri disampingnya.

"Mau kemana?"

Deg.

Eva kembali memutar tubuhnya pelan. Dia meringis kala mendapati Herman menatapnya dengan tatapan datar. Gadis itu memang bodoh! Seharusnya dia tidak usah berkeliling sampai balkon belakang.

"Kemari lah Nak."

Mendengar nada bicara pria parubaya itu yang melembut membuat Eva memiliki sedikit keberanian untuk melangkah mendekat.

"Ma-malam Om."

Herman tersenyum ramah, "Malam."

Eva kembali terdiam. Sungguh saat ini dia diserang rasa gugup layaknya bertemu langsung dengan Presiden. Rasa-rasanya Eva ingin pingsan saja.

"Tidak apa-apa Nak. Tidak usah canggung."

Gadis itu tersenyum tipis.

Herman terkekeh sebentar, "Apa kamu takut sama Om? Pasti anak bandel itu yang kompor-komporin kamu."

Eva meringis menyadari itu. Apa yang dikatakan Herman memang benar. Kenapa juga raut wajahnya mudah sekali ditebak, sepertinya dia harus sering memakai masker agar semua orang tidak bisa menebak suasana hatinya.

Herman menghela napas lelah, "Yakinlah Nak. Om sangat menyayangi anak bandel itu. Sangat."

Eva mengerutkan dahinya tidak mengerti. Sayang macam mana yang memisahkan seorang anak dengan ibunya?

"Apa yang Alex bilang tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Ma-maksud Om?"

Herman kembali menghembuskan napas. "Om tau kamu sudah mengetahui problem keluarga kami. Alex sangat menyayangimu, dia pasti mengatakan semuanya karena percaya padamu."

Eva kembali terdiam. Benar, Alex sudah mengatakan semuanya. Tentang sang Ayah yang tidak mau memberitahu kemana Mamanya berada. Tapi dilain sisi gadis itu nampak berpikir, apakah benar Alex menyayanginya sampai mau berbagi masalah dengannya?

Lu-Gu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang