Hai apa kabar kalian?
Ada banyak yang tanya masalah novel Lu-Gu yang sekarang sudah mulai sulit ditemui. Hal itu buat Author jadi merasa gak enak hati sama pembaca setia Lu-Gu.
Ada yang jadi penulis juga di sini? Cuman mau sedikit kasih tahu, ketika novel kita tidak begitu laku dipasaran pihak penerbit juga akan membatasi berapa banyak novel yang dicetak.
Begitupun dengan Lu-Gu. Agak sedih sih tapi pada kenyataannya novel Lu-Gu tak selaris di wattpad 🥺.
Yang buat Author sedih lagi yaitu ternyata masih banyak peminat yang ingin beli novel Lu-Gu tapi sayangnya gak kebagian. Oleh sebab itu, untuk mengurangi rasa kecewa pembaca Author memutuskan mempublikasikan ulang bab-bab yang sebelumnya pernah Author unpublish.
*****
"Uhuk...uhuk..."
"Ma, Sia sakit." Eva memijat lembut pelipisnya.
Gadis itu membawa figura kecil berisikan foto keluarga diatas pangkuannya. Mengusapnya lembut sebagai arti bahwa dia sangat merindukan kebersamaan itu.
Jikalau kondisi 'berpisah' keluarganya karena alasan perceraian mungkin dia masih bisa memperbaiki. Tapi ini kematian, dan yang bisa menyatukan hanyalah kematian juga.
Namun Eva masih punya Sadewo sebagai Papanya. Dia tidak mungkin meninggalkan pria paruhbaya itu sendirian. Papanya sudah begitu hancur karena kehilangan kedua anak serta istrinya. Bagaimana kehidupannya kelak jika Eva ikut meninggalkannya?
"Pusing banget." Eva meringis merasakan pusing dikepalanya yang tak kunjung reda.
Hanya karena dikejutkan dengan ular mati yang katanya kerjaan Arvin, Eva malah menjadi panas dingin setelah itu dan berakhir demam seperti sekarang.
Sebenarnya gadis itu masih merasa aneh dengan kejadian tersebut. Arvin tak pernah sekalipun seiseng itu sebelumnya, apalagi masalah anniversary.
Padahal seingat Eva tanggal dimana Arvin mengklaimnya adalah satu hari setelah Alex ulangtahun, berarti tanggal 23 karena Alex ulangtahun ditanggal 22. Namun kemarin adalah tanggal sembilan, bagaimana bisa Arvin menyebutnya Anniversary?
Tapi Eva memilih memikirkan hal positif saja. Dia memaklumi semua keisengan cowok itu, dan juga memaklumi soal lupanya tanggal jadian mereka. Karena sudah menjadi rahasia umum kalau kaum laki-laki tak mempedulikan tanggal jadian.
Ddddrrrtt... ddddrrrtt...
Ponsel Eva berdering, dia mengalihkan pandangan kearah benda pipih itu. Satu nama bertuliskan 'Ibu' terpampang jelas disana, membuat gadis itu tak segan untuk menggeser tombol hijau bergambarkan telepon.
"Hallo Bu?"
"Nak kamu mau apa? Biar Ibu buatin sekalian disini ya." Tawar Inah.
Gadis itu nampak berfikir, "Eva mau sop Bu." Jawab Eva saat bayangan sop muncul dipikirannya.
"Oke. Ibu masakin dulu ya. Kamu tidak usah belajar untuk saat ini, istirahat saja."
"Iya Bu." Tukas Eva. "Ibu?"
"Ya, Gimana Nak? Mau apa lagi?"
Eva terdiam sejenak, "Papa ... sehat?"
"Sehat. Tuan Sadewo sehat, dan kamu juga harus sehat Nak. Biar kalian saling---" Inah menghentikan kalimatnya. Wanita paruhbaya itu tersadar bahwa apa yang dikatakannya adalah hal sensitif yang tak pernah Eva sukai.
"Ibu, tolong minta Om Davin memperketat penjagaan Papa ya? Eva sayang Papa."
"Iya. Pasti Ibu sampaikan. Nak, percayalah. Semua akan baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...