"Gue gak meracuni pikiran dia man. Eva memiliki kehidupannya sendiri, biarin dia memilih tujuannya sendiri kalau lo ingin cewek lo sembuh dalam artian sebenarnya."
Arvin mengacak rambut frustasi. Matanya memandang pemandangan kota dari jendela apartemen. Kata-kata Bagas terus saja terniang dipikirannya.
Dia memang tak begitu mengenal Bagas, tapi walaupun begitu dia sangat sering melihatnya berkeliaran dilingkungan sekolah. Arvin tau kalau cowok itu adalah anggota paling tidak normal atau bisa disebut gila di geng Alex, bertingkah laku tidak wajar hingga dijadikan bahan hiburan bagi teman-temannya.
Namun kemarin sosok Bagas nampak berbeda dimata Arvin. Entah hanya dimata Arvin atau juga dimata teman-teman cowok itu. Bagas berubah menjadi cowok yang bijak, bahkan lelucon-lelucon yang selalu terlontar dari bibirnya terganti oleh sebuah kalimat panjang yang cukup serius.
Arvin mendesah kesal. Dia berjalan kearah lemari es dan mengambil air putih disana. Sepertinya dengan menegak air mineral itu bisa membuat pikirannya lebih tenang.
Cowok itu memejamkan mata saat kalimat Bagas kembali lagi terniang. Diiringi dengan wajah Eva yang bergentayangan dalam pikirannya. Arvin tau kalau dia salah, namun apakah tidak boleh memiliki satu saja kebahagian yang tak pernah dia dapatkan seumur hidup?
Dia berhak bahagia, Arvin berhak bahagia.
Tok...tok...tok...
Suara pintu diketuk cukup keras, membuat Arvin mengernyitkan dahi penuh tanda tanya. Siapa yang bertamu diapartemennya?
Tingtung...tingtung...tingtung...
Tok...tok...tok....
Suara bel dan gedoran pintu terdengar saling bersahutan, membuat Arvin melangkah perlahan meletakkan gelas air putih diatas meja.
Tok...tok...tok...
Arvin berdecak kesal, "Tuh orang pasti salah apartemen." Tebaknya.
Pasalnya Arvin tak pernah memiliki kenalan yang sebrutal itu. Tak memiliki sopan santun sampai mengetuk pintu orang sebegitu banyaknya seperti ada kebakaran saja.
Tok...tok...tok...
"Kak Arvin, buka pintunya!" Teriak seseorang dari luar.
Arvin membulatkan mata. Dia mengenal suara itu, itu suara Eva. Dengan langkah lebar cowok itu berjalan menuju pintu utama dan membukanya tanpa banyak menimang.
Eva langsung saja berlari masuk dan bersembunyi dibalik punggung Arvin dengan tubuh yang bergetar hebat, membuat Arvin mengerutkan kening tidak mengerti.
"Kamu kenapa Al?"
Eva menggeleng, dia mengeratkan pegangannya pada kaos merah yang dipakai Arvin dan menyembunyikan wajahnya disana.
"Kemari kau gadis sialan!"
Seorang wanita paruhbaya muncul didepan pintu apartemen Arvin dengan memegang pisau kecil yang sudah berlumur darah. Dia memandang Eva yang nampak bersembunyi dibalik punggung Arvin lalu beralih menatap cowok itu.
"Berikan gadis itu pada Bunda, Arvin."
Cowok itu menatap pisau kecil yang berlumuran darah, kemudian pandangannya beralih kebelakang memandang Eva yang masih saja bergetar ketakutan.
"Apa yang udah lo lakuin sama Alexa?!" Tanya Arvin geram.
Melihat tangan kiri Eva yang tersayat panjang hingga darah mengalir sampai menetes dilantai membuat Arvin murka seketika. Entah iblis apa yang telah melahirkannya itu, dia sangat malu memiliki ibu sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...