081XXX
Eva tolong ambilin kursi satu di gudang. Kursinya Vita rusak. EricEva mengerutkan kening. Kenapa pula dia yang harus mengambilkan kursi untuk Vita? Tidak bisa dibiarkan, mentang-mentang Eric ketua kelas bisa memerintah dirinya seenak jidat.
Eva.
Nomor kamu baru? Btw kenapa harus aku yang ambil kursi di gudang. Trus gunanya kamu buat apa? Buat pajangan kelas?
081XXX
Sialan lo! Gue dipanggil wali kelas ke kantor. Buruan!Eva.
Kenapa gak Vitanya sendiri?081XXX
Vita habis kecelakaan. Kalau lo lupa kakinya sekarang di gips.Eva.
Kenapa gak yang lain aja? Yang cowok gitu. Tega banget kamu Ric, masak cewek kamu suruh angkat-angkat.081XXX
Pelit banget lo Va jadi manusia. Yaudah biar gue sendiri nanti yang ambil kursi.Eva terkekeh membaca balasan pesan dari Eric.
Eva.
Iya" aku ambilin.Eva memandang kedua sahabatnya yang masih berleha-leha dibawah pohon taman sekolah. Jam istirahat memang sudah berbunyi dari lima menit yang lalu, tapi karena malas untuk ke kantin akhirnya mereka memilih taman sekolah sebagai pilihan kedua untuk beristirahat.
Sedangkan untuk Alex dan teman-temannya, mereka memilih rooftop sebagai tempat tongkrongan.
Sebenarnya cowok itu sangat ingin berduaan dengan Eva. Tapi melihat Indah dan Lily antusias ingin bersantai ria dengan gadis itu, membuat Alex mengurungkan niat. Sepertinya bukan hal buruk memberikan mereka bertiga kesempatan berkumpul bersama. Walaupun rasa cemburu itu ada, tapi setidaknya tidak sebesar kala Eva berinteraksi dengan cowok.
"Ndah, Ly. Aku ke gudang sebentar." Eva berdiri lalu menepuk rok abu-abunya.
"Ngapain?" Tanya Lily.
"Ambilin kursi buat Vita. Kursinya rusak, kasihan juga kalau dia ambil sendiri kan? Kakinya masih sakit gara-gara kecelakaan kemarin."
"Oh... ya udah. Mau kita temenin?" Tawar Indah.
"Gak perlu. Kayak ke kuburan aja, minta ditemenin." Jawab Eva seraya terkekeh geli.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Indah dan Lily, Evapun berjalan kearah gudang sekolahan. Memberikan sedikit senyuman kala berpas-pasan dengan teman yang dikenalinya, tak terkecuali bagi kaum cowok.
Memang perbuatannya itu akan sedikit menjadi beban dihati Eva, karena jika Alex tau kalau dirinya tersenyum pada cowok, dia tak segan memberikan bogeman pada cowok itu dan menyembur Eva dengan kata-kata pedas.
Tapi Eva sendiri tidak mau dicap sombong karena mengabaikan teman-temannya. Apalagi posisinya saat ini sudah berstatus jadi pacar Alex, sang cassanova sekolah. Pasti teman-temannya mengira kalau dia sombong karena derajatnya sudah mulai tinggi. Setinggi ibu negara.
"Tolong!"
Eva mendengarnya. Ada suara teriakan minta tolong yang berpusat dari arah gudang. Gadis itu menengok kesegala arah, tapi tidak mendapati siapapun disana. Gudang memang terletak jauh dari ruangan kelas membuat tempat tersebut jadi terlihat sepi.
"Tolong!"
Suara itu kembali terdengar. Eva meneguk ludahnya susah payah. Tidak ada pilihan lain, dia harus segera kepusat suara sebelum terjadi sesuatu pada orang tersebut. Tidak mungkin juga kalau dia harus lari ke keramaian untuk minta tolong. Durasi waktu tidak memungkinkan.
Kaki itu melangkah pelan kearah gudang. Eva bisa melihat kalau knop pintu seperti bergerak sendiri berulang kali lalu kembali terdengar suara minta tolong.
"Tolong!"
Eva menempelkan telinganya pada pintu gudang. Memastikan apa yang dia dengar barusan adalah nyata.
"Siapapun tolongin saya!"
Knop pintu kembali bergerak membuat Eva tersentak kaget. Gadis itu kembali menoleh kekiri dan kekanan memastikan ada seseorang yang bisa dimintai bantuan tapi hasilnya nihil. Tidak ada orang yang memiliki tujuan ke gudang.
Eva mengetuk pintu perlahan, "Apa ada orang didalam?"
"Iya-iya. Saya didalam. Tolong bukakan pintunya, saya terkunci dari luar."
Mata Eva mengarah pada lubang kunci yang ternyata memang benar ada kunci yang tertempel disana. Dengan cepat dia memutar kunci itu dan membuka pintunya.
"Joni?" Eva terlihat terkejut kala melihat Joni teman sekelasnya lah yang terperangkap didalam gudang.
"Terimakasih karena udah bukain pintu."
"Kenapa kamu bisa terkunci disini? Dan mana kacamatamu?" Eva mengerutkan kening kala mendapati Joni tidak memakai kacamata saat ini.
"Tadi ada yang bully saya dan memasukkan saya kedalam gudang. Mereka ada banyak, lima mungkin."
'Apakah Alex dan teman-temannya?' Batin Eva bertanya.
"Tapi saya tidak kenal mereka siapa."
Eva menghela napas lega. Ternyata tersangkanya bukan Alex dan temannya. Jika benar itu adalah Alex seharusnya Joni mengenalinya karena mereka satu kelas.
"Lalu kacamata kamu?"
"Tadi mereka melepas kacamata saya lalu melemparnya dari orang satu ke orang yang lainnya. Terus terakhir kali kacamata itu jatuh entah kemana."
Eva menatap Joni dengan tatapan nanar. Ternyata masih ada juga yang menggunakan sistem bully dan menganiaya manusia yang tidak punya salah seperti Joni. Apa yang mereka pikirkan ketika membully orang lemah, apa untuk kesenangan belaka? Eva baru menyadari bahwa salah satu yang kerap membully Joni adalah Alex. Pacarnya sendiri.
"Apa Alex masih suka bully kamu?"
Joni menggeleng, "Dia cuma memerintah saya membeli makanan di kantin lalu memberikan sebagian uang untuk saya jajan sendiri."
Eva menghela napas lelah, "Yaudah ayo kita cari kacamata kamu."
Joni mengangguk. Kini mereka berdua berkeliling mencari sebuah kacamata dari banyak tumpukan bangku dan fasilitas sekolahan yang sudah tidak terpakai.
Waktu semakin berlalu. Jam masuk sudah hampir berbunyi tapi tetap saja kacamata itu tidak diketemukan.
"Duh. Dimana sih Jon?" Eva nampak frustasi sekarang.
"Saya juga gak tau. Seharusnya jatuh disini. Saya ingat kalau terakhir mereka melempar kacamata saya kearah sini."
Eva kembali melangkah ke tempat yang ditunjuk Joni. Mulai mengacak-acak tempat didaerah sana. Hingga tatapannya tertuju pada kerah belakang Joni membuatnya teriak histeris.
"JONIIIII....!"
"Kenapa? Kenapa teriak-teriak?"
"Astaga..." Eva melangkah kearah punggung Joni, "ini kacamata kamu!" Eva menunjukan kacamata yang baru saja diambilnya dari kerah belakang Joni.
"Kacamata saya." Joni menggenggam kacamatanya hingga tidak sadar bahwa dia juga ikut menggenggam tangan Eva.
*****
Eva sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar mengangkat kursi. Hingga jadilah dirinya menyeret kursi itu saja dan membawanya ke kelas.
"Nih Vit kursi kamu." Eva memposisikan kursi itu dibelakang meja Vita, "astaga capek banget aku tuh."
"Lah kenapa lo ambilin kursi buat gue? Gue kan masih ada." Vita mengerutkan kening tidak mengerti.
Eva kembali menegakkan badannya. "Bukannya kursi kamu rusak?"
"Kata siapa? Kursi gue baik-baik aja kok."
"Trus mana kursimu?"
"Tuh dibuat tiduran sama Denis."
Mendengar penuturan Vita membuat tangan Eva terkepal menahan emosi. "ERIIIIIIC....!!!"
_______________
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...