Tak ada yang lebih indah dibanding memandang sang merah putih yang sedang berkibar di pagi hari.
Akibat tidak mematuhi peraturan sekolah kini Alex harus rela mendapatkan hukuman melawan teriknya sinar mentari demi memandang berkibarnya bendera Indonesia. Walaupun begitu setidaknya dia bisa sedikit bernapas lega, karena Bu Rina memberi hukuman hanya sampai pelajaran olahraga selesai. Tidak seperti guru piket lain yang memberi hukuman sampai jam istirahat berbunyi.
Para siswi yang sedang lewat ataupun yang sedang melaksanakan pelajaran olahraga dibuat gigit jari melihat peluh keringat yang membanjiri wajah Alex hingga mengalir melewati rahang tegasnya. Cowok itu terlihat dua kali lipat lebih keren jika dalam keadaan seperti itu.
Sepertinya guru memang harus setiap hari menghukum Alex seperti sekarang. Agar mereka bisa menikmati pemandangan gratis dari balik seragam yang dia pakai.
Alex tak menghiraukan tatapan penuh kagum para gadis yang sedang meloncat kegirangan sambil menggigit jari. Dia memilih menatap empat orang cowok yang sedang menertawainya diujung sana. Merekalah sahabat terbangke yang Alex miliki.
Tak butuh waktu lama untuk mengucapkan sumpah serapah pada sahabat-sahabatnya dari jarak jauh, kini tatapannya teralihkan dengan sendirinya menatap objek yang ada dibelakang tubuh Chiko, membuat bibirnya mengatup seketika.
Cowok itu mendapati Eva sedang dinasehati oleh Pak Teguh. Kepalanya menunduk sambil sesekali mengangguk saat menanggapi perkataan pria paruhbaya itu. Tak lama kemudian Pak Teguh terlihat berjalan menuju rerumunan murid sedangkan Eva berlari mengelilingi lapangan. Sepertinya gadis itu juga mendapatkan hukuman atas keterlambatannya.
Pandangan Alex tak lepas dari tubuh kecil gadis itu. Walaupun Eva berlari mengelilingi lapangan beberapa kali tapi tak menyurutkan semangat Alex untuk mengikuti arah tubuh kekasihnya bergerak. Bahkan Alex jadi terlihat aneh karena berputar dengan tangan yang masih hormat, membuatnya nampak seperti orang gila yang menirukan gaya gangsingan.
Alis Alex berkerut kala melihat Eva nampak berjongkok mengambil batu-batuan kecil, setelahnya kembali berlari memutar sesuai yang diperintahkan oleh Pak Teguh.
Gadis itu melemparkan bebatuan kecil kearah rerumunan teman-temannya yang sedang mendengarkan intruksi dari Pak Teguh lalu kembali berlari dengan kepala sesekali menengok kearah belakang
Eva mempercepat gerakan larinya kala seseorang keluar dari rerumunan lalu mengejarnya sambil mengusap kepalanya yang kena timpuk batu. Dia adalah Bagas, cowok paling dicemburui Alex semenjak berpacaran dengan Eva.
Gadis itu berteriak histeris saat melihat Bagas berlari semakin dekat mengejarnya. Dia ikut mempercepat larinya, namun dia kalah cepat dengan Bagas yang terlebih dahulu berhasil menarik tangannya. Cowok itu menggelitiki perut dan leher jenjang Eva, membuat gadis itu terbahak karena kelakuannya.
"BAGAAAASSS!!!"
Sebuah teriakan menggema disepenjuru lapangan. Semua orang mengalihkan perhatiannya kepusat suara, termasuk Bagas dan Eva.
Seorang cowok bernapas tidak beraturan dibawah tiang bendera. Wajahnya memerah menahan marah, lalu didetik kemudian dia pergi meninggalkan lapangan tanpa sepatah katapun.
Alex kembali cemburu.
*****
Kepala Eva bersandar pada pundak Alex dengan tangan yang terus mengusap lembut pipi cowok itu. Sudah hampir dua jam dia membujuk pacarnya agar tidak ngambek namun sepertinya tingkat kecemburuan Alex saat ini adalah yang paling parah seumur hidup.
"Udah dong ngambeknya." Bujuk Eva.
Alex tetap terdiam tak menanggapi perkataan Eva.
"Aku sama Bagas cuman temen. Lagi pula gak mungkin juga kan dia nikung kamu?"
Eva menghela napas lelah. Percuma saja dia berbicara sampai berbuih kalau pada akhirnya sang pacar memilih menulikan pendengarannya.
"Kalau kamu disuruh memilih, milih siapa? Aku apa Bagas?"
Alex tetap membisu tapi didalam hati dia ikut berpikir apa yang dikatakan Eva.
"Apa kamu yakin mau lepasin sahabat-sahabat yang udah nemanin kamu dari bertahun-tahun yang lalu hanya demi gadis yang belum genap satu tahun ada disamping kamu? Mereka udah hibur kamu setiap hari, melupakan semua masalah kamu dengan kekonyolan mereka, bahkan mereka rela menjadi korban keganasan kamu kala kamu mengamuk."
"Jika mereka seburuk yang ada dipikiran kamu maka udah dari dulu mereka gak mempedulikan kamu yang suka gak bisa mengontrol emosi sampai membahayakan nyawa sendiri."
"Tapi mereka tetap memilih disisi kamu kan? Bahkan mereka rela ikut tidur di trotoar sama kamu karena sedang ngambek sama Papa kamu."
Alex menatap Eva dengan tatapan menyelidik, "Bagaimana lo tau kalau gue pernah tidur di trotoar bersama mereka?"
'Mampus.' Batin Eva.
"Jangan bilang salah satu dari mereka ada yang cerita sama lo masalah itu."
Eva menggeleng membantah perkataan Alex, "Bu-bukan mereka kok. Beneran. Yang bilang itu ... yang bilang..." Eva menggigit bibir bawahnya nampak berpikir, "yang bilang Indah, iya si Indah. Dia sempat lihat kamu waktu pulang dari pesta temen bisnis Papanya."
Didalam hati Eva berdoa semoga Alex mempercayai alasannya. Dia sampai merutuki kebodohannya sendiri karena keceplosan. Semua informasi masalah siapapun memang bisa gadis itu dapatkan dengan mudah. Keahlian orang-orang dari Papanya selalu bisa diandalkan. Jangankan masalah Alex, masalah sandal jepit Eva yang hilang sebelah saja mereka bisa dengan cepat menemukannya.
"Oh."
Eva menghela napas lega. Balasan singkat dari Alex mampu mengangkat sedikit bebannya. Eva merasa belum saatnya Alex mengetahui semuanya, atau lebih tepatnya dia takut jika cowok itu meninggalkan dia setelah tau siapa dirinya sebenarnya.
Eva sudah kembali membuka mulutkan untuk mengatakan hal-hal yang akan membuat cowok itu luluh dan tidak ngambek lagi. Namun dia harus kembali menelan kalimatnya itu ketika melihat Pak Eko sang guru Ekonomi memasuki kelas.
Pelajaran dimulai. Alex menoleh ke kanan dan kekiri dengan perasaan gelisah. Pasalnya tas sekolah yang dibawanya berisi buku untuk pelajaran kemarin, dia tidak membawa buku pelajaran hari ini karena kesiangan tadi. Biasanya juga Eva yang menyiapkannya.
Mungkin jika sekarang pelajaran Bahasa Indonesia atau Matematika dia tidak akan segelisah ini. Masalahnya saat ini adalah mapel Ekonomi yang dibimbing oleh Pak Eko si guru galak. Dia tidak mau kembali dihukum karena tidak bisa menjawab pertanyaan. Imbas dari hukuman yang tadi saja masih membekas capeknya.
Alex melirik kearah Eva yang sudah fokus dengan buku paketnya. Gadis itu sama sekali tidak mempedulikan dirinya yang kelimpungan karena tidak membawa buku. Dia malah terlihat santai membaca buku sesuai perintah Pak Eko.
Tidak ada pilihan lain, akhirnya Alex menarik buku Eva hingga bergeser ditengah-tengah mereka berdua. Sebenarnya dia gengsi untuk meminta bantuan pada Eva karena masih dalam mode ngambek, tapi mau gimana lagi dari pada nanti dihukum membersihkan toilet lebih baik dia menurunkan gengsi.
Karena dia tau kebiasaan Pak Eko ketika melihat siswa yang tidak disiplin. Menghukumnya dengan menguras toilet lawan jenis. Jika orang itu laki-laki maka dia harus menguras toilet perempuan dan begitu juga sebaliknya. Bisa tidak punya muka karena malu Alex nanti.
Eva mendongak menatap Alex saat tiba-tiba buku yang sedang fokus dia baca bergeser. Mata cowok itu nampak memandang kekiri dan ke kanan dengan dahi berkerut marah.
"Gak usah pelit-pelit sama pacar. Dosa!" Ucap Alex tanpa mau memandang Eva.
Sekuat tenaga Eva menyembunyikan senyumnya. Cowok itu menurunkan egonya, Eva sedang tidak bermimpi kan?
__________________
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...