Hari demi hari telah berganti. Kemesraan yang dua sejoli itu lakukan pun semakin membuat kaum adam ataupun hawa gerah.
Jika tadi di kelas saat pelajaran sejarah Alex sempat-sempatnya bermesraan dengan Eva dari memainkan tangan kirinya, memainkan rambutnya, sampai mencium pipi gadis itu ketika guru menulis sesuatu dipapan tulis, kini kejadian serupa juga terjadi saat memasuki jam olahraga.
Dengan posesifnya Alex memeluk tubuh kecil Eva dari samping, sedangkan Eva terlihat nyaman-nyaman saja diperlakukan seperti itu.
Semua orang sempat dibuat berdecak tidak percaya, seorang Bad Boy sekolahan kini bisa luluh oleh sifat lugu dari Eva. Walaupun terkadang cowok itu sedikit berbuat kasar pada pacarnya tapi tidak membuat kemesraan mereka berkurang, malah bertambah jika Eva menenangkannya dengan bujuk rayuan.
"Gas, buatin ayat kursi sana terus tempel dijidat Alex. Biar tuh anak sadar." Tito memandang Alex dari kejauhan tidak percaya.
"Gue gak bisa, Ustad Chiko aja yang suruh buat sana."
"Bah! Chiko disuruh nulis arab? Mana bisa." Revan melempar krikil kecil kearah Bagas, dan langsung mendapat delikan tajam dari cowok itu.
Chiko yang sadar namanya ikut disebut langsung mengangkat tinggi-tinggi kerahnya, "Ente meragukan kepintaran ane. Ane kasih tau ya, ane bisa khatamin Qur'an dalam waktu lima menit."
"Yang bener lo Chik?" Bagas menggeser pantatnya mendekati Chiko yang duduk dipinggiran taman.
"Bener lah."
"Coba buktiin," ucap Revan.
"Bismilahirrohmanirrohim...."
Chiko benar-benar menghafal satu surat dalam Al-Qur'an tapi cuma Surat Al-Iklas sebanyak tiga kali membuat raut wajah tiga orang temannya tidak enak dipandang.
Chiko menyengir lebar, "Kata Bu Khotijah guru agama kita, membaca Surat Al-Iklas sebanyak tiga kali sama dengan membaca seluruh juz dalam Al Qur'an."
"Tumben lo dengerin omongan guru? Biasanya juga ngorok." Ucap Tito sinis.
"Eh jangan salah. Gini-gini gue juga bisa konsen sama pelajaran. Yah sebelum Alex memecah kosentrasi gue dengan adegan kayak gitu." Chiko menunjuk Alex dengan dagunya.
"Bener tuh. Gara-gara dia gue gak pernah konsen dalam pelajaran apapun. Secara Alex dan Eva ada didepan gue men, gue kayak lihat film didepan gue live." Kesal Bagas mengingat kelakuan Alex akhir-akhir ini.
Sekarang kelas mereka sedang menunggu datangnya Pak Teguh sang guru olahraga yang hilang entah kemana. Tapi hal itu bukannya menjadi hal yang menyebalkan malah menjadi hal yang menyenangkan. Mereka bisa berkeliaran ke taman sekolahan untuk berteduh sambil mengobrol ria.
"Woi!!! Semua kumpul!" Teriak Eric, sang ketua kelas.
Semua orang mendengar perintah itu, mereka juga mulai membungkam mulut masing-masing sambil menatap kearah Eric, tapi tidak mau melakukan perintah yang telah diserukannya tadi.
Eric mengacak rambutnya frustasi. Jika bukan karena terpaksa dia tidak akan mau menjadi ketua kelas, mana teman-temannya sangat sulit diatur.
"Pak Teguh berhalangan hadir! Kita disuruh main basket, dari yang cowok dulu lalu baru yang cewek!" Ketua kelas kembali berseru dengan gagahnya.
Masih hening. Hanya ada suara kendaraan yang berlalu lalang karena lapangan sekolahan memang dekat dengan jalan raya.
"CEPETAN!!!"
Akhirnya mau tidak mau semua murid laki-laki berjalan menuju tengah lapangan. Jika dipikir-pikir kasihan juga sama Eric yang selalu bertanggung jawab atas mereka tapi sangat disayangkan mereka terlalu malas untuk menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...