"Lex, kemarin lo dapet brownis dari Eva." Revan melempar tas ranselnya diatas meja, lalu duduk disebelah Alex.
Cowok bertindik hitam itu mengangkat sebelah alisnya, "Mana, kok gak sampai ke gue?"
"Gue kasihin ke Tito sama Bagas yang kebetulan main ke rumah."
"Lah, kampret! Itu kan buat gue." Alex menjitak kepala Revan.
Pacar dari Indah itu meringis sambil mengusap kepalanya yang kena jitak, "Biasanya juga dibuang, kan sayang. Lagian tuh brownis bah! Rasanya SEMPURNA."
"Tapi sekarang beda!" Kata Alex kesal.
"Beda gimana? Mau lo lempar dimukanya Eva?"
"Ck! Gue mau nerima pemberian Eva." Ucap Alex tanpa sadar.
Sebisa mungkin Revan menahan senyumnya agar tidak mengembang, Alex mulai menyadari perasaannya. Yah, walaupun agak telat karena Eva sudah dimiliki Arvin.
"Yah ... gimana dong. Udah ditelen sama Tito dan Bagas. Nunggu mereka setor di wc aja ya?" Ucap Revan terkesan mengejek.
"Sialan lo!" Alex mendorong kursi Revan dengan kakinya, membuat cowok itu bergeser agak jauh darinya.
Revan terkekeh melihat ekspresi dongkol sahabatnya yang satu itu. Tak disangka cowok semacam Alex yang memiliki harta berlimpah bisa ngambek gara-gara tidak mendapatkan brownies dari Eva. Padahal dia bisa membeli yang lebih enak dari buatan gadis itu.
"Tapi ada sisanya kok." Tukas Revan.
Alex menatap Revan dengan sorot mata berharap, "Mana?" Tanya nya antusias.
"Bentar." Revan membuka resleting ranselnya lalu mengambil secarik kertas kecil didalam sana, "Nih."
"Apa-apaan nih?!" Alex membolak-balik lipatan kertas itu dengan dahi berkerut.
"Dibuka goblok! Cuman itu yang tersisa. Tito sama Bagas gak doyan."
Alex menatap Revan sekilas lalu pandangannya kembali mengarah pada lipatan kertas kecil ditangannya. Dia segera membuka lipatan itu lalu melihat apa yang ada didalam sana.
Alex, browniesnya dimakan ya. Aku baru belajar buat, semoga rasanya enak.
Dan lagi, kamu jangan suka berantem, soalnya aku udah gak bisa obatin luka kamu lagi kayak dulu.
Eva.
Senyum Alex mengembang sempurna. Dia tahu kalau semua ini bukalah prank. Cowok itu kenal benar dengan tulisan Eva, dan kertas yang ada digenggamannya sekarang memang asli tulisan gadis itu.
"Lo masih bisa Va, masih bisa." Ucapnya pada kertas yang ada dalam genggamannya.
Sudut bibir Revan sudah berkedut menahan tawa. Dia kembali menyaksikan jiwa falling in love Alex yang sudah lama tidak nampak. Entah kenapa Revan sangat suka melihat Alex seperti itu. Sifat maconya hilang seketika karena jatuh cinta.
"Woi bro! Senyum-senyum bae. Obat udah diminum apa belom, gila lo nanti." Ucap Chiko yang baru datang bersama Tito dan Bagas.
"Apaan sih." Alex melipat kertas itu kembali dan memasukkannya kedalam kantong seragam OSISnya.
"Gue ke toilet dulu." Kata Revan berpamitan dengan keempat sahabatnya lalu berlari keluar kelas.
Chiko, Bagas, dan Tito memandang punggung Revan yang berangsur menghilang dalam belokan pintu, "Tuh anak kebelet beneran." Kata Tito yang diangguki Chiko dan Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...