BAB 64: Masih berharap

122K 9K 1.3K
                                    

"Saya akhiri pelajaran kali ini. Jangan lupa PR-nya dikerjakan." Ucap Bu Widya mengemas beberapa bukunya yang berceceran.

"Sekian dari saya dan ... selamat siang." Ucapnya, setelah itu bel tanda pulang berbunyi.

"Siang Bu..." Ucap semua siswa serentak.

Bu Widya beranjak pergi meninggalkan kelas Xll IPS 2, lalu satu detik setelahnya seorang cowok asing dengan tampang tanpa dosa memasuki kelas dan langsung menghampiri satu bangku disana.

Eva mendongak kala seseorang mengemasi bukunya yang masih berserakan diatas meja, lalu menghela napas saat mendapati orang itu adalah Arvin.

"Kak Arvin kelasnya udah selesai?" Tanya Eva.

"Hm. Seperti yang kamu lihat."

Gadis itu mengangguk. Dia mengeluarkan beberapa alat tulis serta buku lain dari dalam loker mejanya, yang langsung direbut oleh Arvin lalu dimasukkan didalam ransel.

"Aku mau latihan badminton dulu dan kamu harus ikut." Tukas Arvin yang kembali mendapat anggukan dari Eva.

"Yuk." Arvin menggenggam tangan gadis itu, membawanya pergi meninggalkan kelas yang masih ramai.

Dibangku dekat tembok, seorang cowok menonton semuanya dari awal. Rahangnya mengeras menahan emosi. Tak ada yang salah tapi dia sangat tidak terima jika Eva disentuh oleh cowok lain, apalagi cowok itu adalah musuhnya sendiri.

"Sekarang sudah menjadi lautan api---" Nyanyi Chiko.

"MARI BUNG REBUT KEMBALI..." Sambung Revan, Tito, dan Bagas hampir bersamaan.

Alex melirik sinis kearah empat sahabatnya yang sedang tertawa renyah. Seperti tau kalau lagu 'halo-halo bandung' itu ditujukan untuknya. Jika untuk masalah mengejek mereka memang selalu berada dibaris terdepan.

"Udah sana temuin Mami lo yang tersayang. Udah janjian kan? Sini ponsel lo. Kalau lo masih ada kuota gue pinjemin ponsel gue, kalau kagak ada maaf aja ya." Kata Bagas.

Alex mendengus kesal, "Maunya gratisan mulu."

"Eh gue gak lagi minta gratisan ya. Ini tuh transaksi sewa menyewa."

"Terserah." Alex memberikan ponselnya pada Bagas, lalu mengambil ponsel cowok itu yang masih berada dalam kantong seragamnya.

"Ingat kata-kata kita kemarin. Cari tau siapa dari mereka yang ternyata buruk. Jangan pakek otot, tapi otak." Kata Chiko memperingati.

"Hm."

*****

Eva memandang 'kok' yang terlempar kesana kemari sesuai pukulan pemain. Arvin terlihat antusias dengan olahraga yang satu itu, hal tersebut bisa dilihat dari bagaimana dia menyikapi sebuah kekalahan. Cowok itu selalu meminta main ulang saat kalah, membuat Eva menggeleng takjub.

"Minum Kak." Eva menyodorkan sebotol air mineral kala Arvin sudah berada didepannya.

Cowok itu menerima minuman dari Eva lalu menegaknya sampai habis setengah. Dia duduk disamping gadis itu, mengelap keringat dengan handuk kecil miliknya.

"Kak, ayo pulang."

Arvin menoleh lalu mengacak rambut Eva gemas, "Kita makan dulu."

Gadis itu mendengus lelah, namun tak urung mengiyakan ajakan Arvin. Bagaimanapun juga dia memang sudah mulai lapar sedari tadi, tidak mungkin ajakan itu dia tolak.

Perjalanan dari sekolahan ke tempat makan yang Arvin tuju bisa dibilang lumayan jauh, jarak yang dia tempuh memerlukan waktu kurang lebih setengah jam dari sekolahan. Membuat Eva menggerutu dalam hati karena perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi.

Lu-Gu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang