BAB 19: VS

180K 13.4K 2.5K
                                    

Drrrtt... drrrtt...

Getaran ponsel disertai lagu Ceria mengalun sudah lebih dari lima kali. Sebuah panggilan bertuliskan 'Sayang😘' tak hentinya memenuhi layar berbentuk persegi panjang tersebut. Itu dari Alex dan cowok itu sendiri yang menamainya dikontak Eva.

Gadis itu melihat panggilan itu juga menyadarinya, tapi dia tak berniat mengangkatnya.

Setelah kepulangannya dari sekolah tadi Eva hanya duduk termenung di ruang makan. Kelakuan gila Alex-lah yang membuat dia hampir depresi karena kembali mengingat kenangan masa lalu. Tabrakkan antara dua mobil, darah, dan sebuah ledakan besar. Lalu gelap.

Eva menjambak rambutnya sendiri kasar. Tidak, dia tidak boleh mengingatnya. Dia baik-baik saja sejauh ini. Hanya satu kenakalan yang dilakukan pacarnya tidak mungkin membuat depresinya kambuh.

Getaran ponsel ke enam kembali berbunyi. Gadis dengan poni depan itu berdiri dan menggebrak meja. Dia bergegas menyambar handuk dan memasuki kamar mandi untuk menyegarkan diri, tanpa peduli akan nasib seseorang yang mengkhawatirkannya disebrang sana.

Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk Eva menyegarkan diri di kamar mandi. Disana bukan tempat mewah seperti kebanyakan orang kaya yang memiliki tempat tersendiri untuk berendam ataupun shower. Ditempat itu hanya ada bak mandi dan juga gayung, jadi jangan heran kalau Eva bisa mandi dengan cepat.

Diliriknya ponsel yang masih tetap berada diatas meja. Benda itu nampak menyala dan memperlihatkan satu nama yang sama seperti saat pertama kali bergetar tadi. Eva mendengus kesal, dia memilih mengabaikannya dan kembali melangkah menaiki tangga menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

Hingga kegiatan memakai pakaian dan menyisir rambut selesai Eva pun kembali turun untuk mengisi perutnya yang sudah mulai keroncongan. Dari atas dia bisa melihat layar ponselnya masih saja menyala. Entah apa yang cowok itu ingin katakan sampai tak memberi jeda untuk ponselnya beristirahat.

Gadis itu melangkah menuju meja makan tempat ponsel miliknya tergeletak. Sepertinya sudah cukup membuat Alex khawatir, dia tidak tau kalau pacarnya akan menelpon sampai berkali-kali seperti itu saat dirinya tak mengangkat telepon.

Dia mengambil ponsel dengan malas lalu menatap layar itu. Tiba-tiba senyumnya melebar kala melihat nama berbeda berada dilayar utamanya. Ini bukan dari Alex tapi dari orang yang jauh disana yang amat Eva rindukan.

Dengan segera Eva menggeser tombol hijau dan me-Loudspeaker ponselnya biar dia bisa mendengar suara dengan jelas tanpa harus meminta mengulai kalimat sebelumnya pada lawan bicaranya.

"Aku rindu." Kata Eva membuka suara.

"Saya juga sayang."

"Kenapa gak pernah ada kabar?"

Pria disebrang sana menghela napas panjang, "Kamu tau jawabannya."

Eva merunduk sambil memainkan jemarinya, "Aku ingin bertemu. Apakah gak akan pernah bisa?"

"Tentu bisa." Ucap pria itu lalu hening untuk beberapa detik, "kita akan berakhir bersama."

"Maksudnya mati bersama kan?"

"Sia! Jaga ucapanmu."

"Maaf." Kata Eva dengan nada bergetar serta air mata yang perlahan mulai turun membasahi pipi.

"Maaf sayang. Saya tidak bermaksud membuatmu menangis, hanya saja saya tidak suka kamu menyebut soal kematian."

Eva terdiam mencoba mengontrol tangisnya sebelum kembali membuka suara. Dia tidak mau orang diseberang sana menganggapnya lemah, dia kuat. Masih kuat.

Lu-Gu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang