Semua siswa tercengang menatap kearah Alex dan Eva. Walaupun mereka tidak cuman berdua di bangku pojok kantin tetap saja aura berbeda tercium. Pasangan baru itu selalu menjadi pusat perhatian semenjak pertama kali menyandang status pacaran.
Bagaimana tidak? Mereka berdua bagaikan dua kutub yang bertolak belakang. Alex cowok urakan dan tukang emosian bisa bersanding dengan Eva cewek lugu dan tidak banyak tingkah. Walaupun banyak kaum hawa tidak iklas menerima jika Alex jatuh ditangan Eva, tapi mereka tidak pernah ada niat untuk meneror ataupun membully Eva terang-terangan.
Karena mereka tau siapa Alex. Dia akan menuntaskan apapun yang dia anggap mengganggu, tanpa belas kasihan sama sekali.
Sebelumnya tak ada kaum hawa yang berani mendekati cowok tampan yang satu itu. Sifat dingin serta kasar yang selalu ditunjukannya terhadap banyak orang tak perduli cowok ataupun cewek membuat mereka mundur teratur. Alex pernah berbuat kasar pada seorang cewek yang tak sengaja menginjak sepatunya. Memang sangat disayangkan cowok setampan itu memiliki sifat buruk yang melekat didalam tubuhnya.
Tetapi pada saat ini mereka seperti menelan penyesalan. Melalui mata kepala sendiri, mereka melihat Alex dapat bertingkah lembut terhadap Eva hingga membuat perasaan iri menggrogoti hati mereka.
Jam masuk kembali berbunyi. Semua orang yang menikmati waktu istirahatpun berhamburan meninggalkan kawasan kantin. Tak terkecuali keempat sahabat Alex dan kedua sahabat Eva.
Sebelum memutuskan memasuki kelas, Alex terlebih dulu mengajak Eva ke kios milik Mbak Tika untuk membeli roti sesuai pesanan Bagas. Tadi cowok itu terus menyinggung masalah roti yang dimakan Alex beberapa hari yang lalu tanpa seizinnya. Memang dasarnya Bagas adalah cowok perhitungan juga akhirnya Alex disuruh mengembalikan roti lima kali lipat.
Untung yang diserobot Alex cuman roti. Jikalau dia tidak sengaja menyenggol ponsel cowok itu yang harganya selangit bisa berabe ceritanya. Disuruh ganti rugi ponsel lima kali lipat.
"Roti lima, air mineral satu." Ucap Alex dengan tidak sopannya pada Mbak Tika.
Eva memandang Alex tidak percaya. Ingin rasanya memberikan sedikit teguran pada cowok itu, tapi nyalinya jadi menciut kala melihat wajah sangar Alex.
"Lo mau sesuatu?" Pandangan Alex beralih pada Eva yang masih menatapnya.
Tangan besar Alex terulur merapikan rambut nakal yang menghalangi wajah cantik Eva. Tatapannya berubah 180° dari tatapan yang diberikannya pada Mbak Tika, membuat sisa siswa yang berada di kantin berdecak tidak percaya.
"Sayang..."
"Eh emm... enggak. Aku udah bawa minum dari rumah." Eva menampilkan cengiran lucunya dihadapan Alex.
Alex tersenyum miring. Tentu dia menyadari kalau sebenarnya Eva sedang gugup saat ini. Biarkan saja, gadis itu malah terlihat berkali-kali lipat lebih lucu saat gugup, apa lagi ketika menampilkan cengiran andalannya.
Tangan besarnya mengacak rambut Eva gemas lalu mengambil roti dan air mineral yang sudah diambilkan oleh Mbak Tika. Alex menaruh satu lembar uang berwarna biru diatas meja sebelum mengajak Eva keluar dari area kantin tanpa meminta kembalian pada Mbak Tika.
Tapi langkah mereka terhenti kala seseorang menghalangi jalan keduanya.
"Hai."
Seseorang tak dikenal menyapa Eva. Membuat yang dipanggil menoleh dan kembali menyapa, "Hai."
Rahang Alex mengeras. Seorang cowok berani menyapa Eva saat disebelahnya ada dia, cowok itu patut diajungi jempol.
"Cuman mau bilang kalau minggu depan eskul mading bakal ngadain konser persahabatan. Kalian bisa dateng kan? Lokasinya di lapangan depan."
Senyum Eva melebar. Sebelum dirinya menjawab, terlebih dahulu dia menoleh kearah Alex yang sedari tadi hanya diam saja, "Bisa. Kami usahain bisa."
"Oke. Kalau begitu sebagai tanda terimakasih, kami memberikan gelang persahabatan untuk kalian."
Cowok itu mengeluarkan dua buah gelang warna hitam dari kantong yang sedari tadi dia bawa untuk dipasangkan ditangan Alex dan Eva. Pertama, dia ingin memasangkannya ditangan Alex tapi langsung ditepis oleh yang punya tangan.
"Biar gue sendiri," ujar Alex singkat.
Yang benar saja cowok itu mau memakaikan Alex gelang. Yang ada dirinya dikira homo karena saling memakaikan satu sama lain.
Panitia eskul mading itu hanya mengangguk dan tersenyum sampul. Kini perhatiannya beralih pada gadis cantik disamping Alex, dengan semangat dia mengambil tangan Eva untuk dipakaikan gelang. Gadis itu tersentak kaget saat pergelangan tangannya digenggam oleh cowok lain selain Alex. Bisa berabe urusannya jika Alex tau.
"Bangsat!"
Nah kan.
Satu bogeman mentah mendarat mulus dirahang milik panitia mading itu, hingga dia terpental diatas lantai dengan keras. Alex langsung saja menindih perutnya dan kembali menghajar membabi buta. Tak ada perlawanan sedikitpun karena lawan belum siap dengan serangan dadakan membuatnya berakhir mengenaskan.
"Alex! Udah." Eva mencoba menarik tangan Alex tapi cowok itu seperti tidak perduli.
"Berani-beraninya lo nyentuh cewek gue. Mau cari mati lo?! Hah," Ucap Alex menggebu-gebu.
"Alex. Udahan!"
Kali ini Alex mendengarkan perkataan Eva. Mata nyalangnya menangkap sosok diri Eva yang terlihat khawatir melihat keadaan si cowok. Dengan segera Alex berdiri lalu mencengkram kedua bahu Eva kuat, membuat gadis itu meringis sakit.
"Lo bela dia?!" Bentak Alex.
"Bukan gitu---"
"Gue pastiin dia mati tepat dihadapan lo."
"Alex---"
"Ke kelas sekarang!" Alex menarik lengan Eva kasar dan membawanya keluar kantin.
Banyak pasang mata yang melihat adegan menarik itu. Dan sekali lagi para cewek kembali merasa menyesal telah mengagumkan Alex yang bersikap lembut tadi. Mereka jadi tau dari adegan barusan bahwa sang pentolan sekolahan mempunya emosi yang gampang berubah-ubah.
*****
Seluruh siswa dalam kelas terperanjat kaget saat Alex menyeret pacarnya sendiri masuk kedalam kelas lalu mendorongnya kasar agar duduk dibangku. Tentu saja dengan ditutup oleh badan kekar cowok itu yang duduk disebelah Eva, membuat akses jalan keluar hilang seketika.
Hanya sampai disitu. Iya, memang cuman sampai disitu. Seorang Alex yang biasanya ketika marah bakal mengeluarkan kata-kata sumpah serapah sambil menendang apapun yang ada didekatnya, kini malah menjadi cowok pendiam ketika amarah melanda. Entah gara-gara apa. Mungkin karena dia mendapatkan sedikit hidayah dari Tuhan atau----tidak ingin Eva kenapa-kenapa.
Eh?
_______________
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Lu-Gu (Selesai)
Teen Fiction"Larilah sekencang mungkin, sembunyilah ditempat yang lo suka. Dimanapun lo berada gue pasti bisa nemuin lo." "Karena apapun yang udah gue klaim menjadi milik gue gak akan pernah gue lepasin." Ini tentang Eva, yang menghabiskan sisa hidupnya untuk...