Dua hari berlalu...
21.00
Sinar benar-benar bingung, harus menjenguk Adam atau tidak. Dia ingin, tapi, perasaan kecewanya masih sangat membekas di hatinya.
Satu persatu kenangan demi kenangan yang membuat dirinya kecewa terhadap seorang Adam pun mulai tersusun kembali.
Bagaimana Adam mempermainkan perasaannya, bagaimana Adam dengan mudahnya mengatakan kalau dirinya itu hanya dijadikan tempat pelampiasan, semua tersusun rapih dalam memori nya.
Ya Tuhan, harus apa aku ini? Kalau pun aku menjenguknya, apakah akan berpengaruh?
Di sana, pasti akan ada Deandra juga. Apakah aku harus kembali merasakan pedih itu kembali?
Manusia tengil....
"Ada apa?"
"Udah abis berapa ember?"
"Lagi gak mau bercanda Dani."
"Terus maunya apa?"
"Ada apa?"
"Mau nangis terus sampai Jakarta banjir?"
"Gua bingung Dani! Gua gak tau harus ngapain?!"
"Hati lu bilang apa?"
"Gak tau, antara iya, dan engga."
"Kata antara nya dihapus. Gak penting."
"Susah Dani!"
"Apalagi yang lu pikirin?"
"Banyak!"
"Nar, gua tau lu kecewa sama Adam. Tapi gua tau, hati lu masih untuk Adam. Jadi, apalagi?"
"Perasaan kecewa itu Dan. Setiap gua mikirin dia, yang selalu terbayang itu hal itu."
"Itu karena otak lu isinya kebencian semua."
"Lu bisa bilang begitu. Sekarang gua tanya sama lu, gimana rasanya, orang yang lu sayang itu ngekhianatin lu?!"
Dani tidak menjawab pertanyaan Sinar. Karena, dia pun pernah merasakannya, dan itu karena Adam.
"Gak bisa jawab kan?! Itu yang gua rasain Dan!"
"Coba mengalah Sinar."
"Dan apakah lu ngalah di saat seperti itu?"
"Nar."
"Dan, lu pun pernah merasakan. Lu harusnya ngerti gimana susahnya keadaan sekarang."
"Tapi lu sayang sama dia Sinar!"
"Gua sayang sama dia, tapi gua kecewa Dani! Lu paham gak sih?!"
"Jangan menyakiti hati lu sendiri Sinar! Coba berbicara jujur dengan hati lu sendiri!"
"Berbicara dengan hati gak akan ada jawabannya."
"Nar, gua tau lu masih menginginkan sosok Adam hadir dalam hidup lu."
"Ya, gua memang menginginkannya. Tapi Adam yang dulu. Adam yang belum pernah buat gua kecewa sama sekali."
"Please Nar, temuin Adam sekarang. Gua gak tega harus ngeliat lu nangis terus."
"Bodoh! Kalau pun gua ketemu Adam, lu pikir gua bakal bahagia gitu?!"
"Setidaknya hati lu lebih tenang sudah bertemu Adam!"