23.30
Setelah selesai acara yang menurutnya berantakan. Ia termenung di rooftop rumahnya. Tidak perduli dengan angin malam yang dingin menerpa tubuhnya.
Menurutnya angin dingin ini tidak seberapa dengan apa yang tadi terjadi. Suatu hal yang tidak terduga, dan yang tidak diinginkan terjadi. Matanya mulai memerah, menahan sesuatu yang hendak keluar.
Sesekali ia memejamkan mata nya untuk menahan sesuatu itu. Namun, kejadian tadi berputar kembali di otaknya. Ingin kembali membuka matanya, namun takut.. Takut kalau apa yang dibayangkan, kembali terulang kembali.
Tangannya mencengkram sebuah pagar besi yang berada di rooftop. Sesekali sampai membuat pundak nya bergetar.
Ia pun memberanikan membuka matanya, dan butiran bening keluar dari matanya. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan butiran itu untuk tidak keluar dari matanya. Tidak ada suara yang ia keluarkan.
Dari kejauhan
Fahrezi baru saja keluar dari kamarnya, ia habis berbincang-bincang dengan istri tercintanya. Ia ingin menuju ke dapur untuk membuat kopi dan menuju ke rooftop.
Di rooftop hanya ada sebuah pintu yang terbuat dari kaca. Fahrezi masih bisa melihat dengan jelas, bahwa ada orang yang sedang berdiri di dekat pagar besi.
"Adam? Ngapain tuh anak disini?" batin Fahrezi
Fahrezi pun membuka pintu kaca itu. Dan ia meletakkan kopi hangatnya di meja.
Adam yang masih dalam keadaan kacau, belum menyadari kalau ada orang selain dirinya yang berada di rooftop.
Fahrezi pun memegang pundak Adam yang bergetar, Adam pun tersadar dan mengalihkan pandangannya sambil menghapus air matanya.
Adam pun memberanikan diri untuk menatap sang papah. Dengan sebisa mungkin, Adam memanipulasi keadaan kacau nya sekarang. Fahrezi pun sebagai papahnya tentu tidak dapat dibohongi. Serapih-rapihnya sang anak memanipulasi keadaannya, ia akan tau apa yang terjadi.
"Kamu kenapa Dam?" tanya Fahrezi
"Gak papa kok Pah." ucap Adam dengan suara serak
"Gak usah bohong sama papah." ucap Fahrezi
"Adam baik pah. Gak ada masalah kok." ucap Adam yang masih berbohong kepada Papahnya
Papahnya merangkul Adam dan membawa sang anak ke tempat duduk yang berada di rooftop.
"Dam, ini papah. Orang yang udah bersama kamu, dari kamu belum lahir di dunia ini. Papah yang tau kamu dari kecil kayak gimana. Papah tau meski kamu berusaha menutupi keadaan kamu yang sebenarnya. Ayolah Dam, papah udah bilang, anggap papah seperti teman kamu sendiri." ucap Fahrezi
Adam pun langsung memeluk papahnya. Untuk yang kedua kalinya, Adam menjadi rapuh seperti kayu lama yang sudah dimakan oleh rayap. Butiran-butiran bening terus mengalir sampai ke baju. Bahunya bergetar hebat. Adam menumpahkan segalanya di pelukan ayahnya.
"Kamu kenapa Dam?" ucap Fahrezi yang berusaha menenangkan putranya.
Adam masih enggan menjawab pertanyaan sang papah. Ia tidak mampu untuk berbicara, seakan-akan mulutnya terkunci untuk tidak mengeluarkan satu huruf pun.
Fahrezi yang belum tau apa yang menyebabkan putra kesayangannya menjadi seperti ini, hanya mengelus lengan sang putra.
"Tenangin diri kamu dulu. Cerita ke papah, apa yang terjadi?" ucap Fahrezi
10 menit berlalu dengan butiran air mata yang masih mengalir namun tidak sederas tadi.
"Pah." lirih Adam