[Sequel Unbelieve]

3.7K 370 128
                                    

Pandangannya mulai mengabur.

Kepalanya teramat pusing.

Nafasnya sesak.

Langkahnya pun terseok-seok membelah pepohonan hutan yang kini terlihat menyeramkan.

Ingin rasanya ia meneriakkan nama teman-teman satu pekerjaannya, berniat meminta pertolongan. Namun suaranya terasa tercekat. Seolah tertahan ketika sampai ditenggorokan.

Kedua tangannya ia gunakan untuk menekan pendarahan pada betis kirinya. Disana terdapat dua lubang luka kecil. Luka yang merupakan gigitan ular berbisa itu sukses membuatnya hampir tumbang ditempat. Tapi sebisa mungkin ia menahan semua rasa sakit yang menyerang, dan pergi menuju markas tempatnya bekerja.

Suara gergaji mesin dan runtuhan pohon sudah terdengar samar. Meski begitu, ia sudah tau kalau keberadaan teman-temannya tak jauh dari tempatnya berpijak. Ia mencoba mengatur nafasnya yang memburu. Berjalan perlahan, bertumpu pada satu pohon ke pohon lainnya.

"Aku sudah tidak kuat. Rasanya sakit sekali.." lirihnya.

Tubuhnya merosot bersandar pada batang pohon besar yang terlihat lebih tua dari yang lainnya. Lebatnya daun didahan yang bercabang dari pohon tersebut melindunginya dari sengatan sinar matahari. Serta udara sejuk dan segar menyapa dirinya.

Namun sayang, keadaannya sekarang tidak memungkinkan dirinya untuk menikmati semua kenyamanan itu. Yang ada dipikirannya hanya satu. Ia sangat berharap seseorang datang menolongnya yang hampir sekarat. Membawanya pergi ke rumah sakit terdekat, agar mendapat perawatan.

Pikirannya kacau dengan berbagai alasan. Ia memejamkan matanya ketika menyadari bahwa kini dirinya hanya bisa pasrah. Menerima segala sesuatu yang akan terjadi di kemudian. Entah itu, tetap hidup atau mati? Karena sungguh, tubuhnya sudah mati rasa.

Mendadak bulu kuduknya meremang, saat ia mengetahui kalau dirinya tidak sendiri. Ia sadar sedari tadi ada sesosok yang tengah mengawasinya dari atas pohon; tempat dimana ia bersandar. Dengan sisa kesadaran yang ada, ia membuka kembali kedua matanya lalu mendonggakkan kepala.

Ia terdiam. Mulutnya terbuka, hendak mengucapkan permintaan tolong akan tetapi lidahnya kelu. Tatapannya terlihat memohon pada sosok gadis yang sedang duduk santai sambil memakan sebuah apel merah diatas sana.

Melihat wajah pucat menahan sakit itu, membuat gadis tadi merasa iba sekaligus khawatir. Ia membuang apel merah yang ada digenggamannya, sebelum melompat turun. Tak memperdulikan blouse putihnya yang sedikit kotor karena tanah, gadis itu berjalan mendekati sang pemuda. Mata hazel yang indah itu menelisik satu persatu anggota tubuhnya. Hingga tatapan itu tertuju pada betis kiri miliknya yang masih mengeluarkan darah. Gadis berwajah cantik itu menatapnya miris, sebelum mendudukan diri dihadapan sang pemuda.

Dalam penglihatannya yang sudah memburam, pemuda itu melihat si gadis menarik kaki kirinya. Tak lama kemudian, ia meringis sakit saat betis kirinya ditekan dari atas hingga ke luka bekas gigitan ular. Beberapa kali hingga darah yang sudah tercampur oleh racun itu keluar.

Setelah mengeluarkan racun ular tadi, gadis itu memejamkan matanya. Berkonsentrasi, mencoba mengumpulkan kekuatannya yang sudah lama sekali ia keluarkan. Mungkin terakhir sebulan yang lalu ketika ia bertemu dengan pemuda bersurai hitam; bernama Han Jisung. Ah, mengingatnya membuat gadis itu kembali merasa sedih. Ia merindukannya, bahkan sangat.

"CHA BARO!!" teriakan itu sukses mengagetkannya. Segera ia beranjak dari duduknya, berniat pergi meninggalkan pemuda itu. Ia tidak ingin keberadaannya diketahui oleh orang asing. Cukup dua tahun lalu, ia dimanfaatkan dan diberlakukan tidak bermoral.

HAP

Baro menahan pergelangan tangan gadis asing yang telah membantunya itu. Ia tidak bermaksud lain, hanya ingin berterima kasih. Namun tubuhnya masih merasa lemas sekali. Sedangkan yang ditahan malah semakin panik, karena teman-teman Baro yang semakin mendekat.

[Stray Kids IMAGINE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang