[With Them 2]

2K 210 24
                                    

June 24th, 2067

Angin malam berhembus kencang, menerbangkan surai kehitaman milik Jisung.

Meski dinginnya mengigit hingga ke tulang, si pemuda Han bergeming tak menghiraukan. Saat ini dia tengah bersandar pada salah satu tiang di pinggir rooftop gedung berlantai lima belas. Sama sekali tak peduli pada ketinggian yang dahulu selalu bisa membuat tubuhnya bergetar ketakutan.

Sepucuk daun mint ada di antara bilah bibirnya. Membantu membuat tubuh Jisung menjadi lebih hangat meski angin terus berhembus. Sore tadi kota sempat diguyur hujan, menyisakan udara dingin serta aroma amis tanah yang basah di malam hari. Melihat langit malam yang bersih tanpa saputan awan, Jisung berpikir takkan ada hujan susulan. Itu sebabnya ia memilih keluar dari barak untuk memandangi sang rembulan.

Melihat bulan purnama yang menggantung sendirian di atas sana sama seperti melihat dirinya sendiri. Bulan itu adalah satu-satunya benda langit yang bersinar di kegelapan malam tanpa ditemani gemintang seperti malam-malam lalu. Sama seperti Jisung yang merupakan satu-satunya bocah yang selamat dari peristiwa perang tujuh belas tahun lalu tanpa seorang pun teman.

Teman.

Jisung tertawa kecil bersamaan dengan sebulir air mata yang turun dari pelupuknya. Sungguh, hidup Jisung benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat usai perang kala itu. Jika dulu perpaduan cokelat dan mint dengan segala deskripsinya sangat cocok menggambarkan presensi si bocah Han. Maka kini hanya tersisa rasa mint. Cokelat dan segala deskripsinya telah mati.

Sama seperti presensi Felix dan Seungmin dalam hidupnya.

Jisung benar-benar merindukan kedua temannya yang amat berharga itu. Rindu berdebat dengan si bocah pirang pecinta es krim stroberi. Rindu dengan kalimat-kalimat menenangkan dari pemilik mata hazel yang mencintai si tawar vanila. Rindu berlarian di bawah teriknya matahari musim panas. Rindu bermain bola di atas pasir pantai yang kecokelatan. Rindu setiap detik yang ia habiskan bersama Felix dan Seungmin.

Dan kerinduan itu membuat lubang yang ada di hati Jisung kian melebar. Jisung tidak bisa untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri atas kematian dua temannya tujuh belas tahun lalu. Jisung benar-benar membenci dirinya sendiri yang telah gagal menyelamatkan kedua temannya kala itu.

Jika waktu bisa diputar kembali ke masa itu, Jisung tidak akan meninggalkan keduanya. Jika pun mereka akan mati, Jisung sama sekali tidak peduli. Atau jika nyawa bisa ditukar, Jisung rela menukarkan nyawanya untuk kedua temannya itu.

Yang jelas Jisung tak mau seperti sekarang; menderita dengan perasaan bersalah yang tak ada habisnya. Hidup sendiri dengan luka yang tak pernah terobati. Jisung ingin kedua temannya kembali.

"Han Jisung?"

Jisung terperenjat begitu mendengar namanya dipanggil. Dengan segera ia menghapus air matanya yang sempat menetes sebelum berbalik dan menemukan sosok pemuda berambut kecokelatan yang datang menghampirinya.

"Jadi kau masih hidup," ucap pemuda yang terus mendekat sembari meraih bungkus rokok yang ada di kantong celananya. "Kupikir kau sudah mati karena melompat dari atas sini."

Jisung memutar bola matanya, "Ck, aku tidak sebodoh itu."

Pemuda yang sudah tiba di samping Jisung itu tertawa. Ia mengulurkan tangannya yang memegang bungkus rokok pada Jisung, menawarkan gulungan nikotin secara cuma-cuma. Tapi dengan cepat Jisung menggelengkan kepalanya, menolak. Jisung lebih suka menghisap pucuk daun mint yang ia dapat di jalan daripada gulungan nikotin yang mematikan.

Seperti yang dikatakan tadi, Jisung tak sebodoh itu. Meskipun selama ini ia memang ingin segera mati.

"Ya, kuakui kau memang tidak sebodoh itu. Lagipula mana ada orang bodoh yang lihai merakit bom sepertimu." Pemuda itu kembali tertawa sementara di sampingnya Jisung tampak sekali tak tertarik dan memilih kembali memandangi langit. "Aaah, orang-orang Selatan sana harus melihat seberapa hebatnya bom rakitanmu."

[Stray Kids IMAGINE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang