53. Seperti Mimpi

20K 818 26
                                    

Happy Reading

Tidak semua akhir adalah penutup.

***

Tasya menghapus air matanya yang entah kapan akan berhenti turun-tanpa mengurangi kecepatan berlarinya.

Gadis itu berlari membawa perasaan hancur yang menimpa dirinya tanpa memperdulikan suara menyeramkan yang berasal dari awan. Cuaca yang mulai gelap karena ingin turun hujan sudah menggambarkan jelas perasaan gadis yang tengah lari itu.

Kehidupannya sudah benar-benar hancur. Banyaknya fakta yang menerpa dirinya membuatnya kehilangan semangat untuk hidup. Pertama, selama 17 tahun ia tidak mengenal seorang yang telah melahirkannya ke dunia dan tinggal bersama orang yang sebenarnya asing. Kedua, kehilangan orang yang sangat berharga di masa kecilnya. Ketiga, kehilangan orang yang paling di cintai melibihi cintanya kepada dirinya sendiri.

Semua orang mempunyai garis takdir masing-masing. Salah satunya adalah gadis malang ini. Mungkin inilah garis takdir yang Tuhan berikan kepadanya. Selalu kehilangan orang yang di sayangnya. Tasya tidak bisa menentang takdir itu. Tuhan sudah menetapkan takdir kepada setiap hamba-Nya. Tidak ada yang bisa merubahnya kecuali Tuhan dan orang itu sendiri.

Namun, bagaimana jika ia ingin merubah takdirnya tapi ia sudah tidak punya niat untuk melakukan prosesnya, jangankan niat, gairah untuk hidup pun bahkan sudah sirna.

Kakinya melangkah semakin cepat. Rintikan air mulai turun ke bumi membasahi tubuhnya dari ujung sampai kaki. Memori itu seakan berputar di kepala Tasya, mulai dari dimana ia di pertemukan oleh seorang cowok tak di kenal sampai melewati berbagai hal-hal yang mereka jalani.

Hujan turun semakin lebat, tubuhnya gemetar hebat karena dingin. Kakinya berhenti melangkah. Tasya memeluk dirinya sendiri sambil menangis. Suara hujan yang menyentuh tanah begitu keras membuat isakannya tersamarkan di tambah tidak ada orang yang melintas di tempat ini.

Gue sengaja bawa lo ke sini. Gak banyak orang yang tau tempat ini. Biasanya kalo gue pengin teriak, gue selalu ke sini, gak akan ada yang dengar.

Mengingat itu. Tangis Tasya semakin pecah di temani gemuruh hujan yang lebat di malam hari.

Tasya terduduk di aspal tengah jalan jembatan itu, sendirian di tengah kegelapan. Hanya ada beberapa lampu jalan yang menerangi tempat itu.

"Kenapa lo ingkarin janji, Zayn?" lirih Tasya pelan.

"Kenapa?!"

Tasya berteriak dengan isakannya semakin kencang di setiap kalimatnya, memanfaatkan keadaan yang tidak dapat di dengar oleh siapapun. Sekalipun dapat di dengar, Tasya tidak peduli. Ia ingin melampiaskan semua perasaannya di sini. Di jembatan dimana seseorang pernah membawanya dan membuatnya bahagia di sini, saat itu. Namun, siapa yang sangka, tempat ini justru menjadi saksi curahan hati Tasya yang terluka.

Gadis itu menunduk sambil memegangi dadanya yang sangat sesak. Kepalanya terasa sangat berat bukan kepalang, tubuhnya menggigil hebat, nafasnya sesegukan, dan mata yang sudah tidak kuat menahan perihnya air yang menusuk ke matanya.

Sepertinya ini akhir dari seorang Tasya Kirana. Kehidupannya sudah hancur, peluang untuk memperbaiki semuanya pun sepertinya hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Ia bahkan takut untuk pulang ke rumah. Ia tidak memiliki tujuan setelah ini.

ZAYNTASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang