Happy Reading 🌵
***
Tasya mengeluarkan kotak pemberian Zayn tadi dari tasnya. Ia menatapnya, tapi enggan membukanya. Seakan ada sesuatu yang menahan tangannya untuk melakukan itu. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menyimpannya di dalam lemari bajunya.
****
Matanya masih terpejam rapat. Tubuhnya masih asik menggeliat menikmati ruangan bersuhu dingin. Cahaya pagi yang menembus kaca ruangan itu pun tidak menghalangi aksinya. Namun, satu yang mampu mengganggu tidur nyeyak-nya. Ketika pintu kamarnya terbuka dan terdengar suara alarm alami dari ibunya.
"Tasya, bangun ini udah pagi." Sepertinya yang di sebut namanya menulikan telinganya.
"Kamu udah nggak pusing, kan?" Gea menyibak selimut yang menutupi leher gadis itu untuk di sentuh.
Memang. Ketika Briant baru saja mengantarnya pulang malam itu, gadis itu demam mendadak tanpa di ketahui sebabnya membuat Gea khawatir dan mengizinkan Tasya untuk tidak pergi ke sekolah. Namun sekarang, nampaknya gadis itu sudah baik-baik saja.
"Beberapa bulan lagi kamu UN lho. Jangan banyak absen." ucap Gea. Beliau masih setia membuat putrinya membuka matanya.
Tasya hanya bergumam tanpa mengeluarkan kata untuk menjawab bundanya.
"Udah di tungguin di bawah," Gea berucap seraya menepuk-nepuk bahu anaknya.
"Suruh Fara duluan aja, Tasya masih ngantuk." Jawabnya dengan suara purau khas orang bangun tidur.
"Bukan Fara,"
Tasya membuka matanya perlanan menunjukan keterkejutannya secara tidak langsung. Jika bukan Fara lalu siapa? Tidak mungkin Della menjemputnya untuk pergi ke sekolah, kan?
Ada satu nama terbesit di otaknya. Namun, dengan cepat ia tepis.
Mulutnya tidak mampu bertanya siapa.
"Zayn jemput kamu lagi."
Oh God! Pagi-pagi begini jantung Tasya di buat seperti habis maraton. Pupil matanya melebar medengar itu. Ia menelan ludahnya susah payah.
Lagi?
Iya. Lagi. Setelah sekian lama cowok itu tidak mampir ke rumahnya.
"Tasya izin sehari lagi ya, Bun?" Tasya berusaha mengelak.
"Eh. Apa-apaan. Enggak, kamu harus sekolah, dia itu udah ke sini dari kemarin, cuma kamu nggak keluar kamar."
"Terus Tasya harus gimana?" tanyanya dengan wajah polos.
"Ya kamu mandi, siap-siap sekolah terus berangkat sama dia."
Tidak untuk hari ini. Tasya belum siap berinterkasi dengan cowok itu. Hanya saja hatinya belum siap untuk terluka kembali. Karena luka yang kemarin masih belum kering.
"Tasya berangkat sama Bunda aja, boleh, kan?"
Gea menghela napas. Sebenarnya ia merasa tidak enak hati kepada Zayn. Namun, ia sungguh tau bagaimana perasaan putrinya saat ini.
"Yaudah. Kamu mandi. Bunda turun dulu bilang sama Zayn," Gea berdiri dan beranjak dari kamar Tasya.
Bundanya tidak berbohong mengenai kehadiran cowok itu datang ke rumahnya. Tatapannya langsung jatuh kepada seorang cowok tinggi dengan seragam sekolah yang tidak di masukan ke dalam celana serta tas yang hanya di sangkuti di sebelah bahu sedang berbincang dengan Bundanya di bawah sana. Tasya melihatnya dari lantai atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAYNTASYA
Teen Fiction(COMPLETED) Zayn Revaro, di akui sebagai primadona sekolah SMA Pelita Bintang karena wajahnya yang tak karuan tampan. Terbiasa mendapati orang lain dekat dengannya hanya karena harta, membuat seorang yang di juluki 'Most Wanted Boy' itu tumbuh menj...