65. Letter

18.3K 728 20
                                    


Happy Reading 🦖. Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen di akhir cerita!

*****

"Lo mau ngomong apa, Nggi?"

Bangku taman dekat sekolah sekarang sedang di duduki oleh Tasya dan Ranggi. Mereka juga di temani langit yang akan berubah menjadi gelap.

"Gue cuma mau ngasitau sama lo alasan gue sama Zayn berantem di lapangan waktu itu," Ranggi mulai membuka suara. Keadaan pun menjadi serius seketika. Tasya menatap Ranggi— ingin mendengar baik-baik apa yang Ranggi katakan.

"Waktu gue lagi di lapangan. Zayn datengin gue. Dia nanya sama gue soal hubungan gue sama lo. Dia pikir kita ada hubungan, Sya. Dia pikir kalo gue yang membuat lo ngejauh dari dia. Bahkan sampe dia pikir kalo gue mau ngulangin perbuatan gue dulu lagi ke dia. Lo tau, kan?" Ranggi menjelaskan. Tasya menampakan wajah tidak percayanya.

"Maksud lo dia cemburu?"

"Gue nggak tau soal itu. Tapi yang jelas gue nggak terima di tuduh kayak gitu sama sahabat gue sendiri, Sya." Bahkan Ranggi masih menyebut Zayn sebagai sahabatnya meski sudah lama hubungan mereka tidak baik.

"Tapi nggak seharusnya lo buat dia babak belur. Nggak semua masalah bisa lo selesaikan dengan berantem, Nggi."

"Gue kelepasan waktu itu. Maafin gue, Sya." Ranggi menyerongkan tubuhnya menghadap Tasya.

"Dan nggak cuma itu gue pengen ketemu sama lo. Gue mau minta tolong sama lo. Gue nggak mau dia salah paham sama gue. Lo tau kan gue mau damai sama dia? Bantu gue, Sya." Tasya menatap mata Ranggi. Ada kesungguhan dan permohonan di sana. Tasya jadi kepikiran. Bahkan hubungannya dengan Zayn juga sedang tidak baik-baik saja. 

"Maafin gue, Nggi. Karena gue lo jadi kebawa masalah gue sama dia. Sebagai permintaan maaf gue, gue akan coba buat lo sama dia damai lagi." Tasya bertekad.

"Gue juga minta maaf, udah hadir dalam hubungan kalian."

"Nggak, Nggi. Lo sahabat gue. Bahkan gue lebih dulu kenal lo daripada Zayn. Jangan minta maaf, lo nggak salah."

Ranggi tersenyum. Ia mengacak pucuk rambut sahabat perempuannya itu gemas. "Iya. Makasih, Tasya." Tasya tersenyum.

****

Banyak orang berjoget di bawah lampu warna-warni yang berkedip di sana dengan berbagai macam busana terbuka serta minuman di tangan mereka. Mereka semua terlihat tertawa. Rata-rata orang yang mampir ke sini adalah untuk melepas beban mereka. Hal itu juga di lakukan oleh seorang cowok yang baru saja terluka hatinya. Namun, remaja itu tidak menghiraukan orang yang menari bebas di sekitarnya. Ia memilih duduk di sofa besar dengan pemikirannya sendiri. Banyak rokok dan botol serta gelas kecil terpapar di meja yang ada di hadapannya untuk memanjakan dirinya.

Alisnya hampir bersatu karena saking banyaknya hal yang ia pikirkan. Ia kembali meneguk satu gelas soda untuk membasahkan tenggorokannya yang terasa kering.

Zayn sudah di titik terhancurnya. Ia belum pernah sehancur ini hanya karena perempuan. Jika tahu berurusan dengan cinta serumit ini. Zayn akan memilih hidup tanpa adanya kasih sayang di dunia. Semua orang tidak ada yang menyayanginya secara sungguh-sungguh. Semua yang datang padanya hanya untuk mempermainkan perasaannya. Bahkan perempuan yang kini ia sayang pun begitu padanya.

ZAYNTASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang