"Terkadang rasa kehilangan membuat masa depan menjadi tidak bahagia. Tapi kau bisa mengatasinya dengan selalu bersyukur." - Aminor
-----"Apa yang kau inginkan?" Tanya Rai untuk ke sekian kalinya. Ia duduk di ujung tempat tidurnya. Lalu melihat jam tangannya. 11.00 AM.
"Aku tidak akan menggangu hidupmu, namun sebelum aku meninggal kemarin ada sesuatu yang belum tersampaikan, ada pertanyaan yang belum aku jawab, ada hal yang belum aku lakukan, dan ada kesetiaan yang belum aku capai. Aku juga menginginkan kau menjaga seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Tenang saja, aku akan menjagamu selagi kau tidak bertindak negatif." Dengan panjang lebar suara itu menjelaskan.
"Sudikah kau menolongku? Menolong seseorang yang sudah menyelamatkan nyawa mu?"
"Pertama, aku tidak meminta kau menyelamatkan ku atau tidak. Kedua, aku tidak berharap untuk hidup kembali. Jadi, siapa yang salah disini? Siapa yang pantas ditolong disini?" Elak Rai. Sudah menjadi hal yang lumrah jika Rai mewarisi sikap keras kepala dari papanya, ia tidak akan mengalah pada siapapun yang tidak ia kenal.
"Seharusnya kau bersyukur kau masih bisa hidup. Jika bisa memilih aku akan memilih menyelamatkan nyawa ku sendiri daripada menyelamatkan orang seperti kau!" Pekik suara itu menggelegar tapi tak sedikitpun Rai gentar.
"Jika itu bisa, maka aku pun akan memilih hal yang sama," jawab lirih Rai.
Hening. Rai dan sosok itu bergeming. Lelaki tinggi itu diam-diam mengusap punggung Rai meski tidak bisa terlihat oleh Rai. Tapi Rai masih bisa merasakannya. Dingin, tapi menghangatkan raga.
Hingga akhirnya Rai pun kembali memulai percakapan. "Siapa kau?"
"Namaku Reihan. Panggil aku Rei. Tepat pada hari kita bertemu, kau mengalami kecelakaan dengan jantungmu dan aku meninggal karena perutku terkoyak oleh sebuah pisau. Jauh-jauh hari sebelum aku meninggal aku pernah berwasiat pada sepupuku jika aku meninggal suatu saat aku ingin mendonorkan jantungku pada orang lain yang membutuhkan tanpa imbalan apapun. Dan itu sudah rencana Tuhan. Waktu itu kau kritis membutuhkan donor jantung secepatnya, kurang dari enam jam jantungku pun sudah beralih kedalam dada kirimu," cerita pemuda tinggi itu yang ternyata bernama Reihan.
"Hari kita bertemu? Siapa kau? Kapan kita bertemu?" Tanya Rai sambil mengerutkan keningnya.
Bukannya menjawab pertanyaan Rai, Reihan malah menirukan gaya Rai yang sedang emosian, "kalau jalan liat-liat dong!! Bukannya minta maaf Lo!!"
Tiba-tiba ingatan Rai kembali pada hari sebelum ia mendapati papanya yang sedang berselingkuh. "Lo?!" Ucapnya melayang menatap cermin seolah ada orang disana.
"Lo orang yang nabrak gue?" Tambahnya.
"Sebaliknya. Lo yang nabrak gue!" Klasifikasi Reihan.
Rai bangkit dan menyadari sesuatu yang membuatnya mendekati jaket yang ternyata telah tersimpan di lemarinya yang terletak di pinggir meja cermin itu. Ia membuka semua resleting nya dan menjumpai sebuah foto.
"Ini Lo, kan?" Tanyanya, lagi-lagi pada sebuah cermin. Sekarang ia tampak seperti orang bodoh.
"Lo nge-fans sama gue? Lo nyolong foto gue dari mana?"
"Siapa yang nge-fans sama Lo? Jangan ke GR-an jadi orang!" Sentak Rai.
Hening. Reihan tidak kembali menjawab. Suasana menjadi dramatis. Rai seakan tau hal yang membuat sosok itu diam. Hubungan diantara mereka diam-diam mulai saling mengenal satu sama lain. Karena sekarang apa yang Reihan rasakan Rai pun seolah merasakannya meskipun Rai tidak bisa melihat Reihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merpati Putih [DONE]
Teen FictionRaiza, seorang mahasiswa penyakitan yang berusaha mendapatkan ketenangan tiba-tiba harus terlibat dalam pertikaian orang yang tidak dikenalinya. Bermula dari pertemuannya dengan hantu yang tiba-tiba bisa ia lihat setelah operasi jantung. Reihan, han...