Bagian 48

531 57 2
                                    

Tik!

"Ah! Hujan!" Seru seorang wanita sambil meletakkan telapak tangannya diatas kepalanya untuk dijadikan pelindung.

Kaki-kaki kecilnya berlari kecil menuju halte yang tidak jauh dari tempatnya tadi berdiri. Tidak biasanya orang yang selalu menjemputnya tidak datang dalam waktu lebih dari setengah jam.

"Kemana dia?" Tanyanya pada dirinya sendiri lalu jari-jemari nya menari-nari diatas permukaan ponselnya.

"Nomor yang anda tuju tid--"

"Ck!" Jempolnya menekan tombol gagang telepon di nomor yang berbeda

"Nomor yang anda tuju--"

Dan yang terakhir nomor maminya sendiri.

"Pliss!!"

Klik!

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan--"

"Pada kemana sih orang-orang?!" Erang Ara lalu mendudukkan paksa pantatnya di kursi halte yang basah itu. Ia tidak peduli!

Kalau papinya, mungkin ia bisa toleransi karena pekerjaannya memang sangat banyak, mami juga mungkin sedang mengurus butik dan bisnisnya. Tapi Bang Ax? Di kantor juga cuma main game!

Setidaknya kalau dia tidak bisa jemput, gapapa! Tinggal bilang saja! Ara juga gak akan neko-neko kok! Mungkin sudah dari tadi ia akan memesan taxi online! Kalau gini kan ribet! Hujan sangat deras seperti ini, pesan taxi online pun percuma! Yang ada malah dimarahi dan dibatalkan oleh supirnya!

Jalanan sepi, hanya ada satu-dua motor yang melaju kencang menembus hujan deras. Ara sendirian. Harusnya ia tidak keluar dari gerbang kampus tadi! Harusnya sekarang ia berada dirumah, atau di kelas yang lebih nyaman. Padahal ia sudah menunggu ditempat biasa bang Ax menjemputnya. Ada apa sih sebenarnya? Kenapa hatinya tiba-tiba tidak tenang ya?

"Halo gadis manis..."
____________

Rai menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Langit bergemuruh diantara rintikan hujan yang semakin didengar semakin riuh. Harusnya suasana seperti ini menjadi suasana yang nyaman untuk tidur tetapi...

"Hah!"

Rai membalikkan badannya kekanan, melihat pintu kamarnya yang tertutup rapat. Pemandangan disebelah kanan tidak lebih baik dari pemandangan disebelah kiri. Maka ia berbalik lagi ke arah kiri.

Air hujan pasti sudah membasahi balkon dan kaca jendela kamarnya. Tiba-tiba ia jadi rindu masa kecilnya. Selalu senang ketika hujan. Ia bisa menyentuh permukaan dingin di kaca jendelanya. Tapi hujan adalah musibah terbesar orangtuanya. Kadang-kadang papanya kesal karena tidak bisa kekantor. Mamanya juga tidak bisa pergi hanya untuk sekadar ke butik. Padahal, pada saat hujan lah keluarganya bisa berkumpul.

"Hh!"

Teman tidak punya, ponsel hilang, orangtua tidak tahu kemana. Baru saja Rai keluar dari rumah sakit Rai harus ditinggal sendirian lagi, harusnya minimal ada yang jagain dia disini! Kalau ada yang mau jahatin Rai gimana? Kalau ada hantu yang ngikutin dari rumah sakit gimana?

Ngomong-ngomong tentang hantu, Rai tiba-tiba teringat pada Rei. Rei kan pertama kali datang saat Rai baru saja pulang dari rumah sakit. Padahal ia berharap Rei bisa ada disini.

"Kira-kira, Rei dikubur dimana ya?" Tanya Rai pada dirinya sendiri. Ingin sekali dia menemui tempat peristirahatan terakhir Rei. Ia ingin meminta maaf sekaligus berterimakasih kepadanya.

Punggung Rai bangkit, tangannya lalu meraih benda kotak besar diatas nakas. Sebuah laptop.

Meskipun ponsel Rai hilang, tapi ia selalu rajin mem-backup data dari ponsel ke laptopnya. Meskipun beberapa media sosial tidak bisa ia buka di dua perangkat, tapi media sosial yang penting harus selalu ia check!

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang