Bagian 54

796 48 9
                                        

Ax menjalankan mobilnya secepat mungkin. Untung tidak ada siapapun di mobil ini selain dirinya, kalau mami sama papi tahu dia ngebut pasti dia udah diserang habis-habisan sama mereka. Tapi pikirannya semakin memikirkan adik perempuannya itu, dan membuatnya semakin gelisah tidak menentu. Harusnya Ax senang dan bahagia setelah adiknya yang Hilang bertahun-tahun sudah ditemukan, tetapi hatinya dilanda kecemasan tentang hal-hal yang belum tentu terjadi nanti. Bagaimana jika dia tidak bisa adil kepada kedua adiknya? Bagaimana jika Ran mengira jika alasan dia dicari-cari hanyalah untuk dimanfaatkan saja? Pernyataan semacam itu masih tetap saja berkeliaran bebas didalam pikirannya.

"Ara!" Teriak Ax ketika memasuki rumahnya. Kedua orangtuanya lega ketika dirinya datang, karena selama ini Ara selalu menuruti perintah Ax dan luluh kepadanya.

"Ara masih didalam?" Tanya Ax pada kedua orangtuanya yang menjawabnya dengan anggukan.

"Ara buka pintunya atau Abang dobrak?" Ancam Ax. Semua orang yang mendengarnya termasuk Ara kaget mendengar pertanyaan Ax. Tidak pernah Ax se kasar ini pada Ara, dia selalu membujuk dengan sabar dan yang terpenting jauh dari kata kekerasan.

"Sekalipun bang Ax gak pernah kayak gitu sama Ara! Ini pertama kalinya Bang Ax bilang kasar! Apa sekarang bang Ax udah gak sayang lagi sama Ara? Bang Ax lebih sayang sama adik baru nya kan?" Air mata Ara sudah merebak, tidak bisa ditahan.

Ax tidak mampu menebak raut wajah adiknya yang masih berada didalam kamar, tapi dari suaranya yang bergetar pada kalimat terakhirnya dia bisa menebak kalau Ara tengah menahan tangisnya.

"Kami sayang banget sama kamu, nak. Gak ada yang bisa gantiin kamu. Keluar ya, nak," jawab papi Anthony lalu mengetuk pintu anak perempuan satu-satunya dengan wajah tegang.

"Keluar dong, sayang. Mami tunggu kamu dari kemaren, kamu gak kangen sama mami? Mami kangen sama kamu, Mami pengen peluk kamu," lanjut Mami Amber yang masih berlinangan air mata.

"Ra.. Ara.. maafin Abang. Abang gak bermaksud buat kasar sama kamu, Abang cuma khawatir sama kamu. Abang sayang banget sama kamu, gak bakalan ada orang yang bisa hapus rasa sayang Abang sama kamu. Tapi sekarang Abang lagi capek. Abang bolak-balik dari rumah ke rumah sakit terus ke rumah lagi cuma buat kamu. Keluar dong, yuk. Ara sayang kan sama bang Ax?"

Ara berfikir sejenak untuk memikirkan kata-kata tiga orang yang menunggunya dibelakang pintu sana. Apakah itu benar?

"Beneran? Tapi kalian harus janji bakalan jelasin semua rahasia keluarga kita sampe gak ada rahasia yang ditutupi lagi!" Pinta Ara didalam kamarnya.

"Gak ada lagi yang kami rahasiakan, kita kan udah janji buat saling terbuka ya," jawab papi Anthony lagi lalu memandang anak dan istrinya.

"Gak ada rahasia lagi, Ara. Nanti Abang jelasin semuanya sampe kamu gak mau lagi denger penjelasan dari Abang. Tapi sekarang keluar dulu ya? Abang capek nih, belum istirahat berdiri terus dari tadi. Kalo Abang sakit terus pingsan gimana?"

Sejurus kemudian setelah kalimat itu Ara langsung membuka pintunya dan langsung memeluk Abang kesayangannya.

"Jangan sakit, jangan pingsan," ucapnya di pelukan abangnya yang masih bau badan itu karena belum sempat mandi hari ini.

"Nah gitu dong keluar. Kamu lapar kan? Yuk makan!" Ajak Ax sambil mengusap surai adiknya.

Ara menggeleng cepat karena baru saja dia memakan habis satu porsi mie instan didalam kamarnya.

"Udah Abang duga kalo kamar kamu tuh udah kayak minimarket."

"Peluk maminya juga dong, masa kangennya sama abangnya doang?"

Ara beralih memeluk maminya manja. "Kangen mami juga," ujarnya sambil menyembunyikan wajahnya di pelukan ibunya.

Melihat istri dan anaknya saling berpelukan, papi Anthony lantas ikut-ikutan memeluk mereka sambil mengajak Ax. Jadilah mereka berempat saling berpelukan.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang