Bagian 12

980 78 3
                                    

"Jati diri itu ada ditangan manusia masing-masing. Tuhan akan selalu menganugerahi rezekinya pada semua orang, mau itu yang baik atau yang jahat. Tapi satu hal yang harus manusia ingat. Manusia diciptakan untuk mengabdi dan berbagi bukan untuk hanya sekadar menerima," - Aminor
________

Dingin, sakit, sesak, pusing, lemas, lapar dan mual semua dirasakan oleh tubuh manusia kurus ini. Matanya seolah menolak keras untuk membuka dan melihat sekitar atas apa yang terjadi. Tubuhnya terlalu lemas dan kaku bahkan hanya untuk sekadar menggerakkan kakinya untuk bangkit dari posisinya yang tergeletak begitu saja. Tangannya yang terikat membuat tubuhnya makin sulit untuk terduduk.

"Arrgghh," Ran mengerang lemas karena tenggorokannya yang kering dan perih itu seakan membuat suaranya menghilang. Dengan susah payah akhirnya ia berhasil mendudukkan tubuhnya dan bersandar dengan tubuhnya yang kotor juga baju yang sobek.

Ran lalu membuka matanya yang kering itu semuanya gelap. Tidak ada cahaya sama sekali. Tapi tiba-tiba sebuah cahaya kecil datang dibawa oleh seorang gadis yang mendekati nya dengan sebaskom air di tangan sebelahnya dan tas besar di punggungnya.

"Kamu udah siuman? Kapan? Maaf tadi aku nyari air sebentar," ucapnya lembut. Ran masih teler hanya mengangguk sambil memejamkan matanya dan mengatur ritme nafasnya yang terasa berat.

Tanpa perintah, si gadis itu duduk didepan Ran lalu membersihkan luka Ran yang terdapat di wajah serta luka kecil lainnya yang mengacak.

Mula-mula ia menyapu luka di sudut bibir Ran yang membengkak dan terdapat darah yang mengering. Tulang pipinya tak luput dari dinginnya air didalam baskom yang merupakan air tadah hujan.

"Aww!" Erang Ran merespon rasa sakit nya.

"Sebentar, Ran. Biar gak infeksi," ujar gadis yang diketahui bernama Reska itu, dengan telaten merawat luka goresan di seluruh tubuh Ran yang kurus kering.

Kali ini Ran diam memejamkan matanya menahan perih di seluruh tubuhnya yang tergores benda tajam--entah apa-- tapi bau anyir darah masih bisa ia cium dan itu membuatnya semakin mual. Tapi ia tetap tahan sampai ia keluar dari gudang terkutuk ini.

Setelah selesai dengan wajah Ran yang kacau, Reska beralih ke bagian dada Ran yang tak henti mengalirkan darah meski tidak banyak tapi Reska tau itu membuat Ran semakin tidak baik karena Ran sangat sensitif akan darah. Dari kecil Ran selalu mual dan muntah jika mencium dan melihat cairan berwarna merah itu.

"Kau pingsan selama dua hari, Ran," ujar Reska. Membuat Ran percaya dan tidak percaya.

Dua hari? Dua hari tanpa makan? Pantas saja perutnya perih meminta asupan karbohidrat untuk dijadikan lemak dan menghangatkan tubuhnya. Dua hari tidak sadar ditempat ini? Beruntung tidak ada hewan atau hantu yang membuatnya celaka!

Ran tidak menjawabnya. Ia hanya diam dan menunduk. Tanpa diketahui oleh Ran, air mata Reska berlinang membasahi pipinya yang kini merah menahan iba. Sambil membersihkan luka goresan didada Ran itu berkali-kali ia mengusap kasar air mata nya. Lalu ia menutup luka itu dengan kassa yang selalu ada di sakunya.

"Bisa berbalik, Ran? Aku tau sekarang punggungmu pasti tak kalah perihnya akibat kejadian itu. Aku akan membersihkan nya," ucap lembut Reska dengan nada getir yang masih terdengar oleh telinga Ran.

"Gak usah, Res. Kamu pulang aja. Kalo Kris tau kamu disini, masalah nya jadi tambah runyam," jawab Ran menolak secara halus perhatian dari Reska.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang