Bagian 32

764 78 12
                                    

"Ran, Om minta maaf ya. Om sudah salah sangka sama kamu. Om juga minta maaf atas kelakuan Om sama ibu kamu. Om bener-bener gak ada maksud buat apa-apa kok. Om punya alasan untuk itu. Sekali lagi Om minta maaf ya," ucap Papa Andre pada Ran yang masih terpaku dalam kecanggungan.

Ya! Bagaimana tidak canggung, jika pertemuan pertama mereka saja diwarnai dengan pertengkaran dan perkelahian sekarang mereka bersama dalam satu atap kembali dan sama-sama terhubung dalam orang yang sama.

"Hmm, Ran juga minta maaf udah berfikiran negatif sama Om. Ngomong-ngomong, Ran boleh tau apa maksud Om itu?" Tanya Ran.

Papa Andre melihat sekitar ruangan kerjanya ini. Ia juga keluar melihat ke arah tangga dan kamar Rai yang tepat berada dibawahnya. Tidak ada tanda-tanda orang akan datang.

Papa Andre lalu berbisik ditelinga Ran.

"Om cuma pengen Tante mu itu cemburu sama Om. Abisnya Om kesel, dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya," jelasnya.

Dahi Ran mengernyit. "Tante siapa?"

"Tante Nika!"

"Ohh,, Mama Nika," ucap Ran ber-Oh ria.

"Hmm,, udah panggil Mama segala, yaudah panggil Om papa juga!" Suruhnya lalu mengeluarkan ponselnya dibalik saku celananya.

"Ran minta maaf ya, atas pertengkaran waktu itu," ucap Ran tiba-tiba.

Papa Andre menatap dalam-dalam wajah Ran.

"Harusnya Om yang minta maaf sama kamu. Gak pantes lah orang yang udah tua kayak Om malah ngajak ribut anak muda kayak kau," jawab Papa Andre sembari terkekeh.

"Katanya mau panggil papa," ledek Rai sambil tertawa juga.

Kali ini keduanya pun tertawa. Menertawakan kebodohan diri mereka sendiri. Menertawakan kesalahan diri mereka sendiri.

"Haha,, yaudah. Ini nomor Papa. Kalo ada apa-apa telpon aja ya," ujar papa Andre lalu memperlihatkan layar ponselnya pada Ran agar ia mensave nomornya.

Ran pun membuka ponselnya, sama-sama diperlihatkan pada Papa Andre. Tidak sengaja, Papa Andre melihat sesuatu di ponsel Ran yang berwallpaperkan logo Barcelona.

"Kamu suka main game itu juga?" Tanya papa Andre terkejut.

"Soccer? Iya dong!" Jawab Rai bangga.

"Papa juga suka main nih. Di kantor Papa ada PS kalo senggang main ini," ujarnya.

Ran berfikir dalam hati. Udah tua, pemilik perusahaan, masih doyan main PS dikantor pula. Pantesan si Rai manja nya minta ampun kayak anak kecil. Ternyata bapaknya juga kayak gini..

"Beneran dikantor, pa?" Tanya Ran.

"Iya! Dari dulu Papa nyimpen PS dikantor. Ada satu lagi sih di apartemen, niatnya buat Rai eh itu anak malah kagak doyan begituan. Jadi Papa bawa aja ke apartemen buat main." Bener-bener jawaban yang buat Ran geli sendiri!

"Yaudah, sini Ran save nomornya." Rai pun langsung mengetik dua belas angka di dalam ponselnya.

"Udah." Ran lalu menaruh ponselnya di saku celananya begitupun dengan Papa Andre.

"Nanti papa bawa deh PS nya. Nanti di simpen ya di kamar kamu, buat main bareng!" Mata Ran melotot. Seumur hidup Ran tidak pernah beli mainan, dan sekarang ia dibelikan sesuatu oleh orang lain. Sungguh, Ran sangat senang!

Lantas Ran bersiap untuk memeluk Papa Andre. Papa Andre kayaknya gak keberatan dipeluk sama Ran. Ia pun membalas pelukan Ran yang terasa canggung.

"Makasih banyak," ucap Ran lirih namun masih bisa didengar oleh Papa Andre. Papa Andre hanya mengangguk sebagai balasannya. Sesuai dengan apa yang Rai sampaikan, Ran benar-benar sosok yang rapuh aslinya.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang