Rai mengamati sekitar, rumah sakit yang sudah biasa ia tempati kini terinjak kembali oleh kakinya. Kali ini bukan ia yang sakit, lelaki payah di kamar itu yang sok-sokan uzur. Fuck!
Harus bagaimana ia sekarang? Rai berharap tidak ada nafsu yang membuatnya ingin pulang kerumahnya. Jika sampai hal itu terjadi dan ia pulang, mungkin mamanya akan segera menendangnya untuk kembali ke rumah sakit dan menemani Ran. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh telinga kiri Rai. Siapa lagi kalau bukan makhluk halus terganteng Reihan?
"Sedang mengamati alam semesta? Mendengarkan burung-burung bernyanyi? Ceritanya lagi sendu nih yaa.." goda Rei.
"So' puitis Lo!"
"Gue nanya juga!"
"Gak usah tanya-tanya gue! Males jawab!" Sergah Rai.
"Lah! Itu Lo jawab, bego!"
Raiza bergeming. Ia pura-pura tidak mendengar. Ia tidak berbohong, ia cukup malas untuk menjawab pertanyaan dari Rei. Bukan karena takut dianggap gila oleh orang lain karena berbicara sendiri. Tapi lebih tepatnya, moodnya sudah hancur dari pulang ngampus tadi.
Pulang sendirian diantar oleh supir mamanya. Sepanjang perjalanan dikampus tidak ada satu orang pun yang sekadar menyapanya. Tidak seperti orang lain yang sudah biasa bertukar salam dan kabar tatkala berpapasan.
"Hmm,, yaudah deh. Kalo Lo pengen seorang teman, masuk kamar si Ran basa basi sama mereka," cetus Rei.
Rai melirik ke arah Rei. Rei artikan itu sebagai, "Maksud Lo?"
"Ya, intinya kalo Lo pengen seorang teman Lo butuh pengorbanan. Caranya simpel. Lo masuk lalu berbasa-basi sekaligus kenalan sama mereka. Jangan takut mereka anggap Lo aneh, karena itu wajar. Semua orang pernah melakukannya. Lagipula mereka akan langsung melupakan kejadian itu. Santai," terang Rei.
Rai malah neloyor langsung tanpa sepatah kata. Langkahnya pelan tapi pasti. Ia tidak ingin abaikan kesempatan ini, ia ingin membuktikan perkataan Rei.
Rai membuka pintu bercat putih itu dan terdapat Ran yang sepertinya sedang ber-tos dengan teman-temannya yang kelihatannya akan pamit pulang.
"Mau pulang? Cepet amat," ujar Rai masuk dan berdiri tidak jauh dari pintu.
"Eh, iya. Udah kok," jawab Tio seadanya karena memang ia tidak kenal dengan orang yang baru saja masuk itu.
"Gak mau makan dulu? Masa langsung pulang sih!" Ucap Rai yang seketika hatinya langsung merutuki dirinya sendiri karena perkataan konyol itu.
"Haha,, Lo lucu ya. Harusnya kita kali yang bawa makanan kesini, bukan Lo yang repot-repot tawarin makan!" Tukas kriting.
Rai terdiam sambil tersenyum miris. Bingung harus berkata apa. Jujur! Ia sangat bodoh dalam urusan seperti ini.
Ran yang peka terhadap keadaan pun langsung mengambil alih suasana.
"Ya, gak apa-apa. Maksud Rai itu disini banyak makanan jadi mubazir kalo gak ada yang makan. Gue sama Rai emang jarang makan jadi seneng ya kalo kita bagi tu makanan sama kalian!" Ucap Ran yang masih saja di sambut dengan wajah bingung bin polosnya Rai.
Ran membulatkan matanya sedikit untuk memberi kode kepada Rai yang sudah kelihatan minta dibebaskan dari suasana canggung ini.
"I,, iya. Gue juga yakin kalian pasti pada laper kan?"
Tio dan teman-temannya saling menatap bingung, canggung, juga aneh.
"Kalo gak mau makan disini, di kantin rumah sakit aja. Tenang, makanannya gak hambar kok," tambahnya belajar percaya diri sendiri.
"Boleh," ucap Alde kini mengeluarkan suaranya yang sejak tadi hanya diam.
"Ran?"
"Disini aja. Kita tinggal bentaran gapapa kan? Gak bakalan ada yang nyulik juga," celoteh Rai tanpa hati.
"Beneran nih Lo mau ajak kita tinggalin Ran? Gapapa emang? Canda Lo!" Tanya ragu kriting.
"Emang muka gue kelihatan kayak orang yang lagi becanda? Orang usil kayak dia sih kagak bakalan kenapa-kenapa. Kalo pun ada apa-apa, Lo telpon gue atau pencet tombol merah itu tuh. Gak jauh kan? Jadi gak usah bangun. Tidur aja Lo. Gak lama kok!"
"Untung Lo bos gue!" Pekik Ran terima gak terima.
"Emang gue bos Lo!"
"Ngomong mulu sih kalian, jadi kagak? Gue laper nih!" Celetuk Kriting yang udah gak bisa nahan getaran cacing-cacing di perutnya.
"Jadi, yok!" Raiza terus merangkul teman barunya itu. Ya, doakan saja mereka berteman. Gak ada salahnya juga kan?
---
"Lo, kenal Ran dari kapan?" Tanya Tio setelah menelan baksonya.
"Belum lama kok, dia diterima jadi supir pribadi gue sama nyokap gue. Waktu itu gue gak tau apa-apa langsung aja di jemput sama dia," terang Rai.
"Ohh.."
"Lo tau masalah dia?" Tanya Tio, lagi.
"Kayak Lo gak kenal si Ran aja sih! Dia itu gak bakalan ember sekalipun sama masalahnya sendiri!" Pekik kriting.
"Heem, si Ran gak mudah percaya sama orang lain!" Kali ini Alde yang menimpali.
"Masalah apa? Lagi pula gue gak begitu pengen tau masalah orang kalo emang orang itu gak mau cerita," jelas Rai lalu meminum jusnya.
"Dan gue juga kayaknya gak etis kalo nyeritain masalah orang lain kalo orang itu gak mau orang lain tahu masalahnya. Sorry ya, gue gak jadi cerita," putus Tio yang sudah bisa ditebak sama Rai kalo dia awalnya emang mau cerita masalahnya Ran.
Rai suka orang kayak Tio. Dia gak munafik. Gak ada sesuatu yang ditutupi. Gak cuma Tio. Rai juga suka sama dua orang temen Tio ini. Mereka semua pada elit. Bukan dalam materi, namun kelakuan mereka yang emang gak malu-maluin. Becanda sewajarnya.
"Fine, gue bakalan senang hati kok kalo Ran akhirnya bakalan cerita sama gue atau mungkin berbagi semuanya sama gue. Tapi gue juga gak maksa dia kalo dia gak mau. Santai, biar waktu yang jawab."
"Tapi menurut gue, gak menutup kemungkinan kalo nantinya Ran juga bakalan cerita. Ya, walaupun itu dalam keadaan terdesak mungkin. Lo ngerti kan?" Ucap Alde.
"Ya, begitu lah," putus Rai.
"Yaudah, Lo semua abisin makannya. Gue pengen pulang. Thank's ya, bro!" Ujar Tio sambil menepuk pundak Rai.
"Santai. Kapan-kapan kesini lagi. Kita main," ucap Rai.
---
Terima kasih banyak..
Tunggu update terbarunya nanti ya..
❣️❣️❣️Yuk, dukung cerita aku. Gampang kok, cuma klik bintang atau kasih kritik saran. Gak bakalan rugi kok.. see you
Pliss jangan jadi silent reader dong.. pengen vote tembus 30 per chapter aja deh udah seneng😭😭
![](https://img.wattpad.com/cover/161887109-288-k499256.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merpati Putih [DONE]
Ficção AdolescenteRaiza, seorang mahasiswa penyakitan yang berusaha mendapatkan ketenangan tiba-tiba harus terlibat dalam pertikaian orang yang tidak dikenalinya. Bermula dari pertemuannya dengan hantu yang tiba-tiba bisa ia lihat setelah operasi jantung. Reihan, han...