Bagian 9

1K 85 15
                                    

"Hanya takdir yang bisa membuat hanya kebetulan menjadi nyata." - Aminor

-----

Ran kembali ke rumah Rai. Ia mengetuk pintu setelah kurang dari satu menit menunggu Nika membuka pintu.

"Ran? Loh, ada apa? Padahal masuk aja!" Seru Nika pada Ran yang tertunduk malu.

"Emh, ini kunci mobil. Saya mau pulang dulu sebentar nanti kesini lagi kok," jawab Ran sambil mengasongkan kunci mobil dengan tangan kanannya.

"Nggak pa-pa padahal bawa aja," tolak Nika.

"Enggak, Tante. Nggak pa-pa Ran pake motor aja. Ada urusan sebentar di kost-an," jelas Ran.

"Panggil mama ya. Jangan panggil Tante. Apalagi kalo ada Rai, panggil mama. Ok!" Perintah Nika.

Ran sebenarnya agak kurang nyaman manggil Nika dengan sebutan Mama. Toh, dia bukan siapa-siapa nya dia kan? Buat apa coba? Buat manasin Rai? Masuk akal. Tapi kenapa harus terus-menerus meski anak itu lagi gak ada? Mungkin biar keren kayak ibu-ibu jaman sekarang gitu yang banyak "anak-anaknya".

"Iya, ma. Ran pergi ya," ucap Ran dengan tangan masih mengasongkan kunci mobil, menunggu Nika mengambil benda kecil itu.

Akhirnya Nika membawa kunci mobilnya dari tangan dingin Ran.

"Kamu kedinginan, Ran?" Tanya Nika lagi-lagi dengan nada perhatian yang membuat Rai senang sekaligus canggung.

"Enggak kok, Ran pulang ya!" Seru Ran lalu berbalik dan membawa motor nya keluar gerbang.

"Hati-hati!" Teriak Nika menuntun kepergian Ran.

-----

"Kayaknya ada yang aneh deh sama Ran! Gue gak ngomong apa-apa malah di tuduh yang aneh-aneh. Siapa sih itu anak? Gue mesti hati-hati kalo niatnya mau jahatin keluarga gue! Kalo perlu gue bilang sama mama biar dia gak terlalu baik sama dia, atau dipecat aja?"

"Raiza!" Teriak seorang dosen yang dari tadi memperhatikan Rai dari balik kacamata minusnya. Suaranya yang merdu khas namun tetap tegas itu membuat Rai tersadar dari lamunannya.

"Ehh,, iya, pak. Maaf," ucap Rai lalu menyatukan kedua tangannya dan membungkuk tanda minta maaf.

Semua mahasiswa memperhatikan Rai termasuk Arani yang selalu berada di depan. Biasa, orang yang terlampau pintar. Apalagi sekarang pelajarannya Pak Iki--nama aslinya Rizki--, dosen muda yang sedang jadi primadona di kampus ini.

"Ayo! Semuanya lanjut!" Teriaknya pada semua mahasiswa yang memperhatikan Rai dengan tatapan sinis.

Tidak ada yang berani komentar, biasanya jika ada yang tidak fokus satu kelas bakalan riuh sama komentar-komentar yang nyinyir. Tapi karena sekarang gurunya spesial jadi gak ada deh yang berani angkat bicara.

Rai menambah konsentrasi nya kali ini dengan apa yang pak Iki jelaskan. Ia menghilangkan pikirannya tentang anak yang bernama Ran itu dan mulai menulis apa yang dosennya jelaskan.

Disisi lain, Ran yang baru saja memarkirkan motornya langsung di serang dengan gunjingan orang-orang di sekitar kost-an nya.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang