Bagian 7

1.1K 103 2
                                    

"Jangan salahkan cinta yang pergi disaat orang yang butuh cinta itu menjauh dari sang maha cinta." - Aminor
------

Mobil sport merah itu perlahan menjauh dari depan rumah mewah minimalis sisi jalan itu. Seorang mahasiswa beranjak dari tempatnya berdiri setelah mobil itu menghilang di pengkolan mini market. Ia menuju rumahnya yang terasa hampa.

Ia membuka gerbangnya lalu menutupnya kembali. Memutar kenop pintu dan membukanya, kosong. Semua lampu mati. Ia sendirian, lalu menyalakan lampu dengan menekan sakelar yang berada di atas Sofanya yang empuk dan berdebu. Satu persatu lampu menyala menerangi seluruh penjuru rumah tanpa penghuni. Tanpa merasa takut ia menghela nafas berat dan mengunci diri di dalam kamar nya yang terletak tepat di ujung tangga lantai dua.

-----

Arani memutar-mutar saluran radio mobilnya. Mobilnya ini terasa sumpek tanpa musik dan tanpa obrolan yang hangat diantara kakak beradik itu. Tapi cuaca yang tidak mendukung membuat semua saluran di radio hanya mengeluarkan suara gemeresak tidak jelas seperti channel TV yang buram tanpa gambar dan suara.

"Diamlah! Berhenti memainkan radio kalau kau tau tidak ada saluran yang bagus!" Tukas Abangnya Arani yang sedang menyetir.

Arani cemberut, ia memainkan bibirnya meledek abangnya yang menurutnya tidak mengasyikan.

"Kesel banget! Ngomong apa kek sama adeknya! Bisa ketularan jadi es kalo kayak gini terus!" Ujar Arani mengata-ngatai abangnya yang terlampau ganteng itu.

"Anak mahasiswa cewek pulang malem? Bagus banget!" Abangnya Arani menumpahkan kekesalannya.

"Kan nungguin Abang! Salah siapa telat!" Balas Arani gak mau kalah.

"Enteng banget! Siapa yang nelpon?" Balas abangnya.

"Ada jadwal tambahan tadi tuh!" Jelas, Arani hanya mencari alasan saja!

Mobil yang ditumpangi Arani perlahan menyisi. Arani menelan ludahnya. Ia tau kalo udah gini tuh abangnya bakalan menginterogasi sampe mulutnya berbusa.

Abangnya Arani yang bertubuh tinggi tegap dengan bentuk wajah lonjong itu membenarkan posisi duduknya untuk menghadap ke arah adiknya satu-satunya itu.

"Kau kira abang gak pernah kuliah gitu? Kamu punya jadwal pagi, kenapa jadwal tambahannya harus sampe malem kek gini? Terus, kenapa tadi kaki mulus Arani dipegang sama cowok kek gitu? Hah?!" Sengaja, cowok yang mempunyai mata sipit serupa dengan Arani itu memberi penekanan penuh pada kata 'kaki mulus Arani'.

Jelas Arani tidak bisa berbohong pada Abang satu-satunya itu. Ia gelagapan. "Tuan Ax Mervika, saya ini mahasiswa unggulan di universitas XY. Saya mesti tingkatkan reputasi saya untuk terus menjadi jenius dan lulus dengan Cum laude!" Ujar Arani berapi-api dengan tangan yang melayang-layang dan mata yang menatap lekat bayangan kesuksesannya.

Abangnya Arani yang bernama Ax itu menyentil hidung Arani yang mungil nan bangir. "Banyak khayal kamu! Jelasin, siapa cowok itu? Pacar kau?!" Ax menuduh yang enggak-enggak.

"Sembarangan! Aku gak punya pacar, Banggg!!!" Jelas Arani sambil menghentakkan kakinya.

"Siapa?!"

"Orang lain. Dia jahatin cewek yang bernama Reska tadi. Aku cuma tolongin dia karena rambutnya di jambak sama cowok tengil itu!" Jelas Arani.

"Apa hubungan kalian? Atas dasar apa kamu tolongin dia?"

Arani menghembuskan nafasnya panjang menyerah.

---

Ran masih ada di table menyesap tehnya untuk yang terakhir. Rai masih berada di toilet.

'Drrtt,, drrtt'

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang