Prolog

5.5K 272 17
                                    

"Maaf Raiza, tapi aku sudah sadar kau bukan tercipta untukku..."

Kata itu seakan menjadi musik dalam hari-hari pemuda berperawakan tinggi kurus ini. Yang setiap pulang dari kampusnya harus berjalan gontai tanpa semangat setelah kejadian 3 hari lalu. Dimana Jasmine, mantan pacar yang sangat ia cintainya dengan tanpa salah memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Dan sejak hari itu dada Rai selalu merasa sakit.

Braakk!!

Rai sadar orang didepannya ini tidak sengaja telah menabrak dirinya. Tapi emosi yang sudah terlalu menggunung membuatnya terpaksa memuntahkan semua isinya pada orang yang tidak bersalah ini.

"Kalau jalan liat-liat dong!!" Rai berbicara tajam pada orang yang kini sedang memunguti buku-bukunya yang beserakan.

"Kalau dilihat-lihat ini orang kayak mayat hidup deh." Bisik Rai dalam hati. Orang itu langsung pergi.

"Bukannya minta maaf lo!" Rai berteriak pada pemuda tinggi berkulit cokelat itu. Tetapi pemuda itu tidak menoleh sedikitpun dan langsung meninggalkan Rai.

"Dasar manusia aneh gak tau diri!" Gerutunya dalam hati.

Rai pun melangkahkan kakinya. Tetapi sebuah foto lelaki itu tertinggal dan kini terinjak sepatu Vans milik Rai dan membuat ia berhenti untuk memungutnya.

"Foto sejarah nih.. kok gantengan gue ya? Hehe!! Gue kembaliin nanti ajalah. Kapan-kapan mudah-mudahan ketemu!" Rai menyimpan foto itu di saku jaketnya.

Seperti biasa, rumah Rai selalu sepi. Celana hitamnya tergores sedikit noda dari kejadian tadi. Ia mengetuk gerbang rumahnya yang mewah. Dan langsung dibuka oleh seseorang yang ada di dalam.

"Udah pulang den.." seru Pak Muh nongol depan wajah Rai. Udah tau baru pulang masih aja nanya!

"Iyalah Pak Muh! Mama belum pulang?" Tanya Rai sambil memasuki area halaman rumah.

"Belum den.. tapi mama udah pesan kok ke saya kalo obat den Rai sudah siap di kamar." Pak Muh menjelaskan.

Rai memang punya kelainan jantung sejak kecil dan itu membuatnya terus menjadi anak yang selalu dimanja. Bahkan sampai usia 15 tahun ia harus selalu didampingi mamanya yang merupakan wanita karier yang tertahan oleh kewajibannya sebagai seorang ibu. Tetapi setelah memasuki SMA, Rai bisa mengurus diri dan mulai rutin menjaga kesehatannya.

Rai melangkahkan kaki ke arah pintu rumahnya. Ia membuka pintu. Tersadar ada yang berbeda, Rai melihat benda disamping lemari sebelah kirinya. Sebuah wedges berwarna merah maroon. Sangat asing. Tetapi ia tidak peduli dan terus melanjutkan langkahnya ke arah kamar.

Tiba dikamarnya ia langsung disuguhkan oleh berbagai makanan lezat  dan obat-obatan yang harus rutin diminumnya. Ia sangat bosan dengan itu tetapi apalah dayanya dia tanpa pil-pil kecil yang beserakan itu?

Ia mengganti baju setelah itu makan dan langsung meminumnya.

Kamar Rai terkesan polos. Dinding yang hanya berwarna putih tanpa noda terkesan terlalu terang untuk kamar lelaki. Mungkin itu karena kedekatannya yang terbilang sangat baik dengan ibunya daripada dengan papanya yang selalu sibuk dengan setumpuk kertas. Bahkan Rai tidak pernah tahu apa isi kertas-kertas itu.

Rai menggantung jaket hitamnya. Sebuah foto terjatuh foto seorang yang sudah tega memutuskannya . Ia memungutnya.

"Sebaiknya gue simpan aja ni foto di brankas pribadi." Ia menuju sebuah kotak kecil berwarna biru. Ia memencet beberapa nomor lalu memutar kenopnya dan terbuka. Memang pantas disebut sebagai brankas pribadi. Disana terdapat banyak sekali curhatan-curhatannya. Entah itu tentang cinta, keluarga atau persahabatannya.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang