Bagian 35

949 88 10
                                    

Rai duduk di depan meja dokter Jo. Tangan kirinya berada diatas meja untuk di periksa tekanan darahnya.
Kurang dari lima menit dokter Jo membereskan alat-alatnya dan mencatat di buku hasil check up.

"Banyakin istirahat Rai, om tau kamu lagi stress ya," ucapnya sambil terus menulis.

Rai diam. Akhir-akhir ini dia memang sering berpikir keras. Rasanya banyak sekali permasalahan yang tiba-tiba datang tanpa diundang. Kayak jelangkung. Bedanya masalahnya ini gak hilang-hilang.

"Hmm,, Rai. Tuh kan diam, mikirin apa sih nak? Jangan banyak pikiran gitu ah. Gak baik," sergah dokter Jo sambil menepuk pundak Rai.

"Rai kebiasaan, kalo ada apa-apa ga pernah bilang." Kali ini papa Andre sewot sambil menatap Rai dengan sedikit kesal dan Rai melihat tatapan papanya itu.

Dokter Jo berdiri dan mendekati ranjang yang sudah disiapkan oleh asistennya. Ia lalu menyalakan mesin yang berada disamping ranjang itu.

"Baringan, Rai," titahnya yang langsung dituruti oleh Rai setelah dirinya membuka semua sweater dan hanya menyisakan sebuah kemeja yang membalut tubuhnya. Seketika dingin menyeruak masuk kedalam pori-pori kulit Rai. Padahal tadi tubuhnya terasa panas seperti terbakar.

Rai berbaring di ranjang yang diposisikan setengah duduk. Dokter Jo langsung membuka kemeja rai dan memasangkan beberapa elektroda pada dada Rai yang terhubung langsung dengan monitor EKG. Tak lupa asisten Rill menjepit salah satu jarinya dengan oxymeter untuk mengukur jumlah oksigen yang berada didalam tubuh Rai.

Papa Andre keluar dari ruangan karena menerima telepon dari kantornya. Dokter Jo membiarkan Rai tenggelam dalam rileks nya. Tentu saja dirinya harus memantau cara kerja, ritme dan detak jantung Rai saat dirinya santai dan beraktivitas.

Rai sudah merasa santai dan rileks. Bau rumah sakit telah menjadi aromaterapi alami bagi Rai. Mungkin sedari kecil dirinya sudah terbiasa dengan tempat ini ditambah dengan keberadaan Om Jo seringkali membuat Rai kesepian menjadi Rai yang ceria. Kedua orangtuanya benar-benar berhasil menjadikan dokter Jo sebagai teman sekaligus dokter spesial bagi Rai.

"Jantung kamu bekerja lebih cepat dari biasanya Rai. Mungkinkah kau sedang jatuh cinta?" Canda pria berusia tidak jauh dari papanya itu.

"Haha,, siapa juga yang mau sama aku, om?" Rai tertawa hambar. Tidak salah apa yang ia katakan. Siapa juga yang mau sama lelaki penyakitan seperti dia? Yang selalu dianggap sebelah mata.

"Om denger ada Lego baru ya?" Tanya dokter Jo mencairkan suasana.

"Iya, kesel banget papa gak ngijinin Rai beli itu."

Raut muka Rai menunjukkan kekesalannya. Sedangkan sedari tadi asisten Rill hanya menyimak dan memantau kondisi Rai.

"Santai aja, beberapa hari juga dateng lagi kok. Bukan limited edition," ucap dokter Jo lalu berjalan menuju mejanya.

"Benarkah? Darimana Om tahu?"

"Tau lah, kan teman-teman om banyak. Ada film baru, katanya seru. Kapan-kapan kita nonton ya," ajak dokter Jo.

"Film tentang anak kecil itu bukan om?" Tanya Rai sangat antusias.

"Iya, kamu udah nonton?"

"Belum. Rai pengen nonton. Itu film sequel yang pernah kita tonton loh om, yang anak kecil berteman dengan singa." Film, Lego dan mimpi-mimpi merupakan tiga hal yang sangat Rai sukai. Karena banyaknya hal yang tidak Rai sukai maka orang-orang sulit untuk berinteraksi dengan Rai juga. Apalagi film yang Rai suka adalah film bergenre anak-anak dan petualangan untuk anak-anak maka dari itu siapa yang mau berteman dengan orang semacam Rai?

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang