Bagian 37

924 96 10
                                    

Votee!
_______

Selepas papa Andre pergi, Ran lantas berinisiatif untuk membersihkan tangan dan kaki Rai yang belum lepas dari sepatunya.

Ran membawa sebaskom air hangat beserta lap. Ia lalu membuka sepatu Rai tanpa jijik dan membersihkannya dengan air hangat itu. Setelah dikiranya sudah bersih ia lalu beralih ke tangan Rai, dengan telaten Ran membersihkannya. Ran juga memakaikan kaus kaki untuk Rai, biar ia tidak kedinginan.

Tak lupa ia juga menaruh kompres hangat di dada Rai dan menambah kembali selimut tebal seperti yang Mama Nika lakukan setiap malamnya kepada Rai.

"Lo baik-baik tidurnya, nanti kalo Lo udah bangun gue kasih sesuatu buat Lo."

Ran lalu mematikan lampu dan keluar dari kamar Rai.

"Mbak, kata papa kita makan duluan aja," ucap Rai pada Mbak Yuni yang masih bertapa di dapur.

"Yaudah, nak Ran aja duluan. Nanti mbak gampang. Nanggung bentar lagi beres kok," jawab Mbak Yuni.

Ran lalu berjalan ke arah dapur dan benar saja ia sedang mendapati mbak Yuni sedang mengeringkan baju-baju di mesin cuci.

"Santai aja kali, Mbak. Ini udah waktunya makan malam, nanti sakit maag loh kalo telat makannya. Nanti Ran bantuin deh kalo udah makan."

Mbak Yuni pun berbalik. "Yaudah, iya."
________

Ritual makan malam telah selesai. Sesuai janjinya Ran membantu Mbak Yuni mengeringkan pakaian majikannya sedangkan mbak Yuni sendiri sedang mencuci piring bekas makan tadi.

"Semuanya udah beres, mbak. Aku taruh dimana?"

"Di tempat setrika aja. Nanti mbak setrika," jawab Mbak Yuni.

"Yaudah Mbak, aku liat Rai ya." Ran lalu melangkah memindahkan keranjang berisi pakaian itu kedalam ruangan tempat mbak Yuni menyetrika pakaian. Setelah itu dia melangkah ke tempat Rai tidur.

Ran membuka pintu dan mendekati Rai yang terlelap dalam tidurnya.

"Rai? Lo kok? Kedinginan?" Ran menyentuh leher Rai dan terasa dingin. Tangan Rai ternyata telah menyilang didepan dadanya karena kedinginan dan Ran tidak tahu apakah Rai masih sadar atau tidak.

Ran langsung menelpon papa Andre sambil berjalan menuju Mbak Yuni.

"Mbak! Rai kedinginan!" Ucapnya sedikit berteriak dengan ponsel masih berada di telinga menunggu panggilannya diterima namun lelaki itu tidak mengangkat telponnya.

"Ish!"

Ran langsung membantu Mbak Yuni yang telah bertindak cepat menyiapkan kompres hangat untuk Rai juga teh hangat.

Mbak Yuni mengompres leher dan dada Rai dengan air yang terasa panas di permukaan kompresan yang terbuat dari karet.
Di ruangan ini AC mati dan itu malah membuat Ran kepanasan, dan gerah tapi Rai memang berbeda. Mungkin ia mempunyai atmosfer tersendiri?

"Telpon papanya Rai cepat!" Perintah Mbak Yuni yang dijawab anggukan oleh Ran.

Harusnya sudah ada 13 panggilan tidak terjawab dari ponselnya Papa Andre tapi sebanyak itupun Ran masih tidak dapat berbicara dengannya.

Ran keluar dari kamar Rai dengan telpon terus menempel di telinganya.

"Shit! Ponselnya malah mati!" Ran sudah geram dan berniat menelpon ambulan. Ran ragu karena papa Rai sendiri yang mengatakan bahwa jangan bertindak apapun kepada Rai, Ran harus menunggunya pulang.

Pintu tiba-tiba terbuka dari luar. Papa Andre pulang tanpa suara mobil. Entah papa Andre pulang tanpa mobil atau karena Ran terlalu sibuk menelepon Papa Andre ia tidak mendengar suara mobilnya, apapun itu Ran tidak peduli, yang ia pedulikan sekarang adalah Rai.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang