Bagian 40

882 80 4
                                    

Vote...!!

Jangan jadi silent reader ya, please..
________________

Asisten Rill tengah menatap pemandangan luar. Udara kota ini sama sekali tidak membaik untuk beberapa tahun terakhir. Bahkan tahun kemarin udaranya lebih buruk dari ini, tepatnya sebelum dilakukannya sistem ganjil genap. Harusnya pemerintah serius dalam mengatasi polusi yang terus mengikis ozon disetiap harinya. Bisa dibayangkan berapa banyaknya gas karbon monoksida yang berterbangan di udara dan terhirup secara tidak sengaja oleh manusia. Beruntung bagi orang-orang yang masih mempunyai paru-paru yang sehat, mereka masih bisa menyaring udara melalui alveoli nya secara gratis. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang kehilangan kemampuan paru-parunya? Harga setabung oksigen saja sudah sangat mahal!

Lihat saja Rai, dirinya terbaring lemah dengan canula nassal yang bertengger manis di hidung nya. Ya, meskipun Rai tidak mempunyai masalah seputar paru-parunya tetapi dengan kondisi lemah seperti itu Rai kesulitan bahkan hanya untuk menghirup oksigen.

Ya! Dirinya sedang berada di ruangan Rai. Seharusnya dia cuti hari ini. Tetapi berawal dari dokter Jo yang memintanya untuk menangani pasien gawat darurat, akhirnya ia berakhir di kamar Rai untuk menjaganya.

"Kamu jaga dikamar Rai ya. Sebagai ganti cutimu, hari ini gak perlu tugas. Cukup jaga kamar Rai jangan sampai kosong."

Ucapan dokter Jo masih terngiang di kepala asisten Rill. Ia bisa saja menolak karena cuti merupakan haknya, tetapi entah kenapa ia ingin mengenal Rai lebih dalam.

Srrrrpptt

"Ahh..."

Menikmati kopi disaat bosan seperti ini memang efektif untuk menghilangkan kantuk yang tiba-tiba menyerang. Maklum lah ini adalah ruangan VIP, suasana di area ini benar-benar sunyi.

Asisten Rill menyesap kopinya untuk yang terakhir. Tangannya yang semula bertumpu pada kursi melayang merapikan rambutnya yang jatuh menutupi pandangannya ia lalu bangkit dan berbalik untuk menaruh kembali cangkir yang telah ia pakai itu.

"Ehh, hai Rai!" Sapanya lembut. Dirinya sedikit terkejut ketika melihat mata Rai yang terbuka, termenung menatap langit-langit ruangan.

"Aku baru saja menikmati secangkir kopi. Cuaca hari ini begitu cerah bukan? Aku sengaja membuka jendela supaya udara segar bisa masuk," celoteh asisten Rill meletakkan cangkir berwarna putih itu diatas nakas.

Asisten Rill membawa senter diagnosis nya lalu menyalakan nya ke arah mata Rai. Untuk memeriksa pupil mata Rai. Rai sedikit mengerjap karena sinar dari senter yang terasa tajam dimatanya. Lalu asisten Rill mematikan senter itu.

"Rai. Kalau kau melihat ini, kedipkan matamu satu kali ya."

Jari tangan asisten Rill melayang di udara. Rai melihatnya dan mengedipkan matanya satu kali.

Asisten Rill memencet tombol agar Dokter Jo datang ke ruangan Rai.

"Rai, apa kau haus? Sudah lama kau tidur." Asisten Rill berceloteh sendiri tanpa dijawab oleh Rai yang terlihat melamun.

Tidak lama kemudian dokter Jo datang. Dirinya langsung merangkul Rai. Rai tersadar sepenuhnya dan membalas pelukan dokter Jo meski masih lemah.

"Om, ha... Om.." lirih Rai dengan air mata yang telah mengalir di pipinya.

"Kenapa sayang? Ada yang sakit?" Tanya dokter Jo melihat Rai menangis.

Rai menggeleng lemah. Mendadak kepalanya pusing karena menangis.

"Takut. Rai, takut." Rai mengaduh. Tubuhnya bergetar menahan tangis.

"Takut kenapa? Bilang sama Om. Om ada disini."

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang