00 : 01 am
Jarum jam yang panjang telah melewati menit ke satu. Saat ini sudah hari Kamis. Hari ketiga gue di Ubud. Yang spesial, adanya Felix di sini. Tidak bisa dikatakan spesial juga sih. Soalnya dia datang dengan kemarahannya.
Felix datang dari Kuta katanya jam tiga sore. Bersama dua koper dan ransel di pundaknya, ia berkeliling Ubud mencari gue. Entah gue harus berterima kasih kepada Junkyu yang telah memberitau letak gue berada atau tidak. Senang sih. Cuma gue tidak sebebas itu menemui Haruto. Padahal besok gue mau jalan-jalan lagi bareng Haruto. Eh, suami gue datang.
Tidak jadi deh.
Tadinya Felix gue suruh mandi sementara gue yang akan menyiapkan bajunya. Rencana gue setelah itu adalah makan. Tapi lagi-lagi gue memikirkan lelaki itu sudah makan apa belum. Benar saja, dia belum makan. Akhirnya nasi bungkus gue yang hanya berisi nasi, mi goreng dan telur dadar, dimakan berdua. Sedikit romantis ya sebungkus nasi berdua.
Usai makan, kita berdua tidak lanjut tidur. Kita duduk di atas ranjang, memeluk bantal, dan terdiam. Membisu seolah tidak punya rentetan kalimat yang harus diutarakan. Padahal gue tau, Felix akan marah. Kepalanya sudah berasap sejak ia melihat gue berdiri di depannya.
Dua jam itu pun dihabiskan untuk terdiam. Layaknya sedang bermeditasi.
Sampai detik ini juga masih terdiam. Felix benar-benar marah sepertinya. Gue menunggu dia berbicara lebih dahulu. Akan tetapi dia juga bungkam. Gue ngantuk asli. Pengen pamit tidur, nanti malah ngamuk.
"Lix, gak mau ngomong? Aku ngantuk," gue mengeluh. Tak berselang lama gue menguap. Ngantuk banget. Capek lagi.
"Saya marah sama kamu." ucap Felix. Ia tidak memandang gue.
"Apa menurut kamu kabur begitu saja adalah hal bagus begitu? Memblokir kontak saya juga bagus begitu?" tanya Felix beruntun. Sinis banget nadanya.
Gue menoleh ke arahnya. Wajahnya tampak lelah tapi tidak memungkiri bahwa raut kesal juga terpampang di sana.
Kok dia yang marah? Seharusnya gue! Gue kan korban. Sementara dia pelaku!
"Saya khawatir, cemas, panik, takut dan frustasi saat tau kamu hilang. Bagaimana jika kamu diculik? Diperkosa? Dimutilasi? Dibunuh? Atau bahkan dijual? Kamu mikir tidak sih? Saya tidak bisa tidur selama dua hari gara-gara kepikiran kamu!" Felix berseru dengan suara beratnya. Seketika bulu kuduk gue meremang. Gue memilih menunduk khidmat. Menyimak suami marah.
"Semarahnya kamu sama saya, jangan kabur begitu saja tolong. Bali itu luas. Bukan pulau kecil yang luasnya hanya sepuluh meter kuadrat." cecarnya.
Felix mendengus kasar, "Untung saja Junkyu mau memberi tau saya keberadaan kamu. Walau saya harus merelakan mendengar amukannya di telpon,"
Sudah terduga. Pasti dia yang bilang. Tapi gue juga bodoh, masalahnya. Ngapain gue bilang ke Junkyu waktu itu gue di ada di Ubud. Hng.
Gue mulai mencuri-curi pandang ke arah Felix. Sialnya, ia melirik gue dengan tajam. Antara malu sama takut karena terciduk, gue kembali menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)
FanficBagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit