三十一 | Gezellig

12.1K 1.7K 653
                                        

Gue terbangun di malam hari saat rasa haus membangunkan gue secara paksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue terbangun di malam hari saat rasa haus membangunkan gue secara paksa. Masih dengan kantuk yang mendera, gue duduk menyandar dan meraih gelas berisi air di nakas. Gue meneguknya rakus sampai rasa haus gue menghilang. Untungnya tadi gue sempat menyiapkan segelas air. Jadi gue gak perlu menyeret tungkai dengan malas ke dapur.

Usai menghilangkan dahaga, gue bersiap kembali tidur. Namun gue merasa ada yang janggal. Seperti ranjang yang gue tempati terasa lebih luas.

Benar saja. Terasa lebih luas karena Felix tak menempati sisi itu seperti biasanya. Sisi di sebelah gue kosong.

Alihkan netra ke jam dinding. Gue menemukan jam tengah menunjukkan pukul sebelas lewat lima belas menit. Gue mulai berpikir dia balik ke rumah sakit saat gue tidur tadinya. Tapi biasanya gue bakal kebangun karena suara atau pergerakan—jika benar dia balik ke rumah sakit, dia pasti menimbulkan bunyi dari pergerakannya, dan tentu gue akan terbangun.

Gue gak jadi balik tidur. Gue memutuskan untuk mencari Felix di rumah mama—iya kita nginep di rumah mertua karena tadi mama ajak makan malam bareng. Gue gak langsung mencari suami gue di luar kamar. Gue mau mengecek keberadaannya di balkon kamarnya. Soalnya gue barusan lihat pintu balkonnya sedikit terbuka.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba

Gue melihat Felix berdiri membelakangi di ujung sana. Sedikit membungkuk karena bertumpu di pagar pembatas balkon. Ia—yang terbalut hoodie berwarna abu-abu— berdiri seolah tengah bergulat bersama pikirannya.

Gue pun merajut langkah tuk mendekatinya. Berdiri di sampingnya, lalu memandanginya dari tempat gue berdiri. Ia cantik. Gue bahkan melihat pantulan sinar bulan di kedua manik coklatnya. Begitu jernih dan penuh ketenangan jika dipandangi terus-menerus.

"Felix," gue memanggilnya. Lelaki di samping gue sontak menoleh. Gue menangkap raut keterkejutannya saat ia melihat gue.

"Kok ke sini? Tidur sana," ia mengusir gue dengan nada yang menjengkelkan.

Gue menolak. Alasannya simple. Gue pengen dikelonin dia lagi. Biar tidur gue nyenyak. Ehe.

Felix lantas mengalihkan pandangannya kembali. Kepada langit kelabu yang dihiasi milyaran konstelasi bintang seperti di wajahnya. Sang rembulan yang bersinar sedikit jingga di sana juga tak mau kalah.

Hening. Dingin. Kita saling terdiam.

Gue memandangi taman bunga di bawah yang bersinar karena lampu taman. Mereka tak kalah cantiknya dengan yang Felix pandangi. Namun saat gue kembali melihatnya, ada yang beda darinya. Terlihat dari matanya, ia memiliki banyak problematik di dalam otaknya. Entahlah, apa itu. Gue gak tau.

Anehnya saat melihat Felix, gue merasa gue berada di dalam situasi yang membingungkan. Gue bingung untuk menjabarkan apa yang gue rasakan saat ini dan gue bingung harus apa. Gue ingin dia bercerita apa masalah di dalam kepala kecilnya. Namun gue takut. Gue takut gak bisa menjadi teman berbaginya, menggantikan Yiren.

[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang