五十五 | Tristful

7.5K 1K 159
                                        

Tidur saling berhadapan dengan Felix adalah hal yang sangat gue dambakan di setiap malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidur saling berhadapan dengan Felix adalah hal yang sangat gue dambakan di setiap malam. Dalam keadaan itu, gue dapat memandangi pahatan indah milik entitas berstatus suami sekaligus papa dari anak gue. Walau hening menyergap saat oniks masing-masing saling beradu, hawa sejuk tertiup di dalam rongga dada sehingga menimbulkan bunyi detak jantung yang lebih keras.

Begitulah yang terjadi saat ini. Gue tidur berhadapan dengan Felix. Kita pun saling menatap tanpa canggung meski tubuh saling berhimpitan. Seolah kita sedang menyalurkan rasa rindu yang tidak terobati selama sekian hari. Ah, hari ini gue dibolehkan menginap di rumah sakit oleh mama karena Felix bersikrras menyuruh gue untuk tinggal. Alhasil kita saling berbagi bangsal rumah sakit yang ukurannya tidak selebar kasur di rumah di sepanjang malam.

Gue lupa bilang, kalau sekarang sudah pagi.

Pagi ini gue awalnya terbangun dengan Felix yang lebih dulu mendapatkan kesadarannya. Mulanya gue mau ke kamar mandi di dalam ruangan untuk mencuci muka sekalian berkumur (gue tidak bawa baju ganti sekalian peralatan mandi gara-gara mendadak disuruh menginap), namun tangan Felix melingkari tubuh gue layaknya sedang mencegah gue beranjak dari bangsalnya. Ia juga mendekatkan kepalanya dengan kepala gue sehingga dahi kami saling bertemu.

Yah, dengan muka bantal (masih dipenuhi belek dan iler) gue ditatap oleh Felix dari dekat. Agak malu, tapi mau bersihin juga rasanya tidak etis. Jadi gue diam saja. Cuma beberapa saat saling menempel, tangan Felix yang ada infusnya, membersihkan sekitaran mata gue dan mengusap kelopak mata gue.

What a...

Felix tampaknya tidak jijik dengan gue yang baru bangun. Dia biasa saja. Ia bahkan sempat memberikan gue kecupan di sana. Omong-omong penyangga leher Felix sudah dibuka. Lehernya sudah tidak kaku lagi, katanya.

Bermenit-menit dengan kita yang saling berbicara bahasa kalbu lewat tatapan mata, gue menyudahinya lebih dulu. Gue harus merelakan zona nyaman yang telah membelenggu, begitu ingat Felix harus sarapan. Sebentar lagi perawat datang untuk mengantar makanannya. Gue harus segera merapikan diri duluan.

"Mau kemana?" tanya Felix dengan suara seraknya saat gue mencoba untuk bangun.

"Mau cuci muka." jawab gue.

"Cium dulu,"

Pardon?

Gue cuma mau cuci muka harus cium dia dulu? Emang dia iklan kopi berhadian di tv yang harus pakai password biar bisa jawab pertanyaan? Ayolah, bibir gue masih bengkak dan agak ngilu akibat dilahap Felix semalam. Ini kalau gue mengaca, pasti ketahuan bengkaknya seperti apa. Soalnya bibir bawah gue rasanya agak jeding. Volumenya nambah gitu.

"Bibir aku masih bengkak ya, pa. Tadi aja senyum ke kamu tuh sambil nahan nyeri." ujar gue.

"Ish. Tega."

Sabar, dia masih sakit. Kakinya masih patah. Jangan dicerca dulu, Ai. Jangan.

"Nanti siang deh kalo udah gak bengkak lagi, aku cium. Bibir aku masih agak nyeri."

[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang