Tengah malam gue terbangun kembali. Bukan karena gue lapar seperti biasanya, tapi karena gue gak tenang. Perasaan gue belum tenang karena Felix tak kunjung pulang. Gue takut terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Serius.
Gue udah menghubunginya berkali-kali tadi. Tapi tetap saja hanya suara operator yang terdengar dari seberang sana. Gue tadinya mau ke rumah sakit untuk menemuinya, namun dicegah oleh Junkyu dan Jijin. Mereka malah mengajak gue jalan-jalan di alun-alun kota—yang kebetulan ada festival makanan. Rasa cemas gue akan Felix mendadak terhenti karena melihat beragam makanan. Murah-murah dan menggugah selera.
Tapi gue kembali cemas ketika malam menjelang. Gak ada tanda-tanda Felix mau pulang. Gue pun menunggunya kembali sampai jam sepuluh malam. Naasnya, dia tak kunjung datang. Gue sedih begitu pula dengan kedua anaknya di dalam perut. Mereka bergerak terus seolah sedang mencari keberadaan papanya. Tak jarang mereka menendang perut gue sampai perut gue rasanya nyeri banget, sewaktu gue bilang papa mereka belum pulang. Mereka mungkin ngambek gak disapa papanya selama empat hari.
Gue saat ini sedang duduk di ruang makan ditemani secangkir teh chamomile yang masih panas. Gue sengaja memilih varian teh chamomile yang katanya dapat menenangkan pikiran. Ternyata memang benar, gue sedikit rileks walau hanya mencium bau tehnya. Baunya harum sekali.
Gue seketika melebur di dalam keheningan malam bersama teh chamomile panas yang uapnya mengepul tinggi, dan tenggelam dalam ingatan gue senyum hangat Felix sebelum ia pergi ke rumah sakit dan ciuman panjang di kamar empat hari yang lalu.
Ketika gue sibuk berada di dalam lautan ingatan gue akan orang yang amat sangat gue cintai, seseorang hadir di dalam kubikel yang sama. Gue tersentak sadar saat mendengar suara decitan kursi dengan lantai. Alihkan pandangan dari cangkir teh untuk mengetahui siapa yang datang.
Harapan gue musnah dalam sekejap mata. Gue kira sosok itu Felix. Nyatanya bukan.
"Gama..." gue mencicit saat sadar yang sedang duduk di hadapan gue adalah Gama.
"Gak tidur?" ia bertanya, yang mana langsung gue balas dengan gelengan kepala dua kali.
"Susah tidur?"
"Ya, begitulah." balas gue agak sinis.
Gue masih kesal karena dia merahasiakan soal kontrakan itu dan tiba-tiba pergi merantau, lalu pulang lagi.Tadi gue udah niat mau mencercanya saat wajahnya terlihat di depan pintu dengan raut muka terkejut. Namun gue urungkan karena dia datang membawa sekotak kue balok dengan topping matcha dan taro, tak lupa cengiran khasnya. Gue langsung mendefinisikan diri sebagai wanita murahan karena menerima kue balok tersebut. Dalam artian gue menerima kuenya sebagai sogokan agar tak memarahi Gama. Yah, kuenya enak banget. Lumer di mulut. Jadi gue beneran tidak memarahi Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)
FanfictionBagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit