二十七 | Di Bawah Hujan

12.6K 1.7K 492
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Matkul terakhir usai bersamaan dengan turunnya hujan deras di kampus. Perasaan senang tadinya bisa pulang, malah berubah kesal lantaran harus menetap di kampus sampai hujan reda. Ada sih yang langsung mengemasi barang-barangnya dan keluar kelas menggunakan payung atau jas hujan. Ada pula yang berdiam diri di kelas. Contohnya gue, Jisung, Junkyu, Sua dan beberapa anak lainnya.

Gue tinggal di kelas karena gue harus menunggu jemputan dari Felix. Ia sendiri yang mengabdikan—maksudnya menawarkan—dirinya untuk mengantar dan menjemput gue setiap hari. Dia melarang gue pulang dengan siapapun kecuali dalam kondisi gak memungkinkan. Lumayan menghemat ongkos begitu. Eh, tapi sebelum gue akur sama Felix, gue kan diantar-jemput sama Jisung. Berarti dari awal gue emang gak keluar ongkos pulang-pergi.

Beralih dari gue, di samping gue ada Jisung. Lelaki yang baru gue mention. Dia tinggal di kelas juga karena sedang merevisi tugas makalah kemarin. Padahal kita sudah presentasinya tadi pagi. Cuma makalahnya harus direvisi ulang. Gak bagus kata dosennya. Iya deh. Dosen maha benar kalau di kampus. Selain Jisung, temen-temen yang lain pada sibuk mabar kecuali Sua. Mereka mabar di saat hujan deras melanda. Ditambah barusan bunyi gledeknya mulai terdengar. Uji nyali kayaknya mereka.

Selagi gue menunggu mas husband datang, gue mau makan siang. Niatnya mau makan sama Felix, cuma hujan dan gue udah laper. Anak-anaknya Felix meraung minta makan. Termasuk cacing di perut gue juga, sih.

Seperti biasa, gue mengeluarkan isi totte bag yang dibawain Felix tadi. Isinya sebotol infused water berisi potongan kiwi dan strawberry, kemudian dua kotak makan berisi nasi, udang goreng dan tumis kangkung. Dia sendiri yang masak dan menyiapkan bekal gue, fyi.

Jujur aja, Felix berkelakuan seperti ini dari kemarin tuh bikin gue berasa lagi di Osaka pas musim bunga Sakura mekar. Senang banget gitu. Apalagi Felix tuh udah mulai berubah. Ya gue bertambah senang dong. Siapa gak senang kalo disayangi dan dicintai sama suami sendiri?

Semua istri pasti senang. Termasuk gue.

"Jisung, makan." gue nawarin dia yang duduk di samping sebagai basa-basi. Kebiasaan gue kalau makan di kelas, pasti nawarin dulu. Gak hanya di kelas sih, tapi di panti atau mungkin tempat lain. Biar sopan gitu.

Jisung menoleh sejenak, lalu lanjut mengetik. "Iya makasih. Kamu makan aja. Habisin, biar kalian sehat." ucapnya. Ia terlalu fokus merevisi tugas sampai tak sadar ucapannya terdengar keras. Untung mereka gak merasa aneh dengan ucapan Jisung.

Fyi, Jisung tau kalau gue hamil. Gue sendiri yang cerita. Dua hari yang lalu saat dia ke rumah untuk kerja kelompok. Responnya biasa aja. Seolah tau kalau gue emang hamil dari awal.

"Jisung gak istirahat aja dulu?" tanya gue. Gue makan sesuap nasi dulu sebelum bertanya tadi.

"Gak. Ini revisi dulu biar kelar," katanya. Tak lama kemudian, perut dia bunyi. Jarak gue duduk dengan dia cuma satu penggaris yang panjangan tiga puluh senti. Tapi masih kedengeran.

[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang