Sepulang kuliah, gue langsung ke kafe tempat gue bekerja. Gue mau mengundurkan diri dari pekerjaan yang gue tekuni selama hampir tiga tahun—hari ini. Sedikit gak rela, tapi perintah Felix adalah hal mutlak bagi gue. Gue harus melakukannya agar tidak dicap sebagai istri durhaka. Tak cuma itu sih, gue juga memikirkan kondisi gue dan janin gue. Kalau gue maksa tetap bekerja, ditakutkan akan membahayakan mereka.
Gue turun dari bus tepat di depan kafe yang letaknya memang di pinggir jalan. Gue sengaja lewat pintu depan ketimbang pintu belakang kafe seperti biasa. Karena gue akan undur diri dari kafe ini.
Sewaktu gue buka pintu kafe, para karyawan lain yang kebetulan bersih-bersih, sontak menoleh ke gue. Mereka merasa heran karena gue lewat pintu depan. Gak biasanya begitu, kali pikir mereka. Namun gue mengabaikannya. Gue pun lekas menemui Haechan di meja kasir sebelum menghadap pimpinan.
"Haechan," panggil gue kepada lelaki gembul itu. Haechan menghentikan aktifitas mengelap meja pesanan lalu menghampiri gue.
"Hei. Kenapa?" tanya Haechan. Ia gak sadar kalau gue tadi lewat pintu depan. Eh, itu gak penting kali.
"Bu Sunmi ada gak?" gue balik tanya.
"Oh, ada kok. Baru datang sama anaknya. Emang ada perlu apa?"
Gue ragu. Haruskah gue bilang ke Haechan? Gue bahkan gak bilang ke Chaeyeon atau Sanha tentang pengunduran diri gue. Apa gue ceritanya selepas bicara ke bu Sunmi ya?
Gue mengetukkan jari di meja kasir. Seraya menatap Haechan yang kebingungan.
"Aku mau berhenti kerja." sahut gue. Pemuda gembil berkulit eksotis itu auto kaget.
"Serius?"
Gue mengangguk.
"Alasannya apa? Kok tiba-tiba?" tanya Haechan beruntun. Gue hanya menanggapinya dengan seutas senyum.
Gue mencondongkan badan ke arah Haechan. Dengan suara pelan, gue berbicara, "Nanti atau kapan-kapan gue cerita. Tolong beri tau Chaeyeon dan Sanha ya? Aku mau ke bu Sunmi dulu," pamit gue. Tanpa menunggu jawaban Haechan, gue melenggang menuju ruangan pimpinan kafe. Haechan mungkin menatap kepergian gue dan mendumel setelahnya.
Setibanya di depan ruang pimpinan, gue terdiam sejenak. Memegangi dada seraya berdoa agar rencana pengunduran diri gue berjalan dengan baik. Gue tuh deg-degan parah saat ini. Gue takutnya ditanyai sembarang oleh bu Sunmi. Gue juga gak siap cerita kalau beliau tanya.
Gue mengetuk pintunya dua kali. Setelah gue mendengar suara bu Sunmi menyuruh gue masuk, gue baru masuk ke dalam ruangannya. Pertama kali gue masuk kemari, gue melihat ruangan beliau yang bernuansa bunga-bunga. Dinding, meja, bahkan bajunya pun bunga-bunga motifnya. Gue juga melihat pimpinan kafe itu duduk di sofa kerjanya seraya main ponsel. Sementara di sebelahnya terdapat seorang laki-laki berambut pirang. Ia juga sama seperti ibunya, tengah bermain ponsel. Entah kenapa gue seperti kenal dengan perawakan laki-laki berbaju hitam bermotif abstrak putih, walau ia sedang menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)
FanfictionBagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit