二 | Bukan Prioritas

16.9K 2.3K 1.1K
                                    

Sore hari setelah kuliah, gue berangkat langsung tanpa pulang ke rumah menuju kafe tempat gue bekerja sejak dua tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore hari setelah kuliah, gue berangkat langsung tanpa pulang ke rumah menuju kafe tempat gue bekerja sejak dua tahun yang lalu.

Meskipun bersuami, gue masih harus menyambung hidup diri sendiri. Gue sungkan meminta uang ke Felix meskipun secara de jure suami gue.

Gue membuka pintu belakang kafe seperti biasa. Menaruh tas di loker kemudian mengganti baju dengan kemeja biru dan rok putih yang gue sediakan di sana kemarin sebelum pulang kerja. Begitu usai, gue mengikat rambut dan merapikan poni sebelum ke dapur kafe.

"Kafenya ramai, ayo cepetan!" seru Haechan sang kasir yang baru masuk ke dapur bertepatan dengan gue.

"Ini lagi masak. Santi bosqu," ucap seseorang. Gue tidak tau. Terhalang tubuh gempal Haechan, sih.

Haechan pun menyingkir dari pintu. Gue segera masuk ke dalam kubikel yang penuh hiruk pikuk manusia sibuk itu. Gue jadi bingung mendadak. Apa yang harus dilakukan?

Saat gue masih berpikir tiba-tiba seseorang menyapa gue.

"Eh, Ai udah datang," sapa Chaeyeon. Ia pun akan gue di sedang membawa nampan yang berisi dua minuman dan dessert. Gue tersenyum.

"Boleh minta tolong gak?" tanya Chaeyeon. Tersirat ia sedang butuh sekali bantuan.

"Bantu apa?" tanya gue

"Antarkan ini ke meja nomor 09. Aku harus membeli bubuk kokoa. Sanha sedang ada panggilan alam, tidak bisa membeli."

Tanpa menjawab gadis itu, gue mengambil alih nampannya. Chaeyeon tersenyum tidak enak sejenak kemudian undur diri. Sedangkan gue keluar dari dapur dan membawa nampan itu menuju meja pesanan yang disebutkan oleh gadis itu tadi.

Sesaat gue terkejut kala siapa yang sedang duduk di sana. Felix tengah berbincang dengan Yiren. Mereka tampak nyambung satu sama lain. Terkadang salah satunya tertawa menampilkan senyum menawannya.

Dunia serasa begitu sempit ya.

Haruskah gue ke sana? Gue tidak masalah bertemu Yiren. Karena dokter anak itu tidak mengetahui pernikahan ini. Masalahnya ada di Felix, bagaimana jika ia tau gue masih bekerja di kafe? Apalagi gue sendiri belum bilang kalau gue masih bekerja.

Baru saja dipikirkan, pandangan gue sontak beradu dengan Felix. Ia tampak terkejut namun sebisa mungkin ia langsung memalingkan wajahnya. Berpura-pura tidak melihat.

Dasar. Belum saja aku racuni kopinya.

Dengan satu helaan nafas, gue berjalan menuju meja mereka. Seraya berakting tidak mengenal keduanya.

"Pesanan meja sembilan. Secangkir machiato, matcha latte, sepiring red velvet dan croissant." ucap gue formalitas sambil menyajikan minuman dan kudapan itu.

"Eh, kamu bukannya kakaknya Jinwoo ya?" tegur Yiren ketika gue baru menaruh secangkir matcha latte di meja. Pergerakan gue terhenti sejenak. Menatapnya yang mengacungkan telunjuknya

[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang