"Ai, ayo bangun. Sarapan!"
Gue menggeliat malas di ranjang ketika suara Felix terdengar di pagi hari. Bukannya bangun, gue malah semakin menggelung diri di dalam selimut. Gue masih pusing. Gue rasa sakit gue bertambah parah.
Tak lama, gue merasa tangan Felix mendarat di pantat gue. Menepuknya berkali-kali dan digrepe. Sial. Belum aja gue jotos pakai gagang pel-pelan dia.
"Ayo sarapan. Habis ini periksa ke dokter," kata Felix masih dengan menggrepe pantat gue. Sayangnya letak raket nyamuk, berada jauh dari jangkauan gue. Gak bisa menggeplak tangan Felix pakai raket listrik biar gak nakal.
"Gak mau makan. Asin." ucap gue. Gue ingat pertama kali dia memasak untuk gue. Asin banget.
"Gak asin. Udah saya kasih micin satu bungkus."
HmZZz
Tau aja gue suka ngemil micin. Apalagi diulek bersama cabe, kacang, dan gula merah. Tak lupa dicocol pakai mangga muda. Uh, segarnya. Tanpa sadar gue ngiler dibalik selimut gara-gara membayangkan makan mangga muda.
"Ayo bangun, heh!" seru Felix. Laki-laki itu menyibak selimut yang menutupi tubuh gue. Tak lupa, ia menarik lengan gue. Gue lemas banget udah kayak ilalang ketiup angin.
Felix menyentuh kening gue agak lama. Kemudian menarik kantung mata gue. Ia sedang mengecek kondisi gue rupanya.
"Pucat banget. Kayak mayat." celetuknya. Gue mengerucutkan bibir.
"Makan di meja makan atau saya bawa ke sini?" tanya Felix.
"Terserah,"
Muka Felix mendadak jengkel. "Emang cewek gak ada jawaban lain selain terserah ya?" sinis banget nadanya. Gak kayak lagi tanya.
Gue mengedikkan bahu acuh. Memang pada dasarnya gue sedang malas bangun karena sakit, dibangunkan dengan paksa, dan diberi opsi untuk makan dimana. Seharusnya peka dong dia. Bawain ke sini atau gendong gue ke dapur.
Eh, omong-omong gue keterlaluan gak ya semisal minta gendong ke dia? Gue takut dia bakal mencaci gue karena bersikap ngelunjak (hanya karena dia bilang sudah menerima gue sebagai istrinya). Maklumlah. Secara seorang bucin kronis-sampai-ke-DNA itu tiba-tiba menerima gue sebagai pendamping hidupnya. Sedikit aneh bukan?
Imajinasi gue meronta-ronta saat ini.
"Ditanya malah bengong. Saya bawa ke sini aja deh," final Felix. Dia lalu pergi meninggalkan gue. Lah dia tanya ya?
Beberapa saat kemudian, Felix balik dengan nampan di tangannya. Ia menaruhnya tepat di depan gue. Di sana terdapat semangkuk bubur yang ada potongan tempe dan wortel (yang dibumbu kuning) dan segelas air hangat (terlihat dari uap di permukaan gelas).
"Gak asin kan?" tanya gue memastikan. Gue gak mau merusak ginjal dengan makan-makanan asin si Felix-yang-mau-nikah-lagi.
"Saya kasih sebungkus micin. Gak asin. Paling ya getir kebanyakan micin," komentarnya setengah mencibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)
FanficBagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit