Aq mabuk sinetron makanya bahasa ff ini uda mendekati sinetron beneran :"))))
"Hoekk..."
"Hoekk..."
Gue menekan perut sambil terus memuntahkan sesuatu yang sedari tadi ingin dikeluarkan. Gue sampai mencengkeram pinggiran wastafel kamar mandi kafe tempat gue kerja, karena rasa mual dan perut gue seperti diaduk-aduk sejak sepuluh menit yang lalu. Gue mencoba memuntahkan itu berkali-kali, namun yang keluar hanyalah cairan bening saja. Tenggorokan gue mulai perih.
Jujur aja, baru kali ini gue mual dan muntah lagi. Terakhir kali itu sewaktu di Bali.
Gue lalu menghidupkan kran air agar substansi bening tadi hilang. Gue sekalian mencuci mulut dan berkumur. Agar rasa asam dalam mulut gue menghilang.
Dirasa gue sedikit lebih baik, gue merapikan diri kemudian keluar dari toilet dengan diam-diam. Takut orang lain tau gue muntah di kafe.
Hari ini-walaupun masih merasa sakit-gue berangkat kuliah dan kerja. Gue terpaksa lantaran gue mendapat surat teguran karena sering absen kuliah kemarin. Dekan kampus yang menitipkannya ke Junkyu dan baru gue terima pagi ini. Sebelum berangkat, gue debat dulu sama Felix. Dia melarang gue masuk kampus. Terus kalau misal beasiswa gue dihentikan hari ini, dia bakal bayarin uang kuliah gue sampai gue selesai kuliah yang tinggal 1 tahun lagi. Tapi gue gak mau. Nanggung tau, tinggal 1 tahun beasiswa gue. Seandainya dari awal, mungkin gue mau.
Untung saja gue gak dapat surat teguran juga dari kafe. Walau cuma gaji gue bakal dipotong karena udah absen satu minggu. Ya gak apalah.
Setelah dari kamar mandi, gue masuk ke dapur. Suasananya begitu sangat monoton. Ramai suara alat dapur dan juga mulut para penggunanya. Gue melihat ke wastafel cuci piring di dapur. Di sana ada kak Yuju dan kak Eunha sedang cuci piring menggantikan gue. Alhasil gue mendekati Sanha yang sedang membuat panekuk di pojok dapur.
"Itu pesanan meja mana? Biar aku antar kalo udah," ucap gue sesampainya di dekatnya.
Sanha menoleh sejenak, "Oh, itu. Pesanan suami kamu sama dokter Yiren." bisiknya.
Yah, gak jadi deh. Males gue ketemu Yiren.
"Dia pesan apa?" tanya gue sok kepo
"Kalau Felix sih pesan panekuk sama es Amerikano seperti biasa. Dokter Yiren pesan smoothie banana."
Gue terdiam tidak menjawab. Adonan panekuk di teflon jauh lebih menarik ketimbang mendengar Felix dan Yiren. Bisa tidak sih laki-laki itu menghindar dari Yiren?
"Kulihat dari tadi kamu kuyuh banget. Masih sakit kok udah masuk kerja?" tanya Sanha seraya mengisi adonannya dengan fla coklat. Gue menghela nafas lega saat dia gak tanya gue tadi buru-buru ke kamar mandi untuk muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)
Fiksi PenggemarBagi Felix, gue adalah nebula. Tidak terlihat. Sebagian scene dihapus untuk proses terbit