PROLOG

29.3K 1.7K 26
                                    

Seorang gadis duduk menatap langit yang cerah. Manik matanya yang berwarna biru menatap hamparan Langit indah yang luas di hiasi dengan burung yang terbang kesana kemari.

Hari ini seharusnya menjadi hari yang menyenangkan untuknya. Karna hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-17 tahun.

Gadis itu duduk dengan tenang menikmati hembusan angin yang menerpa wajah halusnya. Halaman belakang adalah tempat yang membuatnya merasa tenang selain pelukan hangat ibunya. Mata birunya tidak berhenti menatap langit yang luas. Ia meringis dalam hati saat mengingat hari ini adalah hari yang spesial untuknya, sayangnya hari ini menjadi tidak berarti untuknya saat sang Ibu telah pergi meninggalkannya tepat sehari sebelum hari spesialnya.

Ibu aku rindu.

Mata biru itu menutup bersamaan dengan setetes air mengalir diwajah cantiknya. Hari spesial yang ia harapkan kini hancur berantakan.

"Kau akan mengetahui jati dirimu saat kau berumur 17 tahun. Dan itu akan terjadi besok"

"Tapi ibu,apa yang akan terjadi besok?"

"Akan ada yang akan membantumu untuk bertemu dengan kedua orang tuamu sayang,kau hanya perlu bertahan sampai besok"

"Aku tidak bisa hidup tanpamu,kumohon ibu"

"Ibu harus pergi sayang. Maafkan ibu,"

Suara seperti gelembung pecah membuat mata itu kembali terbuka menyiratkan rasa terkejut dengan cepat ia membalikan tubuhnya. Matanya menangkap dua sosok yang kini berdiri di hadapannya. Siapa mereka?, pikirnya.

"Maaf putri,kami pengawal yang di utus untuk menjemput tuan putri," ucap salah satu dari mereka.

Alis indah itu terangkat sebelah mempertanyakan siapa yang mereka sebut Putri?, apakah dia?.

"Ikutlah dengan mereka sayang. Mereka yang akan membantumu".

Suara lembut memasuki indra pendengarannya, suara yang sangat dikenalinya. Suara ibunya.

"Maaf putri. Kita tidak punya banyak waktu"

Ia segera mengangguk. Saat ingin masuk ke dalam rumah pergerakankannya terhenti saat salah satu dari orang yang mengaku pengawal itu menghentikannya.

"Tuan putri tidak perlu mempersiapkan apapun. Tuan putri hanya perlu ikut dengan kami".

Ia berbalik kemudian menatap mereka berdua dengan wajah tanpa ekspresi. Dengan cepat mereka meraih tangan mungilnya kemudian sinar cahaya yang terang mengelilingi tubuh ketiga orang itu. Ia merasakan tubuhnya yang terasa ringan kemudian dalam beberapa detik kembali menjadi normal.

Mata yang semula terpejam karena menghindari cahaya yang terlalu terang perlahan terbuka. Mata itu menyiratkan rasa bingung sambil menatap bangunan besar didepan matanya. Istana.

Gerbang terbuka dengan lebar, seorang pemuda yang umurnya berkisar 19 tahun mendekati gadis itu sambil memasang senyum ramah.

"Silahkan masuk putri"

Gadis itu mengangguk kecil, "Nama anda?" Ucapan yang sangat singkat membuat seseorang yang didepannya mengerti jika tuan Putri ini tidak suka banyak berbicara.

"Perkenalkan putri Saya Ronald Antariksa. Saya sebagai Jendral Kerajaan Bulan." ucapnya kemudian menundukan badannya sopan.

"Pilih, Pak atau paman?"

Jendral Ronald menatap gadis itu dengan terkejut, usianya hanya berbeda dua tahun dari gadis yang didepannya ini. Kenapa gadis ini menyuruhnya untuk memilih panggilan itu?! Paman? Dia tidak setua itu.

Setelah lama berfikir akhirnya pilihannya jatuh kepada rasa pasrah. "Paman"  balasnya dengan sopan,  "Kalau begitu, mari saya antarkan putri ke orang tua kandung putri" ucapnya dibalas dengan anggukan singkat.

Mereka berjalan dengan beriringan di hiasi dengan keheningan. Namun keheningan tidak membuat gadis itu terganggu, matanya memilih untuk melihat-lihat arsitektur istana ini. Arsitektur yang digunakan cukup kuno tapi tidak menghilangkan keindahannya.

Langkah mereka berhenti didepan pintu yang cukup tinggi, ralat, sangat tinggi. Untuk apa membuat pintu setinggi itu? Padahal tinggi manusia saja tidak setinggi itu, pikirnya.

Pengawal membuka pintu tersebut. Di dalam sana terlihat tiga orang yang tengah melahap sarapan pagi mereka.

Seorang pria paruh baya segera menatap ke arah pintu, Mahkota bertengger di kepalanya menunjukkan statusnya yakni seorang Raja.

Seorang wanita paruh baya itu menatap gadis itu dengan lembut dan bisa dipastikan bahwa beliau adalah seorang Ratu.

Dan terakhir seorang gadis cantik yang seumuran dengannya menatapnya dengan senyum di wajahnya. Senyumannya itu sangat indah bagaikan bunga yang mekar.

"Yang Mulia, Maafkan hamba karena telah mengganggu sarapan anda dan keluarga, Tapi saya membawa seseorang yang selama ini anda tunggu" ucap Jendral Ronald sambil menunduk.

"Terimakasih. kau boleh pergi, Ronald" Jendral Ronald mengangguk kemudian segera pergi dari ruangan dan tidak lupa menutup pintu agar tidak ada yang mengangganggu.

Hening!

Tak ada satupun yang mau membuka suara. Gadis itu menatap ketiga orang yang didepannya dengan datar sementara ketiga orang itu menatapnya dengan penuh minat.

"Ada masalah apa hingga saya dibawa kesini?" Tanya gadis itu, terserah siapapun yang ada dihadapannya dia tidak peduli.

"Putrikuu.." tanpa aba-aba Sang Ratu segera memeluk gadis itu

Gadis itu terkejut. Dia sangat tidak suka dipeluk oleh orang asing! Namun sebuah rasa hangat menjalar ditubuhnya membuatnya mengurungkan niat untuk melepaskan pelukan itu.

Nyaman!

Itu yang ia rasakan, tidak lama Raja ikut bergabung untuk memeluk gadis itu dan di susul oleh sang gadis cantik . Gadis itu menatap kosong, ia merasa pelukan ini seperti pelukan keluarga.

Keluarga?, ia tertawa miris. Pelukan itu perlahan renggang dan akhirnya terlepas. Ratu membimbing gadis itu untuk duduk di salah satu kursi yang berhadapan langsung dengannya dan Raja. Sementara di sebelah kirinya gadis cantik itu sedang duduk manis.

"Sekarang katakan siapa namamu, sayang?" Dengan suara lembutnya sang Ratu menatap gadis itu.

Gadis itu terpaku mendengar  sebutan yang Ratu berikan untuknya, sayang adalah panggilan ibunya untuk dirinya dan tidak ada yang berhak untuk memanggilnya seperti itu.

"Meli Amara" ucapnya dengan acuh.

"Baik Meli. Perkenalkan Saya Ratu Elice Enemy Rowin Questia Alasta Ilard" ucap Sang Ratu

Gadis yang bernama Meli menatap Sang Ratu dengan wajah datarnya. Ck, Nama sepanjang itu bisa menjadi nama terpanjang sedunia, pikirnya.

"Dan Meli. Perkenalkan saya Raja Erik Rowin Questia Alasta Ilard" ucap sang raja.

"Aku! Princess Aulia Claris Rowin Questia Alasta Ilard, Aku---"

Meli mengangkat sebelah alisnya.

"Aku adalah kembaranmu"

Meli tertegun mendengar ucapan gadis yang bernama Aulia itu. Perlahan mata birunya  mulai menelisik wajah cantik didepannya dengan teliti. Tapi ia tidak menemukan kemiripan antara wajahnya dan wajah Aulia. Lalu apanya yang kembar?

TBC.

[END] The Cold PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang