Binatang Patner?

6.4K 641 4
                                    

Meli menatap hamparan ilalang yang ada didepan sana, sejauh mata memandang hanya ada ilalang dan pohon-pohon besar.

Helaan nafas panjangnya terdengar, helaan nafas dari seseorang yang memiliki banyak luka yang terpendam. Disaat keadaan memaksanya untuk dihadapkan dengan masa lalu yang kelam dan begitu menyiksa batinnya.

Tuhan seakan mempermainkan perasaannya. Ck, perasaan? Mungkinkah itu masih ada didalam dirinya?. Perasaan yang dulu sempat muncul dan akhirnya kembali hancur dengan bom kecewa yang berhasil memporak-porandakan hidupnya.

"Aku tidak tau dihutan yang begitu luas terdapat tempat yang seperti ini"

Meli tak bergeming sedikitpun, tidak ingin mengalihkan tatapannya dari hamparan ilalang didepan sana.

Orang itu. Clara. Memegang sebelah pundak Meli, "Aku tau, ini tempat dimana kau merasakan sakit. Tapi jangan berlarut dengan masa lalu, cobalah berdamai tanpa mengingat luka dan rasa sakitnya" Meli diam, tidak ingin menanggapi.

Saat ini mereka sedang berada di tempat yang dulu Meli bangun bersama mereka, tempat yang menjadi saksi bagaimana Angga menghujatnya dengan kata-kata kasar yang bahkan belum pernah di dapatkannya dari orang tuanya. Tempat ini. BassCamp mereka. Ditengah hutan Carlos.

Hari ini, hari pertama mereka memulai perjalanan. Dan tempat ini menjadi pilihan mereka untuk beristirahat setelah sekian lama berjalan. Selain itu, tempat ini juga adalah tempat yang paling dekat dengan ruangan selanjutnya yang akan mereka datangi. Ruangan musim.

"Aku tidak ingin mengganggu, tapi saat ini mereka menunggumu untuk makan siang" Ucap Clara kemudian berbalik, sudut bibirnya terangkat saat tahu Meli mengikutinya.

☆☆☆

Disaat hati ingin menolak untuk mengingat namun keadaan yang terus memaksa mengingat sebuah luka tanpa memikirkan hati yang semakin hari semakin tipis, terkikis dengan rasa perih yang kian menghujam seakan tidak memberikan kesempatan untuk menyembuhkannya.

Ditengah hamparan ilalang, terlihat beberapa orang yang kini sedang menikmati angin malam yang berhembus. Angin malam yang membuat pikiran tenang dan memberikan kesan positif untuk hati.

Meli. Gadis itu tidak merasakan apa yang teman-temannya rasakan. Angin malam membuatnya kembali pada masa lalu yang menyakitkan, sebuah peristiwa yang terputar dengan sendirinya seakan sengaja menambah luka yang sudah membeku.

"Kalian harus tau, aku memiliki ruang angkasa" Seruan dari Lily membuat lamunan Meli bubar.

Matanya yang semula terpaku pada api unggun beralih menatap wajah berbinar Lily. Mereka saat ini sedang duduk melingkar dihalaman depan BassCamp dengan api unggun ditengahnya bertugas untuk menghangatkan tubuh.

"Benarkah? Aku juga memilikinya. Aku baru ingin memberitahu kalian"

"Ck, kalian sudah pasti mendapatkannya. Setiap keturunan langsung dari Raja dan Ratu pasti akan mendapatkan Ruang Angkasa setelah gerhana bulan biru" penjelasan Angga ditanggapi dengan wajah bengong dari Lily dan Rose.

Clara diam, memikirkan sesuatu. "Apakah setiap ruangan angkasa berbeda?" Pertanyaan itu muluncur begitu saja dari mulutnya.

Fikry ingin menjawab tapi kalah cepat dengan Rendi, "Jika ingin tau, kita lihat saja langsung". Aulia menyengirtkan alisnya, "Caranya?"

Fikri berdecak, "Tutup mata, bayangin ruang angkasa milik kalian. Setelah itu, selesai" Aulia mengangguk mengerti.

"Bagaimana kalau kita mengunjungi ruang angkasa bersama-sama. Aku penasaran dengan ruang angkasa milik kalian" Binar bahagia terpancar dimata Lily, "Boleh" sahut Angga.

[END] The Cold PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang